webnovel

Setengah Binatang, Leon

Masalah keluarga Clarissa berlanjut, dua bulan setelah ayah Clarissa sembuh, secara tiba-tiba instingnya bangkit kembali. Pada hari itu, Ayah Clarissa menyerang Istrinya sendiri dengan ganas, alhasil Ibu Clarissa meninggal di tangan suaminya sendiri. Pilihan untuk menyegel garis keturunan tersebut berbuah malapetaka.

Sisi baiknya, Ayah Clarissa tidak melukai anak-anaknya, sebaliknya, dia langsung kabur dari rumah dan pergi ke bukit. Clarissa yang pada saat itu masih anak-anak memanggil kembali Temple of Shadow untuk membunuh Ayah Clarissa. Untuk seorang anak kecil, Clarissa pada saat itu benar-benar tegas dalam membuat keputusan.

Tak lama kemudian, Exor dengan nama panggilan tikus hitam datang dan membunuh Ayah Clarissa, ia juga mengubah ingatan beberapa warga yang mengetahui masalah keluarga Clarissa. Pada akhirnya, kedua orang tua Clarissa di makamkan dengan sebab sebagai korban penyerangan binatang buas.

Setelah mendengar cerita dari Clarissa ada banyak hal yang muncul di pikiranku, namun yang paling membuatku sadar adalah betapa besarnya dampak Dunia Exor pada orang awam. Kurasa dari sudut pandang Temple of Shadow, masalah ini hanya masalah sepele tetapi bagi Clarissa dan adiknya ini adalah masalah yang tidak akan bisa mereka lupakan sampai kapanpun.

Clarissa berhenti bercerita sampai disitu, dia juga menceritakan bagaimana dia hidup setelah kematian orang tuanya, yang paling berjasa adalah Arnold, dia mengadopsi Clarissa dan adiknya yang masih kecil. Arnold sendiri merupakan salah satu warga yang dihapus ingatannya mengenai kejadian sebenarnya yang terjadi pada orang tua Clarissa.

Namun, hubungan baik Clarissa dan Arnold mulai berhenti setelah Arnold akhirnya punya anak. Istri Arnold lebih memperhatikan anaknya dan mulai bersikap dingin pada Clarissa. Pada akhirnya, Clarissa memutuskan untuk hidup mandiri.

"Apa kau tidak takut mati? Setelah mendengar ceritaku seharusnya kau sudah tau betapa berbahayanya Dunia Exor."

"Mati? Aku telah berulang kali mendekati kematian tetapi sampai saat ini aku masih selamat, kurasa aku percaya pada keberuntunganku."

Kepergian Stephanie dan perubahan yang terjadi pada tubuhku hanya menegaskan satu hal. Aku memang tidak bisa lepas dari Dunia Exor. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat kuhindari. Tentu saja, apa yang aku alami ke depannya pasti akan berbahaya namun aku tidak akan berbalik mundur. Bagiku hanya ada dua pilihan yang tersisa. Maju atau mati.

Saat kami selesai bercerita, matahari sudah terang menyala di atas kepala kami. Kami kemudian memakai kembali pakaian yang kini sudah kering. Sebelum melanjutkan perjalanan kami membakar beberapa ikan yang kami tangkap di sungai.

Kami berada jauh dari rute utama. Memaksakan diri mencari rute utama mungkin hanya akan membuat kami tersesat. Karena itu, kami memutuskan untuk mengikuti sungai dan perlahan pergi ke puncak bukit. Bagaimana pun Arnold juga pasti akan mengunjungi sungai, entah untuk minum atau mencari ikan.

Setelah sekitar dua jam kami berjalan, akhirnya kami melihat jejak pembakaran di sisi sungai, tidak salah lagi bahwa ada orang yang pernah lewat kesini sekitar satu jam yang lalu. Namun, kami tidak bisa memastikan apakah orang tersebut adalah Arnold atau orang lain.

"Hei Kevin! Lihat ini!" teriakan Clarissa membuatku kaget, aku segera mendekati Clarissa dan melihat ke arah dia menunjuk. Aku melihat bekas cakaran yang cukup besar di sebuah pohon. Di sekitar bekas cakaran tersebut ada jejak kaki yang mirip dengan jejak kaki binatang. Dahan dan ranting juga nampak patah seolah sesuatu yang mengerikan menerobos memasuki hutan.

"Apa kau memikirkan apa yang aku pikirkan?" tanyaku pada Clarissa.

Clarissa mengangguk, "Siapapun orang yang berhenti di sini untuk beristirahat, pasti menemui sesuatu yang mengerikan. Makhluk itu mungkin sedang mengejar orang tersebut saat ini. Kurasa sebaiknya, kita ikuti jejak ini, aku khawatir jika Arnold lah yang sedang di kejar."

Aku dan Clarissa kemudian berlari mengikuti jejak-jejak yang tertinggal. Di perjalanan kami melihat begitu banyak bekas cakaran entah itu di pohon, tanah ataupun batu. Ini membuat kami semakin khawatir dan mengejar dengan lebih cepat.

Setelah beberapa saat akhirnya kami mendengar auman yang mirip dengan auman singa. Kami saling berpandangan lalu mengangguk. Kami akan mencoba menyergap untuk menyelamatkan siapapun yang kini sedang terpojok. Namun, saat kami melihat makhluk tersebut dan juga Arnold kami terdiam. Aku menurunkan pose bertarungku, dan menatap Arnold dan makhluk tersebut dengan heran.

"Kalian? Syukurlah kalian selamat, lain kali jangan berlarian seperti tadi, sangat berbahaya untuk terpisah di hutan seperti ini," kata Arnold yang melihat kami berdua.

"Apa yang kau lakukan Paman! Menjauhlah Makhluk itu berbahaya!" teriak Clarissa.

Makhluk itu memalingkan mukanya ke arah kami. Aku bisa melihat dengan jelas bentuk tubuhnya. Dia memiliki kepala singa namun dengan postur tubuh yang menyerupai manusia. Tingginya sekitar 2,5 meter dengan tubuh yang sangat kekar. Tangannya sangat besar dan memiliki cakar yang Panjang. Sekilas cakar itu terlihat mengkilap seperti besi. Ia memakai celana besar dan ekornya keluar dari lubang di belakang celananya.

"Tenanglah nona muda, aku orang yang baik," ucap makhluk tersebut pada Clarissa.

Aku menatapnya terkejut, ternyata makhluk ini bisa berkomunikasi. Tidak, seharusnya aku menduganya dari tadi. Makhluk ini mungkin sejenis setengah binatang yang bisa mengendalikan insting binatangnya, berbeda dari ayah Clarissa.

"Tenanglah Clarissa, seperti yang kau lihat makhluk ini tidak berbahaya. Namanya Leon."

"Salam kenal, namaku Leon."

Clarissa Nampak masih bingung denga apa yang terjadi. Namun, dia segera menenangkan diri dan kemudian duduk pada batang pohon yang tergeletak di depan Arnold. Aku mengikutinya dan duduk di sebelah Clarissa.

"Aku melihat ada banyak jejak cakaran sepanjang perjalanan, sebenarnya apa yang terjadi?" tanyaku.

Setengah binatang bernama Leon itu terlihat malu dia kemudian menjawab, "Saat itu aku ketakutan melihat senapan milik Arnold, ditambah lagi dia mengejarku terus menerus, aku hanya bisa kabur dengan tergesa-gesa."

Apa ini? Bukankah ini terlalu jauh dari yang kubayangkan? Paman Arnold mengejar Leon? Kenapa makhluk seperti ini takut dengan senapan? Tunggu! Kalau dipikirkan aku juga tak bisa melawan senapan, meskipun aku telah berubah tetapi jelas, aku masih berada dalam batas manusia biasa.

"Ada apa dengan pandangan itu, apa kau pikir setengah binatang sepertiku kebal terhadap senapan, meskipun secara teoritis aku tidak akan terluka terlalu parah, tetapi aku masih bisa merasakan rasa sakitnya tahu! Ini mirip seperti jarum, walaupun manusia mungkin tidak akan terluka parah tetapi tak ada manusia yang mau ditusuk jarum terus menerus."

Leon mengkritik pandanganku dan Clarissa lalu menjelaskan secara rinci bagaimana sakitnya ketika ditembak senapan. Aku tak terlalu memperhatikan penjelasannya, aku hanya fokus pada satu hal. Leon, meskipun penampilannya terlihat garang, nampaknya, dia memiliki kendali penuh atas tubuhnya.

"Kalau begitu bolehkah aku bertanya satu hal, kematian para pendaki bukit Verra, apakah itu terkait denganmu?"

Pertanyaan Clarissa tiba-tiba membuat suasana menjadi tegang.