1 Prolog

Bulan Juli, 2010 ...

Sore itu Lena Evelyn Indrawan, perempuan berusia 20 tahunan pergi ke sebuah acara perkenalan dan makan malam yang diadakan oleh sebuah grup  single  di Kota Bandung.

Acara perjodohan tersebut diadakan di cafe  bernuansa western dan khusus ditujukan untuk orang-orang high class.

Pengunjung grup itu rata- rata terdiri dari para single  man  dan  woman  yang berusia 20 sampai 30 tahunan.

Dia pergi ke Apollo Cafe yang berada di Jalan Braga bersama temannya. Sepulang kerja tadi sore, Vina sudah  menunggu  di depan kantor Lena. Dia sengaja menjemput Lena di sana karena takut kalau perempuan itu membatalkan janjinya dengan Vina.

Sebelum berangkat ke kafe, Vina menyuruh Lena untuk mandi dan berdandan di rumahnya. Dia juga meminjamkan salah satu  dress  terbaik kepunyaannya pada Lena agar dipakai pada acara tersebut.

Setelah siap, mereka berdua bersama-sama pergi mengunjungi acara perjodohan itu.

Tiba di  cafe  kedua perempuan tersebut bergegas masuk ke dalam lalu mengisi buku tamu yang terletak di sebuah meja kecil dekat pintu masuk.

Ketika sudah benar-benar berada di dalam  cafe  yang cukup ramai oleh pengunjung  single, mereka memilih tempat duduk di sebuah sofa yang menghadap ke arah  stage agar dapat melihat penyanyi  cafe.

Sebenarnya suasana hati Lena tidak terlalu baik pada saat datang pertama kali bersama Vina. Dia semakin pesimis waktu melihat ke arah para pengunjung  cafe.

Setelah setengah jam berada di cafe, seorang wanita berwajah ramah menghampiri mereka yang sedang asyik menyantap makanan khas kafe itu. Wanita tersebut lalu memperkenalkan dirinya.

"Selamat Malam, perkenalkan saya Eva ketua grup  single  di sini. Maaf menggangu waktu kalian sebelumnya."

"Gak apa-apa, Kak," sahut Lena ramah.

Eva pun duduk di hadapan Lena kemudian bersalaman dengannya.

"Nama kamu siapa?" tanyanya.

"Lena, Kak."

"Kamu sudah mengisi data di buku tamu belum?" tanya Eva lagi.

"Sudah."

"Okay, semoga kamu  enjoy  di sini ya." Eva tersenyum pada Lena.

"Iya, Kak."

Setelah itu Eva beranjak dari sofa lalu berkeliling menyapa semua orang yang hadir di cafe.

Lena bingung kenapa cuma dia yang diajak kenalan oleh Eva, sementara Vina tidak dianggap sama sekali oleh Eva. Dia bahkan membuang wajahnya ketika bertemu Vina.

Lena penasaran lalu bertanya padanya.

"Vin, kenapa tadi kak Eva gak kenalan sama kamu? Dia juga buang wajah di depan kamu."

"Karena kita udah kenal sebelumnya. Dia mantan rekan kerjaku," ujar Vina datar.

"Seharusnya dia nyapa kamu, kalian kayak lagi musuhan aja." Lena merasa kasihan pada Vina karena sikap Eva tadi.

"Masa bodoh mau musuhan atau enggak, yang penting aku bisa mendapatkan jodoh di sini," balas Vina ketus.

Mungkin dia memang tidak dekat dengan Eva, pikir Lena

Vina lantas mengalihkan perhatiannya pada seorang laki-laki yang duduk dekat  stage, dia memakai kacamata minus tebal dan kemeja  pink.

"Len, kamu lihat gak cowok yang duduk di sana?"

"Yang mana?" Lena mencari-cari orang yang dimaksud Vina.

"Itu yang duduk dekat  stage," tunjuk Vina.

"Iya, aku tau. Kamu jangan tunjuk-tunjuk gitu, gak sopan," tukas Lena.

"Maaf. Menurutmu dia ganteng gak?" Vina terus memandangi pria itu tanpa menoleh ke arah Lena.

Sepertinya dia terpesona pada laki-laki berbaju pink itu. Suka sih boleh saja tapi jangan berlebihan. Lena membatin.

"Enggak, biasa saja," jawab Lena sinis.

"Biasa saja? Dia ganteng banget, lho." Mendadak Vina jadi kesal setelah mendengar penilaian Lena.

"Enggak ganteng Vin," balas Lena.

"Kalau cowok itu bagimana? Ganteng gak?" tanya Vina lagi sambil menunjuk pada seorang laki-laki berambut cepak.

"Hmm, lumayan. Tapi dia bukan tipe cowok aku," jelas Lena.

"Jadi tipe cowok kamu kayak apa?" tanya Vina penasaran.

"Tipe cowok aku tuh yang putih, manis, kalem dan hangat," terang Lena.

Setelah mendengar ucapan Lena, Vina cuma mengangguk-angguk mengiyakan karena tipe cowoknya berbeda dengan Lena.

Vina lebih suka cowok berkacamata, gagah, kaku dan dingin. Sehabis ngorol sebentar, mereka kembali menyantap makanan mereka yang tampak lezat itu.

Meski Lena agak kecewa karena tidak menemukan sosok pria yang sesuai dengan harapannya di sana, tapi hatinya sedikit terobati dengan makanan khas Apollo Cafe yang enak juga menarik.

Selesai makan, Lena melirik ke jam tangannya. Duh, udah jam 9 nih. Gua harus cepet-cepet pulang. Batin Lena.

"Vin, ayo balik. Udah malam," ajak Lena tiba-tiba.

"Emang sekarang jam berapa? Kok udah mau pulang?" tanya Vina.

"Jam 9. Kita pulang aja ya, aku bosen berlama-lama di sini. Mau berkenalan dengan cowok-cowok itu juga malas," gerutu Lena, dia menekuk wajahnya.

"Ya udah ayo balik sekarang. Kamu kan Cinderella yang gak bisa pulang terlalu malem, betul gak?" Vina bercanda.

"Salah, bukan Cinderella tapi Sleeping Beauty. He, he, he." Lena menanggapi candaan Vina.

Lalu mereka berdua beranjak dari sofa dan menghampiri Eva di dekat kursi penerima tamu.

"Kak, kami pulang dulu ya. Sudah malam," ujar Lena pada Eva.

"Lho kok buru-buru sekali? Gimana acaranya, suka?" tanya Eva.

"Suka, Kak."

"Sudah menemukan laki-laki yang cocok dengan kamu atau belum?" tanya Eva lagi.

"Belum. Maaf ya, Kak."

"Gak masalah, Lena. Kalau begitu nanti saya kenalkan dengan cowok lain. Tunggu sms dari saya."

"Terimakasih."

"Sama-sama," balas Eva.

Sesudah berpamitan dengan Eva, Lena cepat-cepat menarik lengan Vina,  mengajaknya keluar dari  cafe.

Selama perjalanan pulang, Lena merasa tidak tenang karena tidak ijin terlebih dulu pada orangtuanya jika dia pergi ke  cafe  bersama Vina.

Mereka cuma tahu kalau Lena malam ini lembur seperti biasanya, bukan pergi ke  cafe  dengan Vina. Setiap akhir bulan dia memang selalu lembur, tapi untung saja pekerjaan hari ini cepat selesai karena atasannya sedang ada urusan bisnis di luar kota.

Tiba di rumah, Lena langsung masuk ke kamar dan mengganti  dressnya dengan baju tidur, lalu dia membersihkan  make-up  di wajahnya, mengambil handuk bersih, dan pergi ke kamar mandi.

Saat di kamar mandi Lena merasa kesal karena waktu di  cafe  tadi acara perjodohan itu sangat membosankan, juga tidak ada satu pun laki-laki yang menarik di sana.

Memang semenjak putus dengan mantan kekasihnya tahun lalu, Lena menjadi trauma. Hatinya terluka dan patah sehingga tidak dapat menilai laki-laki lain dengan pikiran jernih.

Rendy, mantan kekasihnya dulu memutuskan Lena begitu saja kemudian menikah dengan perempuan lain yang lebih cantik, pintar, royal dan kaya raya dibandingkan dirinya.

~~~~

avataravatar
Next chapter