webnovel

Esostrefis Gynaíka

Saat seorang wanita yang memiliki trauma masa lalu bertemu pria yang di matanya baik, tulus, dan tertarik kepadanya. Apakah ia akan membuka hatinya untuk pria itu dan menerimanya sebagai kekasihnya atau ia akan tetap tenggelam dalam traumanya?

Vienna_Gu · Urban
Not enough ratings
59 Chs

Kemarahan Lena

Pagi ini Lena tidak mengendarai motornya ke kantor karena akan dijemput Evan nanti sore. Meskipun dia tidak yakin mau bertemu Evan lagi tapi dia akan mencoba mengikuti saran Ivana dan Rika untuk berteman dengan Evan.

Saat jam istirahat tiba dia dan rekan-rekannya pergi menuju ruang makan khusus untuk para  staff. Seperti biasa dia duduk di sebelah Rika, lalu mereka mulai menyantap bekal mereka masing-masing.

"Ka, nanti sore Evan mau jemput aku di sini, lho," ujar Lena tiba-tiba.

"Oya? Pantas tadi aku gak liat motor kamu di parkiran," balas Rika.

"Iya, aku tadi gak naik motor, tadi aku naik transportasi umum ke sini," jelas Lena.

"Lantas kalian mau pergi ke mana? Apa dia cuma menjemputmu saja, lalu mengantarmu pulang ke rumah? Kamu tidak mengajak dia makan malam di kafe?" Rika menyenggolnya sambil tertawa.

"Aku tidak tahu dia mau mengajakku pergi ke mana, lagipula aku tidak mungkin mengajak dia makan malam terlebih dahulu," pungkas Lena.

"Tidak masalah kalau cewek bersikap agresif terhadap cowok." Rika menggodanya.

"Hmm ... Len, kapan kamu mau memperkenalkan pacarmu pada kita?" Susan tiba-tiba menimpali.

"Aku belum berpacaran dengannya, aku baru berkenalan dengannya dua hari yang lalu," balas Lena datar.

"Kalian baru saling mengenal dua hari lalu? Apakah dia ingin menjemputmu karena dia menyukaimu?" tanya Susan penasaran.

"Apa yang Susan katakan itu ada benarnya, mungkin dia menyukaimu," timpal Rika, ia terkekeh.

"Ha, ha, gak mungkin. Aku kira dia hanya ingin mempermainkan perasaanku saja. Waktu kami makan malam dan hangout di mall dua hari lalu , sikapnya begitu menyebalkan," sahut Lena.

"Memang apa masalahnya kalau baru berkenalan dengan cowok, lalu dia menjemputmu ke kantor?" tanya Fiona.

"Menurutku tidak masalah jika seorang laki laki baru berkenalan dengan perempuan, lantas dia berbaik hati menawarkan untuk menjemput teman barunya di kantor," imbuh Rika.

"Aku juga waktu dulu pernah diantar jemput ke kantor oleh cowok yang baru kukenal selama seminggu," ungkap Fiona.

"Ngomong-ngomong, siapa nama cowok kamu? Tommy kalau gak salah, ya? Bukankah dia sekarang sudah menikah dengan Sheila?" tanya Susan, usil.

"Namanya bukan Tommy tapi Justin. Dia bukan cowokku, San," balas Fiona.

"Len, apa dia kelihatannya suka sama kamu atau tidak?" Susan kembali bertanya.

"Aku tidak tahu. Kencanku dengannya waktu itu tidak berjalan sesuai rencana, alias gagal," jelas Lena acuh tak acuh.

"Gagal bagaimana maksudmu?" Susan mengernyit.

"Sudahlah, tidak usah dibahas lagi," jawab Lena kesal mengingat pertemuannya kemarin dengan Evan.

"Mungkin dia cuma mau menjadikan kamu sebagai pelariannya saja." Fiona memanas-manasi Lena.

"Mungkin saja. Ngomong-ngomong, bagaimana kabar mantan pacarmu sekarang?" Tiba-tiba Ranty bertanya tentang mantan Lena, padahal sedari tadi Ranty tidak ikut menyimak percakapan mereka.

Spontan Lena beranjak dari kursi sambil membelalakkan mata, wajahnya pun memerah.

"Lho, kenapa kamu mendadak menanyakan

Rendy?! Bisakah kau tidak membahas masa laluku di sini?!!" hardik Lena pada Ranty.

Mereka terkejut melihat Lena marah seperti itu, tidak biasanya dia bersikap begitu.

"Sabar, sabar, Len." Rika menenangkan Lena.

"Tolong, jangan buat aku marah, Ranty!" Lena benar-benar emosi.

"I-iya, Len. Maaf, aku janji tidak akan membahas mantan kamu lagi," balas Ranty lirih dengan tatapan ketakutan melihat wajah Lena semakin memerah.

Tidak biasanya Lena semarah itu, kemudian Fiona berusaha mencairkan suasana di ruang makan agar tidak ada yang bertengkar lagi.

"Sudah, kita lanjutkan lagi makan siangnya," ajak Fiona pada teman-temannya.

Setelah suasana di ruang makan agak tenang, mereka melanjutkan santapan makan siang mereka.

Selesai makan siang, Lena mengajak Rika kembali ke ruangannya masing masing.

"Ka, ayo balik ke ruangan, banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan hari ini."

"Ayo. Susan, Fiona, Ranty aku balik ke ruanganku dulu, ya," ujar Rika, tersenyum tipis.

"Baiklah. Kita masih mau mengobrol di sini," balas Fiona datar.

Rika pun menganggukan kepalanya kepada mereka, lalu Rika dan Lena keluar dari ruang makan untuk kembali bekerja di ruangannya masing-masing.

Ketika mereka berdua sudah berada di depan ruangan Rika, Lena menarik tangan Rika dan mengajaknya masuk ke dalam Ruang Marketing.

"Len, kenapa kamu ikut masuk ke sini?" tanya Rika bingung.

"Aku mau bicara sebentar denganmu," jawab Lena.

"Mau bicara apa?" tanya Rika lagi.

"Aku minta kamu agar tidak bicara apapun tentang Evan ke mereka. Kalau mereka tanya siapa nama teman baruku, bilang saja tidak tahu." Lena memohon kepada Rika.

"Tenang saja, aku tidak akan mengatakan apapun tentang Evan pada Fiona dan Susan," tandas Rika.

"Aku tahu kamu sahabat yang baik. Terimakasih, Ka." Lena memeluk erat Rika.

"Mengenai ucapan Ranty di ruang makan tadi jangan dianggap serius ya. Lupakan saja perkataannya, Ranty memang seperti itu sikapnya." Rika menghibur Lena yang masih terlihat sedih.

"Tadi aku benar-benar emosi, kenapa Ranty selalu mencampuri urusan orang lain??" keluh Lena.

"Fiona dan Susan pun sama saja, hanya cara mereka bertutur lebih halus dari Ranty. Sebaiknya kau berhati-hati terhadap mereka bertiga, jangan gampang tertipu dengan sikap manis dan baik mereka." Rika memperingatkan Lena.

"Semestinya, aku tidak cerita masalah pribadiku di depan mereka, aku tidak sadar kalau mereka adalah ratu gosip dan menyebalkan," sesal Lena.

"Aku juga tadi tidak sengaja berbicara tentang Evan di depan mereka. Maaf ya. Tapi aku senang karena nanti sore dia akan menjemputmu di sini, mungkin dia memang menyukaimu pada pandangan pertama." Rika menggoda Lena, ia tertawa kecil sementara Lena cemberut.

"Aku juga senang dijemput olehnya, tapi aku tidak mau berharap lebih kepadanya," tutur Lena.

"Itu artinya kau pun ada perasaan suka terhadapnya. Benar tidak? Tapi kamu tidak mengakui perasaanmu sendiri dengan mengatakan kalau sikapnya kaku, penampilannya aneh, dan sebagainya." Rika menggodanya lagi.

"Apa kamu bilang? Aku menyukai Evan? Aku sama sekali tidak ada perasaan apapun untuknya." Lena mengelak, namun di hatinya memang sudah ada sedikit rasa untuk Evan.

"Mengaku sajalah, jangan membohongi perasaanmu. Kalau misal kamu tidak menyukai Evan, kamu tidak akan mau dijemput Evan." Rika terus mendesaknya.

"Aku menerima tawarannya, bukan karena aku menyukai dia, tapi aku penasaran dengan Evan sekaligus mengikuti saran kamu dan kakakku agar aku berteman dengannya," ungkap Lena.

"Apapun alasannya, aku mendukung hubungan kamu dengan Evan. By the way, nanti sore atau besok kita lanjutkan lagi obrolan kita. Ayo kerja lagi, semangat!"

"Terimakasih banyak atas waktunya, Ka."

"Your welcome, my best friend," balas Rika tersenyum tulus dan lembut.

Sesudah berbicara dengan Rika di ruangannya, Lena merasa lebih lega. Sahabatnya itu memang sangat baik dan pengertian.

Untungnya, Bu Santi dan Pak Iwan seringkali tidak berada di kantor sehingga Lena mempunyai banyak kesempatan untuk mencurahkan isi hatinya pada Rika.

******