webnovel

Esostrefis Gynaíka

Saat seorang wanita yang memiliki trauma masa lalu bertemu pria yang di matanya baik, tulus, dan tertarik kepadanya. Apakah ia akan membuka hatinya untuk pria itu dan menerimanya sebagai kekasihnya atau ia akan tetap tenggelam dalam traumanya?

Vienna_Gu · Urban
Not enough ratings
59 Chs

Depresi?

Lena tidak menyangka kalau kakaknya ternyata sudah akrab sekali dengan Nino, calon tunangan Ivana. Selama ini ia tidak mengetahui hubungan mereka karena terlalu sibuk memikirkan dirinya sendiri.

Ada rasa iri yang singgah di hati Lena terhadap Ivana. Kalau dia saja bisa mendapatkan laki-laki baik sebagai suaminya kenapa sampai sekarang Lena belum menemukan laki-laki itu?

Lena sengaja duduk di meja paling luar di dekat pintu masuk Kafe Ivory menunggu Ivana hingga selesai berbicara dengan Nino di telepon selulernya.

Pembicaraan mereka berdua benar-benar seru sekaligus menegangkan bagi Lena, pikiran mengenai Ivana yang selama ini alim dan dewasa ternyata salah.

Sehabis menguping percakapan di antara Ivana dan Nino, Lena pun segera menghampiri kakaknya yang sedang asyik menyeruput minuman ocean blue dari gelasnya.

"Hai, Kak," sapa Lena, ia tersenyum kepada Ivana namun raut wajahnya nampak sedih.

"Hai, Len." Ivana mengangkat wajahnya pada Lena.

"Udah pesen makanan belum?" tanya Lena.

"Belum, by the way kamu mau makan apa? Di sini banyak makanan yang enak-enak, lho," jawab Ivana.

"Terserah kamu aja, deh. Aku bingung," sahut Lena.

"Kalo gitu aku pesenin Beef Cordon Blue 1 sama lemon squash 1, gimana?" Ivana bertanya pada adiknya.

"Oke, thanks Kak."

"Sama-sama." Ivana mengembangkan senyuman manisnya.

"Kamu sendiri gak makan? Atau udah kenyang duluan? Kalian akrab banget, ya," sindir Lena.

"Hah? Maksudnya apa? Aku gak ngerti," pungkas Ivana.

"Tadi abis teleponan sama Nino, kan? Mesranya ... hmm, bikin iri aja deh." Lena tidak mampu menahan kegalauannya terhadap hubungan Ivana dan Nino.

"Ya wajarlah mesraa ... namanya juga calon tunangan," balas Ivana sedikit sinis.

"Aku gak nyangka kalo kamu bisa kayak gitu, padahal di rumah alimnya setengah mati. Jangan-jangan kalian udah tidur bareng juga lagi." Lena mencurigai Ivana.

"Husshh! Ngomong apa kamu barusan?! Jangan nuduh sembarangan ya!" hardik Ivana.

"Maaf, maaf. Aku gak bermaksud nuduh, kok," sanggah Lena.

"Ya udah, aku mau pesen makanan dulu buat kamu." Ivana mengambil buku menu lalu memilih-milih makanan yang di sebutkan tadi.

Kemudian Ivana memanggil waiter yang sedang berdiri di dekat meja kasir, dia melambaikan tangannya pada waiter itu.

"Mba ...."

Waiter yang dipanggilnya pun segera menghampiri Ivana di meja nomor 5.

"Iya, Kak. Mau pesan apa?"

"Pesan Lemon Squashnya 1, Beef Cordon Bluenya 1 dan French Fries 1," ujar Ivana pada waiter.

Waiter itu mencatat semua pesanan Ivana pada selembar kertas lalu sesudah selesai mencatat ia pun mengulang menu pesanan Ivana.

"Beef Cordon Blue 1, Lemon Squash 1, French Fries 1, betul?"

"Betul, Mba," jawab Ivana.

"Baik, ditunggu sebentar makananannya ya."

"Iya, Mba."

Setelah memesan makanan untuk dinner sore itu, Ivana mulai membahas apa yang diketahuinya dari Rika mengenai kondisi mental Lena.

"Len, kakak sengaja ngajak kamu dinner di sini karena ada hal serius yang mau diomongin ke kamu." Wajah Ivana berubah menjadi tegang.

"Emangnya mau ngomongin apa? Kenapa gak ngobrol di rumah aja?" tanya Lena penasaran.

"Gak bisa, aku gak mau orang rumah sampe tau," tukas Ivana.

"Aku jadi makin penasaran ... sekaligus takut." Lena tiba-tiba merasa gelisah.

"Ini soal mental kamu ... aku baru tau kalo kamu depresi, Len," ungkap Ivana.

"Apa? Depresi?! Gak mungkin!" Teriakkan Lena begitu kencang sehingga menarik perhatian para tamu yang sedang makan di Ivory Cafe.

"Sssttt! Kamu jangan teriak gitu, malu tau." Ivana memperingatkan Lena.

"Jujur aku kaget banget, makanya tadi langsung teriak," balas Lena.

"Rika bilang kamu depresi ... sebelum aku bertunangan sama Nino sebaiknya kita pergi ke psikiater dulu. Besok Kamis aku anter kamu ke dr. Elman," tandas Ivana.

"Gimana? Ini buat kebaikan kamu juga, sih," lanjut Ivana.

"Aku pikir-pikir dulu, ya," sahut Lena sedikit ragu.

Ivana mengangguk perlahan pada adiknya, dia cuma ingin yang terbaik bagi Lena. Tak lama kemudian seorang waiter lainnya datang menghampiri meja Ivana sambil membawa pesanan mereka.

"Pesanannya dateng, tuh. Kamu makan dulu, gih." Ivana menyuruh Lena makan malam terlebih dahulu.

"Bereess, Kak. By the way, itu french friesnya buat siapa?"

"Kenapa emangnya? Kamu mau?"

"Mau banget, he ... he ... he."

"Ya udah makan sana." Ivana cemberut.

Sebenarnya Ivana sedang ingin sekali menyantap hidangan kentang goreng dengan bumbu garam di atasnya yang nampak lezat juga nikmat.

Entah mengapa Ivana merasa seperti orang yang sedang mengidam makanan tertentu.

Setelah semua hidangan tersebut disajikan oleh waiter, Lena pun menundukkan kepalanya lalu mendoakan makanan serta minuman di depannya.

Malam itu adalah malam dimana hubungan antara Ivana dan Lena mulai membaik, walaupun kehidupan Ivana selanjutnya tidak sesuai yang diharapkan.

Sebelum acara pertunangan berlangsung pada hari Sabtu di akhir bulan Agustus itu, Ivana mendapati dirinya hamil. Semua orang terkejut dengan kehamilan Ivana yang tiba-tiba.

Lantas sebenarnya siapa yang sudah menghamili Ivana?

******