webnovel

Kedatangan Yang Tidak Terduga

"Luna."

Gadis itu kaget, dia menoleh ke samping ke arah pintu kamar. Dia melihat Hemaria yang berdiri di pintu kamar, melihat itu dia mendekatinya.

"Tante."

"Kamu di sini. Sedang apa kamu di kamar ini."

"Membereskan ini."

"Tidak perlu."

Hemaria mengajak Luna keluar dari kamar itu, mata Hema memandangi kamar tersebut dengan wajah sedih. Dia meninggalkan kamar tersebut berjalan di belakang Luna dengan salah satu tangan yang digenggam oleh gadis itu.

"Kapan kamu ke sini."

"Tadi."

"Oh... Tante tidak menyadari kedatangan kamu. Mungkin karena Tante menghabiskan waktu di dalam kamar. Sekarang lebih baik kita menunggu makan malam selesai sebelum kamu pulang."

"Tidak apa-apa, Tante. Aku langsung pulang saja karena takutnya Mama dan Papa cemas. Hari mulai malam, mereka pasti cemas karena aku belum pulang."

"Baiklah. Kalau begitu biarkan sopir mengantarmu."

"Tidak perlu, Tante. Aku bisa pulang sendiri. Kalau begitu aku pergi dulu, terima kasih atas tawarannya."

Luna bergegas meninggalkan rumah besar itu setelah menyalami tangan Hema. Dia tidak ingin merepotkan siapapun, jadi dia memutuskan untuk pulang sendirian menggunakan ojek online. Setelah keluar dari rumah itu di berhenti di tengah halaman rumah. Dia mengarahkan kedua bola matanya memandangi sebuah kamar yang sebelumnya dia masuki. Dia melihat bayangan seseorang dari jendela tersebut.

"Mungkinkah orang yang tadi berbicara denganku adalah kakaknya kak Liam. Mungkin."

Luna menepikan rasa penasaran dan hal yang menonjol di hatinya tersebut mengenai kamar yang membuat dia sedikit merinding. Dia memegang tali tas slempang bagian depan yang menyilang di dadanya, kaki melangkahkan kaki keluar dari gerbang rumah menghampiri seorang tukang ojek online yang sudah datang.

"Kak Chan."

Di tengah perjalanan menuju rumah dia melihat Chan berada di taman bersama beberapa anak-anak kecil.

"Berhenti, Pak."

Luna turun dari ojek, dia melihat para anak-anak kecil itu berlari meninggalkan sosok Chan dengan beberapa mainan di tangan mereka seperti bunga, boneka, dan mobil-mobilan.

"Kak."

"Luna."

"Anak-anak tadi. Ada acara apa sampai dikerumuni oleh anak-anak. Anak-anak, bukankah ini sudah sangat sore. Bagaimana anak-anak itu bisa ada di sini, orang tua mereka juga tidak ada."

"Ada. Kamu saja yang tidak melihatnya."

"Kakak kenapa di sini. Ayo pulang."

Luna berjalan lebih dulu, Chan meletakkan tangan kiri ke pundak kiri Luna dari belakang. Beberapa kali Luna mencoba untuk melepaskan tangan itu, tetapi Chan kembali berulang mendaratkan tangannya di posisi yang sama.

"Kak...."

Chan memegang pergelangan tangan Luna, dia melambaikan tangan di tepi jalan. Taksi berhenti, mereka berdua masuk dengan candaan yang masih diberikan oleh Chan.

Taksi tersebut berhenti tepat di depan gerbang rumah Luna. Setelah keluar dari taksi mereka melihat motor metik berada di halaman rumah.

"Yona. Itu motor Yona."

Luna tersenyum lebar, dia melangkah masuk ke dalam rumah. Namun, senyuman yang lebar itu memudar berganti dengan tersenyum ringan.

"Pak Saka."

Bukan hanya Yona, Saka juga datang menemani adiknya itu. Yona datang ke rumah tersebut ingin mengerjakan tugas kelompok yang mereka tunda tadi siang. Luna melihat tas Yona di samping Saka, tetapi dia tidak menemukan sosok temannya itu.

"Yona mana."

"Teman kamu itu ada di kamar. Katanya dia lupa membawa puplen, jadi Mama suruh dia mencari pulpen kamu di kamar."

Luna ke kamar, Chan duduk di bangku yang kosong memperhatikan Saka.

"Sekarang kita ke dapur. Kebetulan Tante sudah memasak untuk makan malam. Kita makan malam bersama."

"Tante Tiwi benar. Ayo...."

Arya berdiri, dia merangkul punggung Saka mengajaknya ke dapur. Tiwi menyuruh Chan untuk memanggil Luna dan Yona agar ikut bergabung bersama mereka. Tiwi mengikuti jejak suaminya dan Saka ke dapur, selagi para semua orang berkumpul Tiwi menyiapkan segalanya.

"Kami cukup sedih setelah mendengar cerita Nak Saka."

Tiwi menuangkan air ke dalam gelas di depan Saka, dia tidak sebagai menumpahkan gelas tersebut dan membuat baju Saka basah. Mereka sama-sama kaget, Tiwi meminta maaf sambil mengeringkan baju tersebut menggunakan lap meja. Dia refleks, wanita paruh baya itu merasa bersalah.

"Saka. Kamu ganti pakaian di kamar Chan saja."

"Chan?"

"Chandra. Dia anak angkat kami, kakaknya Luna. Kamarnya ada di samping kamar Luna."

Saka terdiam bengong mendengar hal yang tidak dia ketahui sebelumnya. Saka mengikuti perintah Tiwi untuk masuk ke dalam kamar yang ada di samping kamar Luna. Dia memeriksa lemari, dia mengambil salah satu baju kaos milik Chan. Ketika dia menarik baju tersebut, kalung liontin biru yang diambil oleh Chan terjatuh dari selipan kain tersebut.

"Saka, dapat?"

"Dapat, Tante."

Saka memperlihatkan baju tersebut kepada Tiwi, dia mulai beralih ke kamar mandi untuk mengganti bajunya.

Di kamar Luna keheningan terlihat, Luna dan Chan melihat Yona berdiri tersenyum dengan kedua tangan berada di belakang punggung. Dia kaget melihat kehadiran mereka berdua seolah dia sedang menyembunyikan sesuatu seperti pencuri.

"Apa yang kamu sembunyikan."

Sebelum dia tertangkap basah terpaksa Yona mengaku dengan benda yang saat ini berada di dalam genggamannya. Salah satu tangan menggenggam pulpen dan tangan lain sedang menggenggam sebuah gelang dengan liontin berwarna biru.

"Ini Kan gelang pemberian mendiang Kakek."

"Aku mendapatkannya terjatuh di bawah meja. Bagus sekali."

"Iya. Itu hadiah ulang tahunku. Sayangnya aku kehilangan kalungnya. Aku sudah mencarinya ke mana-mana tetapi aku tidak menemukannya."

Luna mengambil gelang tersebut, dia memakainya lalu mengangkat tangan kirinya dengan Yona dan Chan juga menetap gelang tersebut yang bersinar karena lampu.

"Ternyata ada gelangnya juga."

"Kak Chan."

Yona mendekati Chan, gadis itu sudah cinta pada pandangan pertama kepada Chan. Raut wajah Chan terlihat bingung, hal yang membingungkan dia adalah pertemuan pertama mereka.

"Dia mengenal aku. Bukannya wajah waktu itu...."

Chan bebrucara dalam hatinya.

"Kalian bertiga. Ayo ke dapur untuk makan malam sebelum kalian mengerjakan tugas sekolah."

Tiwi mengajak mereka bertiga ikut bersamanya dan Saka yang ada di sampingnya. Chan kaget, dia melihat Saka memakai baju kaosnya.

"Mama yang menyuruh Nak jaga untuk menggunakan bajumu karena bajunya basah."

Saka menatap Chan dalam, cara Saka menatapnya membuat Chan mulai khawatir tentang identitasnya yang akan terungkap. Namun, Saka hanya diam memendam kecurigaan yang ada di benaknya. Sepanjang makan malam mereka interaksi antara kedua bola mata Chan dan Saka selalu menatap menambah kecemasan Chan.

"Aneh. Kenapa dengan mereka berdua."

Luna menyadari tatapan mereka berdua, dia sampai menjatuhkan sendok karena tidak fokus memakan makanan yang ada di depannya. Luna merendahkan tubuh meraih sendok yang ada di lantai. Kedua bola mata diarahkan ke depan, dia membingungkan melihat cahaya biru keluar dari saku celana kanan Saka. Matanya menyepit, dahi mengerut, dan bengong.