Setelah beberapa hari menikah, kabar pernikahan Putri Olivia dan Pangeran Matius sampai juga di telinga Raja Marvellius. Dia sangat kecewa dan marah kepada Raja Edward. Pada suatu sore, Raja Marvellius berkunjung ke kerajaan Zanzibar dengan naik kereta kuda bersama beberapa prajurit berkuda pengawalnya untuk menemui Raja Edward di istananya.
"Pangeran Matius malah kamu jodohkan dengan Putri lainnya! Heemmm…tak kusangka!" tuduh Raja Marvellius kepada Raja Edward sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, Marvellius! Jangan menuduh sembarangan! Kamu ke mana saja selama ini saat aku dalam kesulitan? Putraku lebih mencintai Putri Olivia daripada Putrimu! Aku tidak bisa memaksanya!" jawab Raja Edward kepada Raja Marvellius.
"Kesulitan apa? Bukankah selama ini kamu dan pendudukmu tidak kekurangan suatu apapun? Bagaimana kamu tahu Putramu lebih mencintai Putri Olivia daripada Putriku?" tanya Raja Marvellius yang pura-pura tidak tahu mengenai peperangan itu.
"Sekarang, pergi dari kerajaanku! Aku sudah tidak mau berbicara denganmu lagi, Marvellius!" usir Raja Edward sambil berdiri dari kursi rajanya dengan kedua mata melotot dan menunjuk ke luar istana kerajaan dengan jari telunjuk kanannya.
"Baiklah, aku akan pergi dari kerajaanmu! Aku tidak akan menginjakkan kedua kakiku di kerajaanmu lagi! Tapi ingat, jangan pernah meminta bantuan apapun kepadaku lagi!" kata Raja Marvellius sambil berdiri dari kursinya dan terus menatap tajam kedua mata Raja Edward.
"Aku tidak akan meminta bantuan apapun kepadamu! Pergi dari sini, cepat!" usir Raja Edward.
Raja Marvellius segera pergi meninggalkan istana kerajaan Zanzibar dengan sakit hati. Pangeran Matius dan Putri Olivia yang dari tadi mendengarkan pembicaraan ayah angkatnya dengan Raja Marvellius segera keluar dari dalam kamarnya menuju ke ruangan istana kerajaan.
"Ada apa yang sebenarnya, ayah?" tanya Pangeran Matius.
Pangeran Matius melihat ayahnya sedang berdiri di pintu istana kerajaan dengan mengerutkan dahinya sambil melihat kereta kudanya Raja Marvellius dan prajurit-prajurit berkuda pengawalnya keluar dari pintu gerbang kerajaan Zanzibar. Saat itu, Putri Olivia berdiri di samping Pangeran Matius.
"Dia datang kemari menanyakan pernikahanmu dengan Olivia. Sudahlah, Mari kita makan siang! Tidak perlu kita bahas! Tidak penting!" jawab Raja Edward kepada putra angkatnya sambil memegang bahu kirinya mengajak makan siang bersama.
Raja Edward tampak menyembunyikan sesuatu kepada anak angkatnya itu. Setelah selesai makan siang bersama, Pangeran Matius dan Putri Olivia menuju ke serambi kamarnya untuk bercengkerama dan ngobrol-ngobrol berdua sambil melihat lekukan-lekukan bukit Tori yang membentang dari arah barat dan timur di tengah Pulau Zepa yang banyak terdapat pohon cemara dan oak.
Bukit Tori terletak di sebuah pulau kecil yang bernama Pulau Zepa yang masih diklaim sebagai wilayah kerajaan Zanzibar. Pulau yang belum banyak dijamah manusia tersebut menyimpan banyak misteri. Konon kata penduduk kerajaan Zanzibar, pulau itu adalah pulau yang angker.
Sore nanti, Pangeran Matius berencana mengajak Putri Olivia ke pantai Loka lagi untuk menikmati pemandangan dan sunset di sana sambil menjenguk bapak dan ibu mertuanya. Ada tiga pantai di pulau Barbatos, yaitu pantai Loka di wilayah kerajaan Tanibar, pantai Chachieta di wilayah kerajaan Sinsibar, dan pantai Alcapulco di wilayah kerajaan Gilbar di Negeri Dakan. Pantai Loka adalah pantai terindah di pulau Barbatos tersebut.
Pada suatu hari, Raja Phillip sedang sakit keras. Semua tabib atau orang yang dianggap memiliki kelebihan dan mengerti tentang pengobatan, termasuk si nenek pendoa dari suku Hutlacan dan kepala suku Mamodu. Namun, tak satupun yang mampu menyembuhkan penyakitnya. Akhirnya, ajal tak dapat dielak oleh Raja Phillip. Raja Edward bisa menikahi Ratu Emillia, karena sebenarnya Raja Edward bukanlah ayah kandung Pangeran Matius.
Dulu, Pangeran Matius diadopsi dari penduduknya sendiri oleh Raja Edward ketika Pangeran Matius masih berumur 5 tahun yang sudah tidak berayah ibu lagi, sedangkan Raja Edward sendiri sudah lama tidak memiliki anak selama hidup bersama dengan Ratu Sonya hingga istrinya itu meninggal dunia akibat kanker rahim. Ratu Sonya dimakamkan di belakang istana kerajaan Zanzibar.
Dari kecil hingga dewasa sekarang ini, Raja Edward mendidik Pangeran Matius dengan disiplin. Kala itu, kehadiran Matius kecil telah memberikan harapan dan pelipur lara bagi Raja Edward dan Ratu Sonya di istana kerajaannya. Sebenarnya, Raja Edward ingin menikah lagi, tapi dia menginginkan wanita yang benar-benar mirip dengan Ratu Sonya.
Saat menghadiri prosesi pemakaman Raja Phillip, Raja Edward terperanjat saat melihat Ratu Emillia yang paras wajahnya mirip dengan mendiang Ratu Sonya, lalu Raja Edward menceritakan semua itu kepada Pangeran Matius dan Ratu Emillia di istana kerajaan Tanibar setelah pemakaman Raja Phillip telah usai.
Akhirnya, Ratu Emillia yang masih berusia 45 tahun itu bersedia dinikahi Raja Edward yang berumur 50 tahun. Sekarang, hati Pangeran Matius dan Putri Olivia menjadi lega karena kerajaan Zanzibar sudah ada yang mengurusnya. Kini, Matius berubah status menjadi Raja, bukan Pangeran lagi.
Demikian juga dengan Olivia, status Putri sudah tidak lagi disandangnya setelah dia dan suaminya itu dikukuhkan sebagai Raja dan Ratu kerajaan Tanibar. Raja Edward masih menjadi Raja di kerajaan Zanzibar dengan ditemani oleh Ratu Emillia sebagai istrinya setelah genap 40 hari kematian Raja Phillip. Setelah seminggu menikah, Ratu Emillia hamil.
Raja Edward senang sekali dengan kehamilan istrinya tersebut. Saat menginjak usia kehamilan istrinya di bulan ketiga, Raja Edward mendapat surat dari Raja Marvellius yang isinya adalah bahwa Raja Marvellius akan menaklukkan kerajaan Zanzibar dalam waktu dekat bekerjasama dengan Raja Helgar yang memimpin kerajaan Sibar.
Surat itu segera disampaikan oleh Raja Edward kepada anak angkatnya di kerajaan Tanibar. Raja Edward menghimbaunya agar selalu waspada dan memperkuat pertahanan dan keamanan kerajaannya. Setelah itu, Raja Matius segera menemui ayah angkatnya itu di kerajaan Zanzibar dengan dikawal oleh prajurit-prajurit berkuda pilihannya dan mengatakan kepadanya bahwa dia bersedia membantunya kapan saja bila diperlukan.
Sehari kemudian, Raja Edward membalas suratnya Raja Marvellius tersebut yang intinya mengatakan bahwa Raja Edward ingin bertemu dengan Raja Marvellius di taman Elka di depan kerajaan Zanzibar untuk membicarakan hal tersebut. Raja Marvellius segera mengirimkan surat balasan ke Raja Edward yang menyatakan kesanggupannya untuk menemui Raja Edward di taman Elka.
Setelah itu, Raja Marvellius segera berangkat menuju ke taman Elka dengan naik sebuah kereta kuda dan dikawal prajurit-prajurit berkuda pengawalnya dari semua posisi, depan belakang dan kanan kiri. Taman Elka terletak beberapa meter di depan pintu gerbang kerajaan Zanzibar. Taman Elka merupakan taman yang tak terlalu indah buatan Raja Edward dan Ratu Sonya.
"Apa maksudmu dengan mengatakan begitu kepadaku di suratmu yang kemarin, Marvellius? Aku memang tidak takut, tapi saya perlu penjelasan darimu!" kata Raja Edward kepada Raja Marvellius ketika duduk berhadapan di sebuah tempat duduk di taman Elka.
Beberapa prajurit pengawal Raja berdiri di samping kanan dan kiri masing-masing Rajanya.
"Alasannya? Tidak perlu aku jelaskan! Yang penting aku akan merebut kerajaanmu bersama Raja Helgar dan aku akan membunuhmu! Hahahaha!" jawab Raja Marvellius sambil tertawa terbahak-bahak.
"Aku tidak takut dengan ancamanmu dan Raja Helgar, Marvellius! Aku yang justru akan membunuh dan menghancurkan kerajaan kalian berdua! Lihat saja nanti!" balas Raja Edward.
"Baiklah kalau kamu tidak takut. Bersiap-siaplah mati, Edward." ancam Raja Marvellius.
"Jangankan saat perang membela kerajaanku nanti. Mati kapanpun aku siap, Marvellius." kata Raja Edward.
"Bagus. Aku akan menyiapkan peti mati untukmu! Hahahaha....!" jawab Raja Marvellius dengan tertawa terbahak-bahak sambil berdiri dari kursinya.
"Mari kita pergi dari sini. Kita persiapkan kekuatan untuk menghancurkan Zanzibar." kata Raja Marvellius mengajak prajurit-prajurit pengawalnya kembali ke kerajaannya.
Raja Edward menatap Raja Marvellius dengan serius. Tidak beberapa lama kemudian, Raja Edward kembali ke kerajaannya. Raja Edward segera menyiagakan prajurit-prajuritnya dan menghimbau penduduknya untuk waspada. Selain itu, beberapa mata-mata disebar sebagai langkah antisipasi dan mengorek keterangan.
Mata-mata kerajaan Zanzibar adalah orang-orang yang pura-pura berdagang di pasar-pasar tradisional di kerajaan Sibar dan Sinsibar. Karena tidak mau kecolongan, Raja Edward segera mengusir pedagang-pedagang asing yang ada di pasar dalam wilayah kerajaannya kecuali pedagang-pedagang dari kerajaan Tanibar.
Raja Edward mengirimkan surat lagi ke Raja Matius mengenai pertemuannya dengan Raja Marvellius di taman Elka. Untuk mengetahui perkembangan dan situasi kerajaan Zanzibar, Raja Matius kerap mengirimkan beberapa prajurit berkudanya ke kerajaan yang dipimpin oleh ayah angkatnya itu.
Beberapa bulan pun berlalu hingga Ratu Emillia melahirkan seorang bayi perempuan. Tidak ada satu pun penyerangan yang dilakukan oleh Raja Marvellius bekerjasama dengan Raja Helgar. Entah itu hanya gertak sambal darinya saja atau menunggu kelengahan Raja Edward. Tidak ada informasi-informasi yang berarti dari mata-matanya yang telah disebar oleh Raja Edward.
Meskipun demikian, Raja Edward tetap memperketat keamanan dan memperkuat pertahanan kerajaannya sebagai antisipasi terhadap serangan dari Raja Marvellius bekerjasama dengan Raja Helgar. Sebulan setelah kelahiran Putri Deasy, Raja Marvellius pergi ke kerajaan Sibar untuk menemui Raja Helgar.
"Hahahahaha....lalu apa imbalanku bila kita berdua berhasil menaklukkan kerajaan Zanzibar?" tanya Raja Helgar kepada Raja Marvellius sambil tertawa terbahak-bahak hingga satu buah anggur hitam di tengah lidahnya yang siap dilumatnya terlihat.
"Aku nanti akan menyerahkan separuh hasil pertanian dan tambang kerajaan Zanzibar kepadamu setiap tahunnya sebagai balas jasaku kepadamu!" tegas Raja Marvellius yang mengenakan mahkota kerajaannya kepada Raja Helgar.
"Setiap tahun?? Bukankah itu terlalu lama?? Bagaimana kalau setiap harinya saja? Hahahahaha...." tanya kembali Raja Helgar kepada Raja Marvellius dengan entengnya sambil tertawa terbahak-bahak lagi.
Kali ini, satu buah anggur hitam itu hanya terlihat kulit dan biji-bijinya saja di tengah-tengah lidahnya.
"Bagaimana kalau enam bulan sekali??" tawar Raja Marvellius sambil memperhatikan Raja Helgar mengumpulkan kulit dan biji-biji anggur hitam yang dikunyahnya tadi ke sudut kiri meja istana kerajaannya, bukan ke sebuah wadah yang telah disediakan sebelumnya.
"Bagaimana kalau tiga bulan sekali?" tawar Raja Helgar sambil mengambil satu buah anggur hitam lagi yang ada di sebuah piring yang berada di tengah-tengah meja tanpa melihat ke arah Raja Marvellius yang dari tadi berusaha mengajaknya bicara serius, lalu Raja Helgar memasukkan satu buah anggur hitam itu ke dalam mulutnya dan kembali ke posisi duduknya dengan menyandarkan punggungnya ke kursi empuknya.
Satu buah anggur hitam itu hanya dikulum-kulum saja.
"Baiklah, aku sanggupi permintaanmu!" sanggup Raja Marvellius.
"Bagaimana dengan kekalahanku dulu saat kamu membantu kerajaan Zanzibar? Aku minta ganti rugi! Hahahahaha..." kata Raja Helgar sambil tertawa terbahak-bahak lagi, lalu dia menyemburkan kulit dan biji-biji buah anggur hitam itu setelah dikunyah-kunyah ke samping kirinya.
"Berapa aku harus bayar untuk mengganti kerugianmu dulu?" tanya Raja Marvellius dengan serius.
"Eemmmmm.....berapa ya? Emmmmm...ditambah ini.....lalu ditambah itu....emmmmm.....semua jadinya 10.000 keping uang emas!" kata Raja Helgar yang menghitung dengan jari-jemarinya sambil menatap ke langit-langit istana kerajaannya kerugiannya dulu saat dipukul mundur oleh kerajaan Sinsibar pimpinan Raja Marvellius yang membantu kerajaan Zanzibar.
"Bila aku bayar ganti rugimu itu, apa kau bersedia membantuku?" tanya Raja Marvellius dengan serius.
"Tentu, sobat! Tentu! Jangan kuatir! Kapan kau memberikan 10.000 keping uang emas itu? Hahahahaha....." jawab Raja Helgar sambil tertawa terbahak-bahak lagi.
Kini, dia berhenti memakan buah anggur karena sudah merasa cukup. Sudah ada sekitar 30 buah kulit dan puluhan biji buah anggur hitam yang dikumpulkannya di sudut kiri di sebuah meja yang ada di hadapannya.
"Setelah kita berhasil menaklukkan kerajaan Zanzibar, kawan! Bagaimana?" sanggup Raja Marvellius.
"Baiklah! Bila engkau berbohong, maka tamatlah riwayatmu!" balas Raja Helgar.
"Aku berjanji atas nama Tuhan, Helgar! Sekarang, kita bahas strategi-strategi perang yang nantinya kita gunakan untuk menaklukkan kerajaan Zanzibar!" kata Raja Marvellius sambil bersumpah.
"Baiklah, sobat! Silakan dinikmati dulu minuman dan buah-buah anggurnya! Jangan didiamkan saja! Nanti keburu dihabiskan semut-semut loh!" balas Raja Helgar ketika mengambil satu buah anggur hitam lagi sambil mempersilakan Raja Marvellius untuk menikmati minuman dan buah anggur yang telah disuguhkan kepadanya.
Raja Marvellius segera memakan beberapa buah anggur hitam sesudah meminum anggur yang ada di hadapannya. Raja Helgar masih mengumpulkan biji-biji dan kulit buah anggur dari mulutnya di sudut meja. Strategi-strategi perang pun kini disusun oleh dua Raja tersebut di dalam ruang istana kerajaan Sibar yang interiornya tidak tertata rapi. Kerajaan Sibar tidak terlalu besar dibandingkan dengan kerajaan Sinsibar.
Urutan kerajaan dari yang terbesar ke yang terkecil di Negeri Abad adalah kerajaan Tanibar, kerajaan Sinsibar, kerajaan Zanzibar, dan yang terakhir adalah kerajaan Sibar. Kerajaan Sibar adalah kerajaan yang paling kumuh yang dipimpin oleh Raja Helgar. Kehidupan dan perekonomian rakyatnya juga paling tidak tertata rapi. Banyak gelandangan dan pengemis yang hidup di wilayah kerajaan Sibar.
Pencurian juga acapkali terjadi di dalam kerajaan Sibar, terutama di pasar-pasar tradisionalnya. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan lainnya yang dikelilingi oleh benteng, kerajaan Sibar hanya berbenteng di bagian depannya saja sebagai pintu masuk ke istana kerajaan, selebihnya kerajaan Sibar dikelilingi oleh hutan-hutan pinus di bagian kanan dan di bagian kirinya, sedangkan di bagian belakang wilayah kerajaan Sibar terhampar tanah tandus yang berbatu-batu dan berdebu.
Namun, kerajaan Sibar memiliki prajurit-prajurit yang paling pemberani dan nekat. Mereka bertempur hingga mati dalam keadaan tidak memegang senjata sekalipun. Jarak terdekat ke kerajaan Sibar adalah kerajaan Zanzibar. Sebenarnya, untuk menuju ke kerajaan Sibar, Raja Marvellius harus melewati jalan di depan kerajaan Zanzibar bila menempuh rute terpendek. Tetapi, Raja Marvellius menempuh rute terpanjang menuju ke kerajaan Sibar dengan menerobos hutan-hutan dan padang-padang rumput. Dia kuatir apabila ada prajurit-prajurit kerajaan Zanzibar memergokinya menuju ke kerajaan Sibar.
Sementara itu di dalam istana kerajaan Zanzibar, Raja Edward sedang menggendong dan sesekali menciumi kening dan kedua pipi putrinya yang masih berumur tiga bulan, sedangkan Ratu Emillia sedang menyiapkan makan sore untuk Deasy, begitu mereka berdua memberikan nama untuk putri kecilnya itu yang baru lahir tiga bulan yang lalu.
Sekarang, Raja Edward melangkahkan kedua kakinya bersama Ratu Emillia yang sedang membawa makanan untuk Deasy menuju ke serambi atas istana kerajaannya sambil menggendong Deasy untuk melihat prajurit-prajuritnya berlatih pedang, tombak, panah, menembak, dan bela diri. Seminggu tiga kali di sore hari, prajurit-prajurit kerajaan Zanzibar rutin berlatih pedang, panah, tombak, menembak, dan bela diri.
Ada pula beberapa prajurit yang masih belajar menunggang kuda di sebuah tanah lapang di samping kerajaan Zanzibar yang sudah disediakan khusus oleh Raja Edward. Pertahanan dan keamanan kerajaan Zanzibar masih diperkuat dan diperketat. Raja Edward tidak mau kecolongan. Pelontar-pelontar batu dan meriam-meriam di sekitar benteng dan jumlah prajuritnya ditambah yang direkrut dari penduduk kerajaan Zanzibar sendiri. Pedagang-pedagang dari luar kerajaan sudah tidak diperbolehkan berdagang di pasar tradisional kerajaan Zanzibar semenjak Raja Edward mendapatkan surat ancaman dari Raja Marvellius beberapa bulan yang lalu.
Di malam harinya di sebuah meja makan di dalam istana kerajaan Sinsibar, Ratu Zinta, Putri Vanesha, dan Raja Marvellius sedang ngobrol-ngobrol setelah bersantap malam. Dua prajurit yang mengenakan topi dan baju besi, membawa tameng, dan tombak sedang berdiri berjaga-jaga menghadap ke dalam istana kerajaan Sinsibar, sedangkan dua prajurit lainnya yang juga mengenakan topi dan baju besi, membawa tameng, dan tombak berdiri berjaga-jaga di tepi kanan dan kiri pintu masuk istana kerajaan menghadap ke luar istana kerajaan.
Semua kerajaan memberlakukan penjagaan di waktu malam hari hingga fajar secara bergantian sebagai upaya untuk antisipasi terhadap hal-hal berbahaya yang bisa saja terjadi kapanpun. Obrolan-obrolan Raja Marvellius, Ratu Zinta, dan Putri Vanesha di meja makan tersebut mengenai penaklukkan kerajaan Zanzibar. Sebenarnya, Ratu Olivia dan Putri Vanesha memiliki kecantikan yang hampir sama.
Keduanya memiliki tubuh yang tinggi semampai, berkulit kuning langsat, dan berhidung mancung. Yang membedakan antara Putri Vanesha dan Ratu Olivia adalah warna dan jenis rambut serta pupil matanya. Ratu Olivia berambut panjang lurus hitam, sedangkan kedua pupil matanya berwarna abu-abu. Putri Vanesha berambut panjang keriting hitam kemerah-merahan, sedangkan kedua pupil matanya berwana hijau.
Perbedaan itu disebabkan oleh ras yang berbeda. Pangeran Matius lebih mencintai Putri Olivia karena dia sudah tahu ada udang di balik batu dalam perjodohannya tersebut. Setelah mengetahui ketulusan cinta putra angkatnya saat itu, Raja Edward merestui dan menyadari perbuatannya terhadap putra angkatnya dan kerajaannya. Putri Vanesha berhati judes dan bersekongkol dengan ayahnya untuk merebut kerajaan Zanzibar dan kemudian mengeruk keuntungan dari kerajaan tersebut demi kejayaan keluarganya saja. Raja Helgar belum pernah sekalipun berkunjung ke kerajaan Sinsibar.
Rencananya, besok dia akan datang menuju ke kerajaan Sinsibar bersama dengan beberapa prajurit berkuda pengawalnya dengan naik kereta kuda yang sudah usang dan keempat rodanya berputar tidak teratur. Rute perjalanan yang diambil Raja Helgar juga rute terpanjang untuk menghindari prajurit-prajurit penjaga benteng kerajaan Zanzibar.
Di saat berada di dalam istana kerajaan Sinsibar, Raja Helgar berkenalan dengan Putri Vanesha ketika Raja Helgar sedang ngobrol-ngobrol dengan Raja Marvellius saat Putri Vanesha pulang dari berlatih berkuda. Raja Helgar yang hitam dekil itu pun jatuh hati kepadanya. Di malam harinya, dia terus membayang-bayangkan wajah Putri Vanesha sambil cengar-cengir sendiri di sebuah serambi kamar tidurnya. Pikiran-pikiran buruk pun bermunculan dari dalam hatinya.
Di kala mentari bersinar dengan hangatnya di suatu pagi menjelang siang, Raja Marvellius dan Raja Helgar sudah berada di sebuah hutan dengan prajurit-prajuritnya masing-masing. Mereka sedang bersiap-siap menaklukkan kerajaan Zanzibar. Tetapi, keadaan menjadi berbalik. Raja Helgar menyergap Raja Marvellius dan prajurit-prajuritnya dibantai satu per satu melalui penempatan posisi yang sudah diatur oleh Raja Helgar sebelumnya.
Mengetahui hal ini, Raja Edward hanya membiarkan dengan menyiagakan prajurit-prajuritnya di dalam dan di luar kerajaannya saja untuk mengantisipasi adanya serangan yang mungkin terjadi. Peralatan-peralatan perang kerajaan Sinsibar telah dirampas prajurit-prajurit kerajaan Sibar dan Raja Marvellius ditawan di kerajaan Sibar. Ratu Zinta dan Putri Vanesha menangis tersedu-sedu setelah mendapatkan kabar dari beberapa prajuritnya yang berhasil melarikan diri ke kerajaan bahwa Raja Marvellius telah ditawan oleh Raja Helgar.
Keesokan harinya, Raja Helgar mengirimkan surat kepada Ratu Zinta yang intinya adalah Raja Helgar meminta tebusan berupa menikahi Putri Vanesha bila ingin melihat suaminya itu dalam keadaan hidup. Setelah menyusun beberapa taktik dengan Putri Vanesha, Ratu Zinta yang sangat menyayangi suaminya itu akhirnya mengabulkan apa yang diminta oleh Raja Helgar tanpa mengorbankan Putri tunggalnya itu.
Setelah meminta bantuan seorang dukun sakti di kerajaannya, Ratu Zinta meminta bertemu dengan Raja Helgar di sebuah hutan untuk saling bertukar, barter. Yang ditukar Ratu Zinta bukanlah Putri Vanesha, tapi seorang pelayan istana kerajaannya yang sudah diberi mantra-mantra dan jimat serta ditutup mukanya dengan cadar hitam. Dengan masing-masing naik sebuah kereta kuda dan dikawal oleh masing-masing prajurit pengawalnya, Raja Helgar dan Ratu Zinta bertemu sesuai dengan isi suratnya kemarin.
Dalam surat balasannya itu, Raja Helgar boleh memiliki dan melakukan apa saja yang diinginkannya kepada Putrinya bila dirinya sudah menjauh dari Ratu Zinta. Setelah bertemu, Ratu Zinta membawa Raja Marvellius dan Raja Helgar membawa Putri Vanesha palsu yang keduanya dikawal oleh prajurit-prajuritnya masing-masing saat serah terima.
"Aseeekkk.....aku sekarang mendapat seekor kalkun panggang yang dagingnya empuk dari Ratu Zinta! Nyam.....nyam....nyam," kata Raja Helgar sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tanggannya, lalu Raja Helgar dan prajurit-prajurit pengawalnya tertawa terbahak-bahak.
Dengan terburu-buru dan tanpa banyak basa-basi, Raja Helgar segera menukar Raja Marvellius dengan Putri Vanesha yang palsu, kemudian Ratu Zinta segera pergi ke istana kerajaannya. Akhirnya, Putri Vanesha yang menunggu dari tadi di balik sebuah pohon yang tak jauh dari sebuah kereta kuda yang mengantarkan ibunya bertemu dengan Raja Helgar, menghembuskan nafas lega. Raja Helgar yang tolol dan lugu segera membawa Putri Vanesha palsu pergi menjauh dengan hati girang bukan kepalang.
Kini, Ratu Zinta, Raja Marvellius, dan Putri Vanesha pulang bersama dengan naik sebuah kereta kuda ke kerajaannya. Raja Marvellius menceritakan apa yang telah terjadi kepada istri dan putrinya itu mengenai dirinya yang telah ditawan oleh Raja Helgar, kemudian Ratu Zinta menjelaskan kepada suaminya apa yang telah dilakukannya terhadap Raja Helgar barusan. Mendengar cerita dari Ratu Zinta, Putri Vanesha, dan Raja Marvellius menertawai ketololan Raja Helgar, termasuk Ratu Zinta sendiri di sepanjang perjalanan pulang ke istana kerajaannya. Untunglah, Raja Helgar tidak memberikan Raja Marvellius palsu.
"Yang Mulia, sebaiknya langsung dicicipi saja di sini! Nanti di istana dicicipi lagi!" seloroh seorang pengendara kereta kudanya sambil menoleh ke Raja Helgar yang ada di belakangnya bersama Putri Vanesha palsu yang memakai gaun panjang dan cadar hitam.
"Banyak bicara kau! Sudah kendarai kuda-kuda kau yang benar saja! Tak perlu kau mencampuri urusanku! Aku sudah tahu hal itu," balas Raja Helgar kepada si pengendara kereta kudanya itu dengan mendorong kepalanya dengan jari-jari kanannya.
Kemudian, Raja Helgar dan si pengendara kereta kudanya itu tertawa terbahak-bahak lagi.
"Antarkan aku menuju ke sebuah tempat yang banyak pohon berdaun lebat atau semak-semak!" kata Raja Helgar kepada si pengendara kereta kudanya itu sambil melirik ke Putri Vanesha palsu yang duduk di sampingnya.
Raja Helgar sekarang mengeluarkan keringat dingin di dahinya dan kedua kakinya gemetaran, sedangkan Putri Vanesha palsu itu hanya menurut saja seperti apa yang telah dipesan Ratu Zinta kepadanya sebelum diserahkan ke Raja Helgar. Kalau Raja Helgar bertindak macem-macem, langsung tendang saja. Demikian apa yang dipesan oleh Ratu Zinta kepada pelayannya tersebut. Ratu Zinta telah memberikan jimat dari seorang dukun kepada pelayannya itu agar Raja Helgar tidak bertindak gegabah kepadanya.
"Siap, Yang Mulia!" balas si pengendara kuda itu, lalu keduanya tertawa terbahak-bahak lagi.
"Kamu nanti pergi menjauh dari kereta kuda ini ya! Mengerti?" bisik Raja Helgar kepada si pengendara kereta kuda itu ke telinga kanannya.
"Jangan kuatir, Yang Mulia!" balas si pengendara kereta kuda itu, lalu keduanya tersenyum-senyum. Si pengendara kereta kuda tersebut segera berhenti di semak-semak seperti yang diminta oleh Raja Helgar tadi.
"Tolong, buka cadarmu, cantik! Jangan malu-malu! Aku yang nanti bertanggungjawab atas semua kebutuhanmu! Mari kita bersenang-senang di sini!" kata Raja Helgar dengan hati berdebar-debar dan keringat dinginnya bercucuran lagi.
Si perempuan yang bergaun dan bercadar hitam itu berontak saat Raja Helgar hendak mendaratkan bibirnya di pipi kanannya yang masih tertutup cadar hitam. Tetapi, Raja Helgar berusaha memeganginya hingga terbukalah cadarnya karena tarikan tangan Raja Helgar.
Sementara itu, si pengendara kereta kuda dan beberapa prajurit berkudanya menunggu Raja Helgar di sebuah tempat yang agak jauh darinya sambil ngobrol-ngobrol dan bersenda gurau serta sesekali memandang ke arah kereta kuda tersebut sambil tertawa-tawa saat keretanya bergoyang-goyang. Goyangan-goyangan kereta tersebut karena pelayan itu berontak. Karena yang dilihatnya bukanlah Putri Vanesha yang asli, Raja Helgar sangat marah.
"Siapa kamu?" tanya Raja Helgar dengan memegang cadarnya yang ditarik dari muka si perempuan pelayan istana kerajaan Sinsibar tersebut.
"Ma..ma..af, tuan!" kata si pelayan itu dengan terbata-bata.
"Aa..ku...disuruh...oleh...Ratu…Zinta...un..tuk...menggan..tikan...Putri..Vanesha!" sambung si pelayan itu dengan menunduk ketakutan.
Sebenarnya, dia tadi sangat ketakutan saat dibawa Raja Helgar naik kereta, tapi dia tidak bisa mengelaknya karena takut dengan ancamannya Ratu Zinta.
"Aku tertipu! Bukan Putri Vanesha yang aku bawa, tapi seorang pelayan istana kerajaan Sinsibar! Kurang ajar! Hahahahaha...." jelas Raja Helgar, lalu dia tertawa terbahak-bahak.
"Apaaa?? Kurang ajar! Pergi sana! Cepat pergi ke kerajaanmu lagi! Biar serigala-serigala hutan di sini akan memangsamu sebelum menuju ke sana!" usir Raja Helgar dengan menendangnya dari kereta kudanya.
Si pelayan itu segera berlari menuju ke istana kerajaan Sinsibar. Beberapa prajurit berkuda pengawalnya dan seorang pengendara kereta kuda segera menghampiri Raja Helgar sambil melihat ke perempuan pelayan tadi yang sedang lari terbirit-birit masuk ke dalam hutan menuju ke istana kerajaan Sinsibar.
"Ada apa, Yang Mulia? Siapa perempuan itu tadi?" tanya seorang prajurit berkuda pengawalnya kepada Raja Helgar yang tengah tertipu.
"Aku tertipu! Bukan Putri Vanesha yang aku bawa, tapi seorang pelayan istana kerajaan Sinsibar! Kurang ajar! Hahahahaha...." jelas Raja Helgar, lalu dia tertawa terbahak-bahak.
"Apaaa??" salah seorang prajurit berkuda pengawalnya sangat terkejut.
"Dia sudah aku usir dari kereta kuda ini! Sialan!" jawab Raja Helgar sambil menyelonjorkan kedua kakinya dan merentangkan kedua tangannya di atas kursi panjang kereta kuda yang didudukinya.
"Kenapa dilepaskan, Yang Mulia?" tanya si pengendara kereta kudanya.
"Tidak tahu! Biar saja! Anak-anaknya mungkin sedang menunggunya di sana!" balas Raja Helgar sambil melepaskan mahkotanya, lalu menggaruk-garuk kepalanya.
"Alamaaakkk...!" jawab seorang pengendara kereta kudanya sambil menutup mukanya dengan telapak tangan kanannya.
"Sudah jangan banyak bicara! Sekarang kita kembali ke istana! Kita atur strategi-strategi penyerangan ke kerajaan Sinsibar! Kita akan runtuhkan kerajaan itu! Bedebah kau, Marvellius!" sambung Raja Helgar.
"Baiklah, Yang Mulia!" sahut si pengendara kereta kuda itu lagi sambil tersenyum-senyum.
Keesokan harinya, prajurit-prajurit kerajaan Sibar menggempur kerajaan Sinsibar langsung di bawah komando Raja Helgar yang kali ini sangat marah kepada Raja Marvellius. Karena jumlah prajurit dan alat-alat perang yang dimiliki oleh kerajaan Sinsibar sudah berkurang, kerajaan Sinsibar mudah ditaklukkan oleh Raja Helgar. Karena terdesak, Ratu Zinta, Putri Vanesha, Raja Marvellius, dan beberapa prajurit pengawalnya melarikan diri ke pulau Zepa yang tak jauh dari kerajaannya.