webnovel

ELIKYA Number Zero : The Unknown Brave Hero

Tenza seorang anak berumur 16 tahun memulai SMA nya di negara baru bernama Elikya. Elikya adalah sebuah negara yang dibangun pada tahun 2080 dan selesai pada tahun 2086. Elikya dibangun atas persetujuan pemerintah dari seluruh dunia. Elikya hanya dapat dihuni oleh orang orang yang memiliki prestasi dan potensi. dua puluh tahun semenjak didirikan Elikya, akhirnya pemerintah memberikan kesempatan bagi mereka yang masih ada pada tahap sekolah untuk menunjukan kemampuan mereka untuk menjadi yang terbaik sehingga mereka dapat diberikan kesempatan untuk belajar disana. Dan disinlah akhirnya Tenza. Tenza sang anak yang berhasil masuk Elikya pada tahun 2110 tersebut menikmati kesehariannya di sekolah barunya itu. Tetapi ada satu hal yang janggal ketika dia menyadari bahwa kejadian yang dia hadapi saat ini pernah dia alami sebelumnya. "Apa yang sedang terjadi saat ini?"

Meong_Cat · Fantasy
Not enough ratings
34 Chs

Arc 1 - Chapter 5 (Persistenza dan mitos kelas terkutuk)

Sesuatu telah membuatnya merasakan fenomena ini, apakah ini hanya perasaannya saja?

Entah kenapa, tidak diketahui jelas alasannya, ketika Tenza melihat wajah laki laki paruh baya yang berdiri di depan kelas ini membuatnya merasakan sesuatu yang familiar.

'Apakah Aku mengenalnya? apakah Aku pernah bertemu dengannya?' Segala pertanyaan muncul di benaknya seketika. Walaupun penglihatannya tidaklah rabun, Tenza mencoba untuk meruncingkan tatapannya mencoba untuk lebih menaruh perhatiannya terhadap pria yang mengenakan seragam hitam yang baru saja datang itu.

"... Kamu dari italia?" Tanya pria itu dengan lembut.

"B.bukan pak, saya dari indonesia." Jawab Tenza dengan cepat dan sedikit gagap, sekaligus mengendurkan tatapannya terhadap pria itu.

"Oh begitukah?" Laki laki setengah baya itu menanggapi jawaban Tenza. Guru itu melipat sikunya, mengangkat kedua tangannya naik ke atas, disejajarkannya kedua tangannya terhadap dagunya, lalu...

'Pok..pok' Suara tepukan dari guru itu, cukup keras sehingga menggema keseluruh kelas, cukup untuk mengambil perhatian dari semua murid yang ada di kelas ini.

"Baiklah semuanya kembali ke tempat duduk kalian masing-masing, kita akan memulai pelajaran hari ini." Perintahnya sambil menatap kepada muridnya yang sedang berkumpul di dekat Tenza saat ini.

Semuanya berdiri lalu menyebar, berjalan kembali ke tempat kursi mereka masing masing, terkecuali Tenza. Karena sedari tadi semuanya berkrumun berbincang kepada Tenza di tempat dia duduk saat ini, karena penasaran terhadap dirinya yang baru saja masuk.

Semuanya kembali ke tempat duduknya masing masing, ketika Tenza hanya melamun karena ia mengingat sesuatu. Sesuatu yang familiar baginya, Tenza mencoba untuk mengingat riwayat hidupnya selama ini, berharap menemukan sesuatu yang membuatnya merasakan kejanggalan ini. Apakah sebelumnya dia pernah bertemu dengan pria paru baya itu.

"Ada apa Tenza?" Tanya ramah dari guru dengan rambut pirang coklat, memecahkan Lamunan Tenza yang sudah terlalu dalam.

Sedari tadi guru itu menyaksikan Tenza yang tenggelam dalam lamunannya.

"Bukan apa apa pak." Tenza mengedip dan kesadarannya kembali secara tiba tiba, lalu menjawab pertanyaaan gurunya diiringi dengan menggelengkan kepala dan kedua tangannya.

Tenza menatap gurunya yang berdiri di depan kelas, wajahnya terlihat cukup ramah. 'Apakah sebelumnya aku pernah bertemu dengan guru itu?' Pikirnya yang masih berusaha untuk mencari tahu.

"Baiklah semua, karena ada murid baru di sini maka bapak akan mengulangi pelajaran kemarin."

"" baiklah pak."" Semuanya menjawab serentak seruan guru itu terkecuali Tenza.

Guru itu Menghidupkan layar monitor dengan remote yang sedari tadi dia bawa di dalam sakunya. Kemudian pria itu merendahkan tubuhnya, telapak tangannya ditaru di atas meja, menumpu tubuhnya yang tinggi dan salah satu tangan lainnya menggapai sebuah book tab yang sebelumnya ditaruh di kolong meja guru.

"Semuanya keluarkan book tab di kolong meja kalian." Kata Pria tinggi itu sambil membearkan posisi berdirinya dan mendekapkan Book tabnya di antara dada dan perutnya.

Semuanya termasuk tenza mengeluarkan book tab yang ada di kolong meja mereka masing masing.

Sedari tadi Tenza masih melamunkan hal yang sama, Karena fenomena Deja Vu yang tidak jelas ini. Tenza masih mencoba coba untuk mengingat riwayat hidupnya, akan tetapi dia tidak berhasil untuk mendapatkan menjawabannya. Tenza meraih Book tab yang ada di kolong mejanya dengan tetap pikirannya yang terlelap dalam lamunannya itu.

Sekitar 1 menit telah berlalu, akhirnya Tenza memaksakan dirinya untuk memberikan kesimpulan terhadap kejanggalan ini.

"Ahh~palingan hanya imajinasiku saja." Bisiknya, diam diam Youra, Temannya yang duduk disampingnya mendengar dan melirik terhadap Tenza sang anak baru.

Mungkin yang membuat perasaan Deja Vu itu adalah kata kata yang di keluarkan Ova kemarin. Tentang arti dari namanya. persistenza yang artinya kegigihan jika di ubah ke dalam bahasa italia. Ova mengatakan sebelumnya dia pernah belajar bahasa italia sedikit.

Tenza menaruh book tab yang masih dia pegang ke atas meja.

Book tab memiliki bentuk seperti smartphone lainnya, dengan ukuran layar 10 inch. Hanya saja book tab digunakan untuk menggantikan kertas yang sudah dianggap sebagai benda berharga. Itu karena banyak pohon di tebang untuk pembuatan kertas. Tahun demi tahun kertas selalu digunaan setiap hari, yang artinya banyak pula pohon yang ditebang untuk pembuatan kertas, ditambah penebangan untuk membuat lahan penduduk, membuat pohon menjadi lebih langkah.

Oleh karena itu kertas telah digantikan dengan book tab. Itulah mengapa Tenza tidak membawa tas. Karena sudah tidak diperlukan lagi buku dan pulpen untuk mencatat.

Jika mengingat hal ini, muncul dibenaknya sebuah pertanyaan, 'Bagaimana kabar perusahaan kertas dan pulpen saat ini.'

"Baiklah hari ini pelajarannya adalah fisika." Layar monitor sudah dihidupkan. Tiba tiba seseorang membuka pintu kelas memecahkan suasana belajar baru saja di mulai. Seorang laki laki membuka pintu itu, tubuhnya cukup tinggi, dia memiliki rambut kriting dan kulit hitam, mengenakan seragam merah yang sama dengan yang Tenza kenakan saat ini, tapi kenapa nafasnya sungguh terengap engap?

"Chad kau terlambat 10 menit." Ucap guru itu sambil menghela nafas terhadap muridnya yang baru saja datang.

Guru yang sedang menghadap kearah cahaya monitor itu langsung mengubah pandangannya dari book tab ke arah pintu kelas yang ada di samping kanannya lebih tepatnya menghadap anak laki laki yang berdiri disana, laki laki yang sedang menggenggam gagang pintu aluminium.

"...saya pak...tadi saya terpeleset...di lantai bawah." Jawabnya terbungkuk memberi alasan dengan terengah engah karena berlari menuju ke kelas.

"Kau terpeleset selama 10 menit?" Ucap guru itu menyilat alasan dari murid yang terlambat.

"Saya...pergi ke uks...sebentar untuk mengobati luka...akibat terjatuh tadi."

Chad namanya.

Chad yang sedang terengah engah karena berlari menarik celananya sedikit dan menunjukan kaki kirinya yang terluka, terdapa luka lecet yang di lumuri dengan obat merah di kakinya.

Guru itu menutup matanya, menarik nafas lalu menghembuskannya dengan perlahan di iringi dengan kepalanya yang terangkat lalu terunduk.

"Baiklah kembali ke tempat dudukmu."

"Baik...pak." Kata Chad menangggapi perintah gurunya.

Chad berjalan ke tempat duduknya dengan sedikit pincang. Tenza menebak bahwa tempat duduknya berada disamping kirinya ini, setidaknya begitu karena tempat duduk yang tersisa hanyalah yang ada di sampingnya ini.

"Lain kali jangan berlari ketika kakimu terluka!" Tutur guru itu memberi nasehat.

"Baiklah...pak."

Tebakan Tenza benar.

"bsst...hai nama ku tenza." Katanya berbisik kepada teman barunya yang ke sepuluh.

Tenza berbisik dan mengulurkan tangan kanannya mengarah kepada anak laki laki berkulit hitam itu.

"..." Dia hanya terdiam dan tetap memandang monitor yang telah dihidupkan, mengabaikan bisikan Tenza.

"Hai namaku Tenza." Tenza mencobaa untuk berbisik lagi, barangkali dia tidak mendengar bisikan Tenza diruangan yang sunyi ini.

Anak berkulit hitam itu masih terdiam dengan tetap memandang monitor.

"Apa kau tidak mendengarku?"

"Berisik diam saja!" Jawab anak kulit hitam tersebut membentak dengan tidak ramah tanpa mengeluarkan suara yang lantang. Ditutupnya matanya, menampikan gigi giginya, mengekspresikan kekesalannya terhadap Tenza.

Tenza yang mendapat tanggapan dari anak itu terkejut membelalakan matanya dan menarik uluran tangan kanannya, nafasnya berhenti sejenak. Tenza mengubah hadapannya kembali kearah monitor.

Mencari cari alasan mengapa anak yang ada disampinya membentaknya, Tenza menyimpulkan mungkin dia sedang kesal terhadap sesuatu. Tetapi sesuatu apa yang membuatnya kesal itu Tenza tidak mengetahuinya.

"Mungkin karena terjatuh lagi pula itu bukan urusanku." Pikirnya.

Tenza kembali memerhatikan monitor yang ada di depannya sambil menekan tombol daya book tab miliknya.

***

"1 gelas es teh manisnya."

"Baik."

Pemuda yang sedikit lebih tua darinya, seorang penjual minuman itu menuangkan teh ke dalam gelas yang berisi es kemudian gelas itu diberikan kepada pelanggan barunya.

"Ini." Katanya sambil mengarahkan segelas teh dingin yang menyegar kehadapan Tenza.

"Terimakasih. Tidak perlu membayar?" Tenza menghampiri tangan penjual itu, berati hati agar tidak menjatuhkan teh yang amat menyegarkan ini, menundukan wajahnya melihat kedalam gelas yang berisi cairan berwarna merah sedikit pekat, lalu menengadah kepada pemuda itu menanyakan hal demikian.

"Ah tidak perlu." Kata penjual itu sambil menggelengkan tangannya.

"Sungguh?" Tanya Tenza menyipitkan matanya.

"Iya sungguh." Jawabnya singkat sambil menyilangkan tangannya dan mengangguk.

Tenza menganga, dia benar benar tidak percaya, bahwa teh yang menjadi minuman favoritnya ini adalah minuman gratis. Tidak hanya itu, semua makanan dan minuman yang ada dikantin seluas ini semuanya juga gratis.

Tenza celingak celinguk melihat ke segala arah lalu kembali menatap penjual minuman teh yang ada dihadapannya ini.

"Sungguh?" Menanyakan hal yang sama sambil menyondongkan kepalanya.

Tenza masih tidak mepercayai kenyataan ini sehingga dia bertanya lagi kepada penjual minuman itu untuk kedua kalinya. Penjual itu menghela nafas dengan tangannya yang masih tetap disilangkan di dadanya.

"Kau anak baru disini ya?"

"Ah begitulah." Tanggap Tenza sambil tersenyum masam.

Penjual itu tersenyum juga menyambut senyuman dari Tenza dan mulai berbicara demi meyakinkan pelanggannya ini. Tetapi sebenarnya penjual itu dan pelanggannya tidak yakin apakah ini bisa disebut dengan pelanggan?

"Kau masih tidak percaya semua makanan dan minuman disini gratis ya? Tenang saja aku tidak berbohong."

"Baiklah aku percaya." Ucap Tenza mengangguk, Tenza mengatakan itu hanya untuk mengakhiri pembicaraannya dengan penjual minuman ini. Meninggalkan penjual itu dengan kepercayaannya terhadap semua ini dengan setengah setengah.

Tenza berjalan menjauh dari sana, matanya tidak berhenti diam mencari dimana teman temannya berada, sebelum percakapaan itu terjadi mereka berempat sudah sepakat untuk berpencar, mencari makanan dan minuman yang ingin mereka santap lalu berkumpul di meja kantin yang celakanya belum mereka rencanakan.

Tenza mencari teman temannya, matanya masih mencari kesana kesini, mencari diantara lautan manusia yang sedang menyantap makanannya dengan lahap.

Diantara lautan itu, Tenza melihat tangan yang melambai lambai diantara kerumunan ini, dia meruncingkan penglihatannya, yang melambai lambai itu adalah Alex dengan mie yang masih tergantung melambai lambai di bibirnya.

Disana juga terdapat Niklas dan Nicholas saling bertatapan, bertutur kata disambili menyantap makanan mereka masing masing.

Tenza berjalan mendekati mereka bertiga, berhati hati terhadap minumannya agar tidak tumpah dan mengotori lantai. Jarak antaranya dan teman temannya itu lumayan jauh, sekitar 9 baris meja kantin dari tempatnya berdiri.

"Hanya mengambil teh saja?" Kata Nick, menyapa Tenza yang memegangi Gelasnya yang berisi minuman teh segar.

"Ya begitulah." Tenza mengangguk, Niklas menggeser makanannya dan badannya, memberikan ruang untuk tempatnya duduk.

"Kenapa?" Tanya Niklas, kembali menyantap Leipajuustonya, Itu merupakan pie yang terbuat susu sapi segar dan roti keju.

"Tidak ada alasan, hanya saja...kau tahukan? ini semua gratis." Kata Tenza menekankan nadanya diakhir kata.

"HMM...Kau ini orangnkhehk..ehkk ohkkk ohk." Alex tersedak, itulah akibatnya dari makan sambil berbicara.

Mie serta kuahnya keluar dari mulutnya, berterbangan diantara makanan makanan yang terhidang di atas meja. Terutama untuk niklas yang duduk berhadapan dengannya, beruntungnya dengan sigap dia mengangkat piringnya menjauhi Alex. Dan untuk Tenza, dia hanya menutup lubang di gelasnya dengan tangannya.

Alex meraih selembar tisu yang disediakan, menutup mulutnya dengan selembar tisu itu. Lalu mengambil selembar lagi untuk digunakan mengelap mulutnya.

"Kau ini...hati hati kalau sedang makan, ini minumlah."

Nick memberikan sebotol air mineral kepada Alex yang sedang tersedak akibat dari kecerobohannya berbicara sambil makan. Alex meminum air tersebut dan kemudian melanjutkan menyantap makanannya.

"Katanya makanan disini adalah makanan khas dari seluruh negera? Tenza mengubah pandangannya, melihat ke seluruh penjuru kantin, lalu kembali meminum es tehnya lagi.

"Iya begitulah, salah satunya ramen ini. Rasanya cukup enak ditambah semuanya gratis. Tetapi kau hanya mengambil es teh? Kau ini orangnya tidak enakan ya?" Alex kembali menyeruput mie ramen yang dimakannya sambil diikuti dengan kata kata yang ingin dia katakan tadi tetapi tersedak, kembali melakukan kesalahan yang sama.

"Ahh..yah begitulah." Kata anak rambut hitam itu tersenyum masam.

Dan tenza meminum tehnya yang sudah sisa setengah dan lanjut berbicara.

"Sebelum aku kesini, aku hanyalah orang yang tinggal dilingkungan orang miskin, semuanya serba sulit. dan kalian juga sudah tahu kan?" Jelas Tenza dengan nada yang terdengar seperti bertanya.

Entah kenapa Tenza merasa sombong dengan kemiskinannya dulu.

Kehidupannya yang dulu benar benar berat, semuanya benar benar mahal, tidak sesuai dengan harga yang seharusnya. Disana terdapat tempat yang bernama 'pasar', disana adalah tempat dimana orang yang paling cakap dan curang adalah pemenangnya.

Semuanya serba curang demi mendapatkan keuntungan dan semua itu membuat Tenza membenci tempat kotor itu. Disana banyak perkelahian, banyak kecurangan dan masih banyak hal yang membuat Tenza membenci tempat tinggalnya yang dulu dan Tenza adalah salah satu dari korban orang orang licik itu.

Tempat itu bau, tempat itu sempit dan tempat itu penuh dengan orang orang tak memiliki moral Tenza heran bagaimana selama 16 tahun ini dia bisa bertahan disana. Yang kuat dialah yang menang seperti hukum rimba dan akhirnya...

"Dan akhirnya aku beruntung bisa diundang ke Elikya." Tenza kembali menyeruput tehnya, lalu menghela nafas, mengingat kehidupannya yang keras dulu.

"Menurutku itu bukan keberuntungan."

"Setuju."

"Aku juga."

Nick menyangkal perkataan Tenza, disusuli Alex dan niklas yang menyetujui peyangkalannya.

"Tidak ada yang namanya keberuntungan dalam usaha, kalau kau berusaha keras dan lebih keras lagi kau akan mendapatkan apa yang kau mau."

Nick yang berbicara dengan bijaknya, membuat Tenza hanya bisa terdiam tidak dapat menyangkalnya. Akhir akhir ini Tenza sering mendapatkan kata kata bijak.

"Yahh..itulah yang dikatakan ayahku." Nick mengepalkan tangannya lalu menutup mulutnya dengan tangan yang dikepalnya itu. Memalingkan wajahnya dari Tenza, memandang kosong kearah kumpulan murid yang sudah beranjak dari meja kantinnya.

Kebohongan terlihat dari wajah Nick, Tenza mengetahui bahwa nick sedang berbohong. Katanya orang berbohong tidak akan berani melihat lawan bicara sama seperti yang dilakukan nick saat ini. Lagi pula kehidupan kerasnya selama 16 tahun telah membuatnya sangat mudah untuk membaca ekspresi kebohongan yang dibuat oleh seseorang.

"Sudah jam sepuluh." Niklas memeriksa jam dari smartphonenya dan berdiri disusul dengan nick dan Tenza. Mereka bertiga yang memilih makanan dengan porsi sedang telah selesai menyantap makanannya, berjalan kembali ke kelas mereka.

"Tunggu mienya belum habis!!" Meninggalkan Alex yang cerobohnya memilih ramen porsi besar tanpa sadar bahwa waktu istirahat yang sebentar lagi akan berakhir.

***

Sambil berjalan menuju kelas mereka, Tenza tidak memiliki sesuatu yang harus dia lakukan, kepalanya tidak terisi dengan beban hidup yang membuatnya tertekan, yang dimaksud oleh Tenza disini adalah 'PR'. Tenza bukanlah murid yang pintar, tetapi kerajinannya sangat diakui oleh semua orang. Sebelumnya saat dia masih menginjak sekoleh menengah, guru gurunya sangat sering memberi dia PR, tetapi dia tidak bisa mengerjakan setelah sampai di rumah susunnya.

Dia harus berkerja, membantu tetangga tetangganya dalam mengerjakan kerjaan rumah, sehingga dia harus mengerjakan PRnya disaat waktu yang seharusnya menjadi jam tidurnya. Hal itu membuat kepala Tenza terbebani. Dan saat ini, disekolah Elikya ini, kepalanya benar benar kosong dari beban beban itu. Yang sekarang dia lakukan hanyalah melihat kesana dan kesini, melihat murid murid yang bergegas menuju kelasnya masing masing, sama yang seperti saat ini Tenza dan teman temannya lakukan.

Ada yang berjalan ada juga yang sedang berlarian dengan riangnya. Yang berlarian adalah anak kecil berumur sekitar 7-8 tahun.

Sebagai tambahan, sekolah yang ada disini adalah sekolah campuran. Dari SD sampai SMA. Sd, SMP dan SMA memiliki seragam dengan desain yang berbeda tetapi tetap sama warnanya, tergantung harinya.

Saat ini, mereka bertiga masih berada di lantai 1, menuju ke lantai 2 dengan tangga. Sekarang Tenza dan teman temannya menaiki tangga menuju lantai 2 tetapi ada sesuatu yang aneh.

Penglihatan Tenza terpaku pada sebuah ujung lorong didepannya sana, sebelumnya dia tidak melihat lorong itu, karena perjalanannya menuju kekantin tidak melewati ujung lorong itu. Tenza melihat terdapat sebuah kelas di paling ujung lorong, lorong itu diberi pagar besi yang tinggi sampai ke langit langit.

"Itu apa?" Tanya tenza, Mengangkat tangannya dan menunjuk kelas itu dengan telunjuknya.

"Aku pernah mendengar dari orang orang kalau itu adalah kelas yang terkutuk." Jelas Alex mengangkat tangan kirinya ke ujung sisi bibirnya, berbisik tetapi terdengar oleh Alex dan Niklas.

"Terkutuk?" Tanya Tenza megkerutkan dahinya kebingungan.

Penjelasan Alex tidak dapat dimengerti oleh Tenza. Terkutuk? Itu adalah pertanyaannya.

"Apa maksudnya berhantu?" Tanya Tenza sekali lagi.

"Tidak, katanya kita semua tidak boleh berbicara dengan anak anak yang belajar dikelas itu." Alex menggelengkan kepala lalu berbisik kembali dengan nada yang menakut nakuti.

"Kenapa?" Tanya Tenza yang tampaknya menjadi penasaran.

"Aku tidak tahu, bukan cuma murid murid saja tetapi guru dan semua orang tidak boleh berbicara den..."

"Itu hanya mitos."

Nick menyangkal dengan cepat perkataan Alex, sebelum dia berhasil mengelabui Tneza dengan cerita bohongnya.

"Tidak tidak itu bukan mitos, buktinya ada beberapa murid yang mencoba mendekati mereka dan keesokan harinya mereka semua ditemukan menghilang!!" Alex membesarkan suaranya, lalu menekankan perkataaannya pada kalimat terakhir yang dia ucapkan.

"Apa itu benar?" Tanya Tenza yang ingin memastikannya.

"Kau bisa mencari beritanya di internet."

"Itu cuma kebetulan, yang namanya kutukan itu tidak ada dan tidak akan pernah ada."

"Lalu bagai mana dengan kutukan raja tutankhamun?*"

"Itu karena tempat tersebut tercemar semacam bahan kimia yang membuat mereka mati keracunan dan kau seharusnya bisa mencari tahu di internet."

(*tutankhamun adalah raja mesir, yang dimaksud kutukan disini adalah penemuan harta karun milik raja tutankhamun. selengkapnya cari di google)