Aku kembali ke tempat dudukku sambil diiringi tepuk tangan dari orang-orang. Agak memalukan sebenarnya, tapi aku lebih memperhatikan Job baruku. Karena penasaran, aku memutuskan untuk mengubah Jobku dari white mage menjadi hero. Termyata aku dapat melakukan ini dengan mudah dengan hanya memikirkannya.
{Return telah terbuka.}
Aku akhirnya mendapatkan skill. Apa itu return? Dunia ini sepertinya tidak memiliki tutorial atau status bar. Itu artinya aku harus mulai menuliskan semuanya, karena aku hanya memiliki satu kesempatan, maka aku harus hati-hati. Aku punya banyak pertanyaan. Misalnya, dapatkah aku menggunakan skill yang ku punya tanpa memasang Job-nya di status?
"Weak Heal." Aku berbisik, menargetkan diriku sendiri.
Sebelumnya aku tidak pernah menargetkan diriku, tetapi aku berasumsi itu akan berhasil. Tidak ada yang terjadi. Aku memasang Job white mage dan mencobanya lagi.
"Refresh." Kataku.
Sihir biru menyelimuti tubuhku. Seketika, aku merasa seperti telah dibubuhi air dingin. Sebelumnya, aku sedikit pusing dan lelah, tetapi sekarang aku benar-benar segar. Aku perlu sering mengingat sihir refresh ini. Benar-benar menyegarkan. Sementara aku mengotak-atik skill ku, walikota menyelesaikan pidato ucapan selamatnya.
"Sekarang semua penghargaan telah dibagikan, kita perlu membicarakan tentang ancaman baru ini terhadap kota kita. Sebulan yang lalu, dungeon muncul beberapa mil di luar kota. Kami mengirim salah satu kelompok yang kuat ke sana dua minggu lalu. Tidak hanya mereka tidak kembali, malah pasukan undead yang menyerbu kota ini. Aku yakin ini bukan hanya kebetulan."
"Bisakah kita memastikan bahwa dungeon itu memang penuh dengan undead?" Seorang pria bertubuh besar dengan rambut panjang bertanya.
"Karena kelompok pengintai kami tidak kembali, kami tidak memiliki informasi tentang dungeon, tapi dengan asumsi pasukan undead dikirim dari dungeon, jawabannya mungkin iya."
Ada sedikit gumaman.
"Haruskah kita mengirimkan regu pengintai lain?" seseorang berteriak.
"Jika kita menunggu cukup lama untuk memastikan keberhasilan atau kegagalan mereka, kita mungkin akan menemui serangan yang lebih besar lagi. Gelombang pertama biasanya hanya untuk uji coba." Kata seorang wanita berjubah dan topi runcing.
"Dungeon itu jelas-jelas tidak bersahabat, kita tidak boleh membiarkannya berlarut-larut, tidak bisa ku bayangkan, bencana macam apa yang akan menimpa kota ini jika dungeon tidak ditutup.."
Walikota mengangguk. "Aku juga berpikir begitu ... Aku telah mengeluarkan perintah untuk menyelesaikan dungeon."
"Itu berarti menjelajahi dungeon… apakah ada yang bersedia menjalankan tugas itu?"
"Aku akan melakukannya!" Suara yang terdengar bangga datang dari pintu.
Seorang pria berdiri di sana mengenakan pakaian yang jauh lebih bagus daripada siapa pun di tempat ini. Dia memakai baju besi mengkilap dan berkumis tipis. Hidungnya terangkat ke udara dan dia bersikap bangga terhadapnya. Berdiri di belakangnya ada tiga demi-human. Dua dari mereka adalah laki-laki berusia paruh baya, tetapi yang ketiga adalah perempuan, mungkin satu atau dua tahun lebih muda dariku.
Setiap demi-human itu memiliki sikap menundukkan kepala, dan ada sesuatu yang melilit leher mereka. Gadis itu membawa tas besar di punggungnya yang kelihatannya sulit untuk dibawa.
"Kamu siapa?" Walikota bertanya, mulutnya bergerak-gerak.
"Aku hanya seorang bangsawan muda yang sedang lewat." Jawab Pria itu. "Aku melihat gerombolan undead yang menyerang kotamu, dan menurutku kotamu sepertinya perlu diselamatkan. Aku, Tuan Tibult, dengan murah hati akan mengatasi masalah dungeon kalian dan menjadi pahlawan kota ini."
Ah… menerima gelar itu adalah kesalahan.