Permaisuri An menatap penuh khawatir pada putranya Yang Qianfan, dia sungguh tidak tega melihat anaknya yang begitu kesakitan menahan kekuatan yang masuk kedalam tubuh putranya itu.
Kaisar Yang Qian berfokus untuk mengalirkan kekuatannya pada tubuh Yang Qianfan agar anaknya itu bisa bertahan dari ledakan kekuatan besar dari Darah Abadi.
Kekuatan Darah Abadi bukanlah hal yang bisa dipermainkan, itu mampu membangun kembali tubuh yang rusak parah. Untuk menumbuhkan tangan Yang Qianfan tentu akan mudah dengan Darah Abadi. Namun sebagai gantinya pemuda itu harus menahan rasa sakit yang sangat menusuk dari pertumbuhan lengannya yang baru.
"Aaaaaarghhhhh Ibuuuu aku tidaaak tahaaaan!" Yang Qianfan mengeran kesakitan, dia sungguh ingin pasrah saja. Rasa sakit ini belum pernah dia rasakan, ini seperti ditusuk ratusan jarum racun yang merambat pada tubuhnya.
"Tahanlah Fan'er, Ibu yakin kau bisa melewati ini," ucap Permaisuri An seraya menggenggam tangan kiri Yang Qianfan.
Kilatan amarah terpancar pada matanya, jika saja saat itu Han Xiao menahan banyak kekuatannya maka putranya tidak akan terluka separah ini hingga harus kehilangan satu lengannya. Juga dia sangat marah karena Han Xiao mengambil posisi Pangeran Mahkota yang diperjuangkannya susah payah untuk Yang Qianfan.
Perlahan tulang, sel-sel darah, vena, otot, daging dan kulit tumbuh pada bagian lengan Yang Qianfan yang hilang. Lengan baru mulai terbentuk disana.
Melihat hal tersebut mata Yang Qianfan bersinar terang, dia mendapatkan lengannya lagi! Dia telah mendapatkan hal yang hilang dari tubuhnya lagi! Rasa senangnya membludak hingga secara spontan pemuda itu terpingsan.
Kaisar Yang Qian menghela napas lega saat melihat lengan Yang Qianfan tumbuh lagi, dia berniat mencari Pil Kelahiran Kembali sebelumnya, dengan kekuatannya meskipun akan sedikit sulit tapi itu bukan hal yang mustahil.
Tetapi desakan dari Permaisuri An menbuat dia mau tidak mau memberikan setetes Darah Abadi yang memiliki harga ratusan kali lipat dari Pil Kelahiran Kembali.
Bukan dia tidak ingin memberikan Darah Abadi, Kaisar Yang Qian memikirkan apakah Yang Qianfan akan bertahan atau tidak selama proses ini. Jika saja Yang Qianfan tidak mendapatkan bantuan darinya yang menyerap banyak kekuatan mengerikan dari Darah Abadi ada kemungkinan Yang Qianfan mati dalam rasa sakit tersebut.
Setelah melihat Yang Qianfan yang mulai bernapas secara teratur dia bangkit dari duduknya pada pinggiran ranjang Yang Qianfan.
"Jangan ganggu dia sebelum terbangun, setelah bangun berikan dia Pil Pengumpul Qi, seluruh Qi darinya telah terkuras habis. Jangan coba-coba mentransferkan Qi pada Fan'er." Pada kalimat akhirnya Kaisar Yang Qian menatap pada Permaisuri An dengan wajah yang sangat memberikan peringatan.
"Sesuai petunjukmu Suamiku," balas Permaisuri An dengan lembut.
Kaisar Yang Qian mengangguk pelan sebelum meninggalkan kamar Yang Qianfan.
***
Sementara itu di gerbang Kota Xianxie.
"Kau ingin melawanku?! Bilang saja pada Ayah aku hanya akan berburu sebentar dan akan pulang sebelum matahari tenggelam!" cetus Han Xiao kesal menghadapi Penjaga gerbang. Dia sengaja mengeluarkan Aura Kehancuran pada tubuhnya.
Keempat penjaga itu menelan ludah mereka, kekuatan Han Xiao bukanlah hal yang bisa mereka tentang, jangan lakukan hal bodoh untuk melawan Han Xiao dengan kekuatan. Dengan kekuasaan Han Xiao saja mereka takut, namun tugas dari Kaisar membuat mereka bimbang.
"Berikan surat ini, aku yakin Ayah tidak akan memecat atau menghukum kalian, jangan berani buka sedikitpun surat itu," ujar Han Xiao seraya memberikan surat pada Penjaga gerbang.
"Ayo!" Ne Zha melesat dalam kecepatan yang sangat tinggi kearah luar gerbang sehingga terlihat seperti menghilang dari pandangan para penjaga gerbang.
Penjaga gerbang secara spontan melihat kearah Ne Zha pergi, mereka kembali mengalihkan pandangan pada posisi Han Xiao tadi. Namun yang mereka dapati hanya sebuah debu yang berterbangan. Pangeran mereka telah tiada disana menghilang seperti yang dilakukan oleh sahabatnya.
"Hahahaha!!! Akhirnya bisa berpetualang di Dunia indah ini!!!" Han Xiao berseru penuh semangat.
Mereka berdua melesat jauh dari luar kota sebeleum menghentikan langkah tepat diluar hutan.
"Saatnya kita coba mobil kita," ucap Ne Zha antusias.
Han Xiao mengangguk penuh semangat, dia melambaikan tangannya lalu sebuah kendaraan yang sangat futuristis muncul dihadapan mereka.
"Aku yang mengendarai!" seru Ne Zha dan Han Xiao bersamaan.
Kedua pemuda itu saling tatap dengan sengit, aura mengerikan terlepas dari tubuh mereka membuat burung berterbangan serta beberapa binatang liar lari kocar-kacir ketakutan.
Dua aura yang berbentrokan itu sungguh berdampak pada sekitar, tanah yang mereka pijak kini amblas hingga mata kaki mereka, beberapa tanaman sudah terkoyak oleh kekuatan tak terlihat dari aura tersebut.
"Kita akan melakukan Kertas, Gunting, Batu untuk mengundi siapa yang mengendarai terlebih dahulu," kata Ne Zha seraya menyurutkan auranya.
Han Xiao melakukan hal yang sama dengan Ne Zha, tapi tatapan mereka berdua tidak beralih.
"Baik," balas Han Xiao.
"Kertas, Gunting, Batu!" seru mereka seraya mengayunkan tangan mereka.
Ne Zha mengepalkan tangannya bertanda batu, begitu juga Han Xiao.
"Seri?"
"Tidak, kita akan beradu batu siapa paling kuat," ujar Han Xiao diiringi senyum.
Ne Zha menatap datar pada Han Xiao.
"Sekali pukulan," ucapnya datar.
"Baiklah sekali pukulan," jawab Han Xiao.
Kedua pemuda itu mengambil jarak yang cukup untuk mengumpulkan kekuatan pada tinju mereka.
"Tinju Penghancur Lang–"
Belum sempat kedua pemuda itu melakukan jurus untuk beradu pukulan sebuah teriakan membuat mereka berjingkat terkejut.
"Apa yang kalian lakukan?" suara itu sangat Han Xiao kenal.
Dua pemuda itu mengedarkan pandangannya, dua sosok gadis cantik, satu berpakaian kuning mencolok dan satunya menggunakan hanfu putih dan membawa payung putih yang terlipat di tangannya.
"Eh dia?" Han Xiao menggernyit heran saat melihat gadis berhanfu putih tersebut, dia tidak asing dengan gadis tersebut.
"Guru mengenal mereka?" tanya gadis tersebut pada gadis berpakaian kuning disisinya.
"Dia adalah Pangeran Han Xiao." Tunjuk gadis berpakaian kuning.
"Dan dia Tuan Muda Ne Zha." Kini jarinya berpindah pada Ne Zha.
"Ini orang yang ingin kau temui di Kota Xianxie?" Han Xiao bertanya pada gadis berpakaian kuning tersebut yang tak lain adalah Fu Daiyu.
"Bukan, tapi juga ya," jawab Fu seraya terkekeh.
Fu Daiyu menarik lengan gadis disampingnya, "Perkenalkan, ini adalah Ruan Jian, muridku."
"Ruan Jian? Pedang Lembut, pantas saat aku dalam kondisi mengamuk malam itu kensadaranku melembut saat bertemu dengannya," batin Han Xiao, dia tidak salah. Gadis yang ditemuinya saat itu pastilah Ruan Jian ini.
"Salam Pangeran Han, salam Tuan Muda Zha," ucap Ruan Jian dengan lembut.
Suara Ruan Jian membuat Han Xiao kembali tersadar, dia menyambut salam perkenalan tersebut dengan hangat seperti biasa yang dia lakukan. Sedangkan Ne Zha mengangguk ringan setelah memperkenalkan ulang dirinya.