webnovel

Pertengkaran Kecil

Selesai makan Eira pun langsung berpamitan berangkat kerja, dia menciup tangan dan pipi kedua orang tuanya lalu pergi bekerja.

"Aku berangkat ya Bu, Yah," kata Eira.

"Hati-hati di jalan sayang," jawab Ibu.

Eira pun berangkat ke kantor dengan hati yang riang. Sepanjang perjalanan Eira menyalakan music dan bernyanyi-nyanyi di dalam mobil sendirian. Sesekali dia tersenyum memandangi kalung dan cincin yang dia pakai.sesampainya di parkiran kantor tak lupa dia mencium cincin dan kalungnya terlebih dahulu. Eira memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa pada Yara, Eira akan menyembunyikan hubungan yang hanya sebatas hayalan itu. Eira berjalan masuk ke lift. Yara yang melihat Eira berjalan santai masuk ke ruangannya pun heran, lalu menghampirinya.

"Kau tidak bermimpi lagi Ra?" tanya Yara.

"Bermimpi," jawab Eira.

"Kenapa bisa berangkat pagi seperti biasannya?" tanya Yara.

"Karena kalung dan cincin ini mungkin," jawab Eira.

"Kau masih memakainya?" tanya Yara.

Eira pun mengangguk dan tersenyum.

"Lepaskan saja, itu tidak akan berguna," kata Yara.

"Tidak! Aku akan memakainya, lagi pula ini bagus kok," jawab Eira.

"Terserah kau saja yang penting jangan sampai menganggu pekerjaanmu," kata Yara.

Yara pun pergi meninggalkan Eira, Eira belum bisa fokus dengan pekerjaannya selama satu jam dan hanya senyum-senyum sendiri tidak jelas, hal itu membuat Yara sangat marah.

"Eira! Apa yang kau lakukan?" tanya Yara dengan nada tinggi.

"Kau mengagetkan ku Yara," jawab Eira.

"Kenapa kau malah melamun dan senyum sendirian? Hari ini kau haru dapat sepuluh bab, kenapa kau santai sekali?" tanya Yara.

"Iya aku tahu, hanya saja aku sedang tidak ada ide untuk menulis," jawab Eira.

"Tidak ada ide? Jelas saja kau tidak ada ide, kau lihat yang kau lakukan hanya diam senyum sendirian dan melamun, mau dapat ide dari mana? Fokus! Kau membuatku marah Eira," kata Yara.

"Kenapa kamu begitu padaku Yara?" tanya Eira.

"Kau ini bisa lihat tidak sih, aku bekerja keras untukmu agar kau terus melambung naik popularitasnya, aku bangun pagi, aku kerjakan semua ha yang berhubungan denganmu, aku menyelesaikan masaah yang kamu buat, dan semuanya aku yang kerjakan dan kamu, apa yang kamu lakukan? Melamun, menghayal? Ayolah Ra, kita ini bekerja sama jangan seperti ini, kau tinggal duduk dan menulis jangan melakukan hal yang aneh seperti jatuh cinta di dalam mimpimu itu," kata Yara.

Rupanya perkataan Yara membuat Eira sedih dan sakit hati.

"Ya, aku akui kau melakukan semua itu untukku, seumur hidupku aku belum pernah merasakan hal seperti ini, baru sekali ini aku merasakan hal seperti ini saja kau sudah marah begini, apa aku harus menua tanpa memiliki pasangan? Kamu bilang menulis itu hanya duduk saja?" jawab Eira.

"Tapi yang kamu jadikan pasangan itu tidak ada di sini, realistis saja Eira, kau ini memang sungguh gila," kata Yara.

Eira hanya menatap kecewa pada Yara, Eira pun bukan duduk dan melanjutkan pekerjaannya tetapi dia malah pergi meninggalkan ruangan. Yara yang melihat Eira pergi pun menjadi tersadar jika dirinya hanya sedang terbawa emosi. Yara pun memegang kepalannya dan menekan keningnya.

"Argggghhh sial! Mengapa aku harus bicara seperti itu, jelas menulis itu pekerjaan yang santai tapi mengurah otak, bodohnya aku!" kata Yara menyesali perkataannya.

Eira berlari ke lantai atas untuk menenangkan diri pun merasa sangat kesal pada Yara.

"Bisa-bisanya dia bilang aku hanya duduk dan menulis, jika begitu mudahnya kenapa bukan dia saja yang jadi penulis, biar merasakan apa yang di rasakan seorang penulis," gumam Eira.

"Yara! Kau kejam, manusia terkejam di seluruh dunia, aku benci kamu, aku akan marah padamu, kenapa kau sangat sensi hari ini, kenapa kau membuatku maah semakin tidak fokus untuk pekerjaanku!" teriak Eira dari atas gedung.

Yara pun menyelesaikan pekerjaannya dengan perasaan gelisah. Dia tidak mencari Eira dan membiarkannya sendiri sejenak.

"Dia bahkan tidak mencariku untuk segera menyelesaikan pekerjaanku, dia ini teman atau memang mau jadi musuhku sih," gumam Eira tidak ada habisnya.

Setelah tenang Eira pun turun dan masuk ke ruangannya lagi.

Eira hanya memandang Yara yang sedang sibuk mengobrol dengan staf lainnya. Eira tidak memperdulikan Yara dan langsung duduk untuk bekerja. Saat bekerja di depan laptop Eira tidak bisa di ganggu dan Yara sudah tahu tentang itu. saat mau memanggil Eira, Yara melihat Eira sudah fokus dengan laptopnya, Yara pun meninggalkannya sendiri untuk rapat dengan penerbit.

Setelah fokus beberapa jam di depan layar laptop Eira pun merasa mengantuk, Yara datang membawa segelas kopi dan juga jus untuk Eira.

"Minumlah dulu, dan lanjutkan pekerjaanmu," kata Yara.

Eira pun mengangguk.

"Apa kau menyesal?" tanya Eira.

"Emm," jawab Yara.

"Terimakasih," kata Eira.

"Sama-sama, aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu nanti kita bicara lagi," kata Yara.

"Baik," jawab Eira.

Seperti biasa mereka bertengkar hebat, tetapi mereka bisa langsung berbaikan dengan cepat. Mereka saling mengerti satu sama lain hanya saja terkadang mereka terbawa emosi karena lelah yang membuat mereka selalu beradu mulut dan jadi bertengkar. Mendiamkan dan memberi kesempatan satu sama lain untuk berpikir sendiri, begitulah mereka menyelesaikan masalah mereka, jika salah satu ada yang merasa bersalah dia akan meminta maaf, dan begitu seterusnya.

Hari sudah mulai sore, Eira sudah menyelesaikan lima belas bab sekaligus, agar dirinya bisa bersantai. Setelah selesai Eira merasa sangat pegal dan lelah, Yara yang dari belakang memijat pundak Eira hingga membuat Eira terkejut.

"Kau lelah?" Tanya Yara.

"Astaga! Emm…sangat," jawab Eira dan kembali menikmati pijatan Yara.

"Maafkan aku tentang tadi pagi," kata Yara mengawali pembicaraan.

"Ya, aku juga minta maaf tidak seharusnya aku begitu," jawab Eira.

"Aku juga tahu jika menulis itu menguras otak kamu, hingga kamu menjadi stress seperti ini, kata Yara.

"Aku juga tahu jika pekerjaanmu ini sangat banyak dan melelahkan, kau melakukannya untukku, terimakasih banyak dan maaf membuatmu bekerja keras," jawab Eira.

"Ini semua demi kita bukan kau saja, maaf kan aku ya," kata Yara.

Eira pun memegang tangan Yara dan Yara membalasnya dengan memeluk Eira.

"Jadi besok kita berlibur?" tanya Yara.

"Ya," jawab Eira.

"Baiklah, sekarang kamu pulanglah dan beristirahat aku akan menjemputmu besok pagi," kata Yara.

Eira pun menganggukan kepalanya dan bersiap untuk pulang.

"Kau tidak pulang?" tanya Eira.

"Aku akan segera menyusulmu, aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku dulu," jawab Yara.

"Beristirahatlah, jangan terlalu lelah," kata Eira.

"Aku mengerti, jika aku sakit kau akan kebingungan bukan?" tanya Yara.

"Ya, karena aku sudah menjadi ketergantungan denganmu," jawab Eira.

"Baiklah baiklah, kamu ini bisa saja Ra, sana pulanglah!" kata Yara mengelus kepala Eira.

Eira pun meninggalkan Yara dan pulang ke rumahnya dengan selamat.