"Hahaha aku tidak berpikir kau menguntitku kok Vee, ya sudah kalau begitu aku pergi ke mejaku dulu ya Vee," kata Eira.
"Silahkan, semoga kalian menikmati makanan di restaurant kami," jawab Vee.
Eira pun pergi menuju meja yang sudah di penuhi dengan rekan kerjanya.
"Apa Pak William belum datang?" tanya Eira.
"Belum," jawab Yara.
"Dia sebentar lagi sampai kok," sahut asisten William.
Mereka pun menunggu William. Tak lama kemudian William pun datang.
"Maafkan aku ya semuanya, aku sudah datang terlambat, tadi ada rekan bisnis di depan restaurant jadi aku berbincang dulu dengannya," kata William.
"Tidak papa Pak," jawab Yara.
"Mari semua langsung saja kita mulai makan, semua makanan sepertinya juga sudah ada di atas meja," kata William.
"Apa bapak sedang terburu-buru?" tanya Asistennya.
"Tidak, hanya saja aku merasa tidak enak, mereka sudah menungguku lumayan lama, aku yakin mereka sudah merasa lapar," jawab William.
"Bapak ini memang sosok CEO yang sangat pengertian, semoga bapak selalu menjadi CEO kami di sini ya pak," kata salah satu rekan kerja Eira.
"Benar, aku juga setuju dengan pemikiran mu, Pak William ini memang sangat perfect jadi bos di perusahaan kita, jangan meninggalkan kita ya pak," sahut Yara.
William pun menunduk sedih mendengar semua karyawannya berkata seperti itu, William pun menginginkan hal yang sama dengan apa yang di pikirkan oleh mereka, tetapi keadaannya tidak bisa mengikuti harapan itu.
"Kenapa bapak murung?" tanya Yara.
"Tidak papa, silahkan kita mulai makan saja," jawab William.
"Kenapa bos tidak mengatakan yang sebenarnya saja?" tanya Asisten William.
"Belum waktunya, jangan kau keras-keras, hal ini jangan ada yang mengetahuinya," jawab William.
"Baik Bos," jawab Asistennya.
Vee pun melewati meja Eira karena habis menemui klien di meja sebelah kanan mereka.
"Paman!" panggil Vee.
"Loh nak Vee, kenapa di sini?" tanya William.
"Aku ada pertemuan di sini paman, jadi sekalian cek keadaan di sini," jawab Vee.
"Kalian saling kenal?" tanya Eira heran.
"Tentu saja Ra, aku dan dia adalah saudara, dia anak dari adikku," jawab William.
"Jadi pamanku adalah atasan kamu Ra?" tanya Vee.
"Benar," jawab Eira.
"Duduklah di sini Vee, mari kita makan bersama!" ajak William.
"Tapia pa tidak papa?" tanya Vee.
"Tidak papa, kami tidak keberatan satu meja dengan orang tampan seperti kamu," sahut rekan kerja yang lainnya.
"Bagaimana dengan kamu Ra?" tanya Vee.
"Aku sih tidak masalah, duduklah!" jawab Eira.
Yara pun berdiri dan pindah kedepan Eira.
"Silahkan kau duduk di samping Eira saja Vee, aku akan pindah ke depan," kata Yara.
"Terimakasih," jawab Vee.
Mata Eira pun bergerak mengkode Yara dan memakinya. Yara hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman. Mereka melanjutkan makan siang bersama-sama.
"Apa ini ada acara Paman, kenapa tumben sekali makan bersama banyak orang seperti ini?" tanya Vee yang sudah selesai makan.
"Ini makan siang special Vee," jawab William.
"Mengapa?" Tanya Vee.
"Karena Eira berhasil menaikan ranting di novelnya, jadi ini anggaplah sebagai ucapan selamat untuknya," jawwab William.
"Wahhh kalau begitu, selamat ya Ra," kata Vee yang berbalik menatap Eira dan memegang tangan Eira.
Semua rekan terutama Yara pun melirik dan tersenyum dengan kejadian itu. Eira hanya tersipu malu.
"Ra nanti malam apa kau mau ikut denganku?" tanya Vee.
"Kemana?" Tanya Eira.
"Aku ingin pergi ke suatu tempat, apa kau bisa menemaniku?" tanya Vee.
"Apa aku boleh mengajak Yara?" tanya Eira.
"Maaf Eira, aku mau ikut dengan kamu, tapi aku sudah janjian sama Geo untuk kencan mala mini, jadi aku tidak bisa menemanimu," sahut Yara sengaja beralasan agar Eira bisa berduaan dengan Vee.
"Kalau tidak mau tidak papa Ra, aku tidak memaksa," kata Vee.
"Aku pikir Eira tidak ada acara yang lainnya kok Vee, dia akan pergi bersama denganmu," kata Yara.
"Yara!" sahut Eira.
"Kalau begitu aku akan jemput kamu di kantor paman tepat pukul enam sore," kata Vee.
"Baiklah Geo," jawab Eira menyetujuinya.
Yara tersenyum puas karena rencananya berjalan dengan lancar.
"Aku akan ke kamar mandi sebentar," kata Yara setelah mendapat kepuasan dia pergi untuk memberitahu Ibu Eira.
"Rupanya ada yang sedang jatuh cinta ini, sebenarnya paman penasaran, kalian saling mengenal itu dari mana?" tanya William.
"Apa paman tidak ingat, saat aku dengar mau di jodohkan dengan seorang wanita penulis novel yang aku sukai ini?" tanya Vee.
"Eira orangnya?" tanya William.
"Ya, aku bertemu dia saat berada di paris kemarin dan…--"
"Dan kalian sudah bersama?" timpal William.
"Tidak Paman, kami memutuskan untuk menjadi teman terlebih dahulu sebelum menuju ke sana,"
"Ouh mengapa? Apa yang membuat kalian hanya berteman saja? Bukankah kalian sama-sama sedang jomblo?"
Vee menatap Eira, lalu menaikan pundaknya menjawab pertanyaan dari William.
"Sebaiknya tidak perlu bahas hal ini di sini, saat ini waktunya bersenang-senang dengan yang lainnya bukan Pak?" sahut Eira.
"Ahhh benar," jawab William menyeringai.
"Kalau begitu biarkan saya pergi paman, saya tidak mau menganggu waktu kalian bersama," sahut Vee.
"Tidak, sebenarnya kau tidak menganggu Vee, kita kan sudah lebih dekat jadi bisa lebih santai dan terbiasa," jawab Eira.
"Iya, tapi sebaiknya aku pergi saja, ada hal yang harus aku selesaikan sebelum nanti pergi denganmu," kata Vee lalu berdiri.
"Baiklah Vee, salam untuk papa dan mama kamu ya," jawab William.
"Baik paman," jawab Vee dan pergi setelah menundukan kepalanya.
"Kenapa kau hanya berteman saja dengannya Ra? Bukankan dia tipe mu?" tanya rekan kerja yang sudah mengenal Eira, yaitu Ona.
"Benar dia memang tipe ku Ona, tetapi alangkah baiknya jika kita saling mengenal dulu," jawab Eira.
"Eira, aku akan bicara sebagai pamannya di sini, jika kau tidak menyukainya tolong langsung katakana padanya saja, karena jika dia mencintai seseorang dia akan memperjuangkannya bagaimana pun caranya, tetapi jika kau hanya bermain-main saja dengannya tolong berhentilah, karena aku tidak bisa melihat dia sedih karena cinta," kata William.
"Bapak tenang saja, aku tidak akan bertindak kejauhan, karena dari awal memang aku dan dia sudah sepakat untuk berteman," jawab Eira.
"Baiklah, aku akan mengerti," kata William.
"Baiklah karena hari sudah semakin sore, waktu istirahat pun juga sudah usah dari tadi, jadi sebaiknya kita kembali ke kantor sekarang," lanjut William.
"Baik pak," jawab semuanya.
Mereka pun berberes dan kembali ke kantor bersama-sama, Eira masih menunggu Yara yang sedang pamit ke kamar mandi.
"Kau tidak kembali Ra?" tanya Ona.
"Duluan saja, aku masih menunggu Yara," jawab Eira.
Ona melirik Eira dengan tatapan mengejeknya seperti biasanya.