webnovel

Chapter 149 Flashback Kim

Malamnya, di ruangan Neko sendiri, dia berteriak keras.

"Apa yang terjadi padamu, bodoh!!" Neko berteriak kesal, memukul meja sambil berdiri.

Dia menatap tajam Kim yang berdiri di depannya.

"Aku sudah bilang padamu untuk ikut saja... Ikut saja...!!! Kenapa kau sangat susah mengikuti pengajaran menjadi pengawal Tuan Han? Apa kau baru saja kehilangan akalmu..." tatap Neko yang kesal, dengan menekan giginya sendiri dalam mulutnya.

"Ini sangat sulit untukku," Kim membalas.

". . . Kau mengatakan itu sungguh-sungguh, kau bahkan juga mendorong putra satu-satunya itu. Bagaimana jika aku tadi membunuhmu di depan Direktur Han!?"

"Aku tidak tahu kalau itu adalah putranya! Bocah nakal itu hampir merusak kolam maupun ikan yang ada di dalam sana...."

"Jika kau sudah tahu itu putra-nya nanti, kau harusnya langsung menuruti-nya," kata Neko.

"Bukankah kau bilang aku hanya akan menjadi pengawalmu? Kenapa aku harus menuruti yang lain?" Kim menyela dengan tidak sopan.

Neko terdiam dengan wajah masih menahan amarah. "Kau benar-benar sialan, kau harusnya lebih banyak belajar soal hal ini. Aku sudah memasukkanmu ke dalam sini, seharusnya kau bersyukur dan menambah kekuatan fisikmu dengan berlatih di sini.... Kau tidak perlu memikirkan siapapun, termasuk adikmu itu, karena kalian sudah tenang jika aku sudah mengatakan membantu-mu," Neko menatap tajam.

". . . Apa maksudmu?! Kau bahkan tidak membayar-ku dalam hari pertama sama sekali!!" Kim benar-benar berani melawan-nya.

". . . Kau... Apa kau mencoba memancing tanganku untuk mengarahkan ini padamu?" Neko mengeluarkan pisau. Tapi ada yang mengetuk pintu ruangannya.

Neko terdiam, ia menjatuhkan pisaunya, membuat Kim terdiam bingung. Neko melihat jam dinding. Lalu Jun membuka pintu dan masuklah seorang wanita yang sangat cantik.

"My queen!!" dia berteriak senang dan memeluk kepala Neko di depan Kim.

Kim yang melihat itu masih tak tahu apa yang terjadi.

"Aku akan meminta Hyun dan Jun mengajarkanmu. Aku sudah bilang padamu, kualitas pengawal di sini dan di Korea sangat berbeda," kata Neko.

"Ayo mulai denganku," Seu menatap Neko dengan rayuan-nya.

Jun mendekat, memegang bahu Kim. "Keluarlah," kata Jun. Lalu Kim keluar dan bertemu Hyun, meskipun ia masih bingung dengan Neko dan Seu.

--

"Kali ini kau benar-benar mengacaukannya," tatap Hyun dengan wajah datarnya. Mereka ada di parkiran gedung dengan Hyun yang merokok bersandar, sementara Kim berjongkok di bawah dengan rasa putus asa.

"Masih lebih baik kau tidak dibunuh oleh Bos. Dia selalu membunuh mereka yang melakukan kesalahan sedikit pun, termasuk mempermalukan-nya. Kau harus sadar diri... Meskipun kau bekerja pada Direktur Han, tapi nama baik bos harus kau pegang karena yang memasukkanmu ke sini adalah dia," tambah Hyun.

"(Jadi dia selalu mengayunkan pisau itu pada orang yang sangat buruk padanya. Aku tidak tahu apakah aku harus menganggap diriku beruntung atau tidak, tapi ini benar-benar aneh. Atau mungkin dia menjatuhkan pisaunya tadi di bawah karena ada yang datang. Aku penasaran dengan wanita tadi yang bisa menyentuh-nya sesuka hati.... Apa mereka memiliki hubungan tertentu?)" Kim terdiam, lalu ia mengingat soal Neko mengatakan sesuatu soal kualitas berbeda dalam pengawalan maupun pemenangan jabatan.

"(Aku penasaran dengan hal itu.... Apa aku harus bertanya pada gadis itu langsung? Tapi, kan bisa aku bertanya padanya, tidak mungkin aku bertanya begitu setelah aku menggunakan nada perlawanan yang dia pikir itu akan buruk dalam penilaian-ku,)" Kim masih terdiam.

Lalu datang Jun, dia menatap ke Hyun. "Kau harus menyiapkan kendaraan untuk besok. Sisanya biar aku saja yang menjelaskan-nya padanya," tatapnya.

"Yeah, awasi saja dia dan ajari dia tata krama yang baik. Meskipun dia memang lahir di jalanan buruk, harusnya tahu apa itu tata krama dalam kasta yang berbeda," kata Hyun, lalu dia berjalan pergi.

Lalu Jun menatap Kim. "Hei, kau harus bertanya padaku saja jika ingin bertanya mengenai sesuatu. Jangan menunggu bos-ku untuk menjawab pertanyaan-mu, kau hanya akan mendapatkan ketegasan nada dari-nya," tatapnya.

"(Baiklah, mungkin aku hanya akan bertanya padanya... Jika tidak begitu mungkin seumur hidup aku juga tak akan tahu situasi apa yang terjadi di sini...) Apa yang dimaksud kualitas berbeda?" tanya Kim.

"Kenapa kau bertanya hal seperti itu padaku?"

"Kau bilang aku boleh bertanya hal yang tidak sampai menunggu bos-mu menjawabnya, jadi aku memberikan pertanyaan-ku ini padamu. Apa aku salah?" Kim menatap.

"Baiklah, terserah saja. . . Bos Akai hanya ingin pengawal dari Jepang, bukan dari sini. Karena di sini berbeda dengan di Jepang. Di sini memiliki tempat khusus untuk pengawal, sementara di Jepang, jalananlah yang menjadi tempat tinggal pengawal," balas Jun, sambil bicara, dia juga menyalakan rokoknya dan mulai merokok.

"Jadi dia hanya memilih preman jalanan dan bukannya pengawal berkualitas?"

"Mungkin jika dalam bahasa itu memanglah benar, karena kualitas menurun yang seperti itu dapat mengakibatkan kesetiaan yang tinggi karena mereka tidak diajarkan untuk memandang seberapa banyak mereka dapat uang, tapi yang penting mereka dapat gaji dengan uang yang tidak terlalu banyak," balas Jun.

"Lalu, apa aku patut disebut begitu? Aku juga termasuk di jalanan, tapi kenapa dia menolakku?" Kim menatap.

"Kenapa kau tidak tanya sendiri? Aku harus pergi," Jun menatap lalu meninggalkannya.

Hal itu membuat Kim terdiam bingung.

"(Bukankah kau yang meminta-ku untuk bertanya padamu, benar-benar begitu aneh.)"

Tengah malam, Kim mengetuk pintu Neko, dia terlebih dahulu menatap sekitar.

"(Tempat ini sungguh sangat aneh, aku melihat sesuatu yang tidak pernah aku tahu dan juga, aku penasaran apa yang dia lakukan bersama wanita tadi. Aku penasaran.... Oh dan juga, tempat ini masih tempat yang sama yakni gedung pelatihan yang memiliki hotel seperti ini....)" pikirnya, lalu kembali mengetuk pintu.

Dan rupanya, di dalam, Seu terbangun dari ranjang, dia mengucek mata sambil mengambil tisu di meja samping ranjang, menggunakan tisu menyentuh lehernya, lalu berjalan sambil membuang tisu itu di tempat sampah yang rupanya penuh darah, dan setelah itu membuka pintu.

Dia menatap Kim. ". . . Oh, kau yang tadi, halo," dia menyapa dengan tatapan manis-nya.

"Ya, halo," Kim membalas sambil membungkuk badan.

"Kamu kembali lagi ke sini ternyata. Apa kau sedang mencari seseorang?" tatap Seu dengan manis.

"Aku... ingin bertemu dengannya."

"Um... siapa?" Seu menatap bingung.

Tapi sesuatu menyela. "Bertemulah denganku besok. Apa kau tidak tahu ini jam berapa?" Neko menyela dengan keluar dari ruangannya.

Dia tampak menggunakan celana hitam panjang-nya dan kemeja yang hanya menutupi punggung-nya, sehingga dia terlihat menggunakan bra saja.

Hal itu membuat Kim terkejut melihat perut dan dada Neko. Dia bahkan terdiam membayangkan. Dia juga melihat leher Neko yang banyak kecupan kecil di sana.

Seu yang ada di dekatnya menjauh, tersenyum, dan memegang pundak Kim, membuat Kim menggeleng sadar langsung menatapnya.

Seu menatap manis, lalu ia menyentuh pipi Kim. "Jaga pandangan lasermu, Tuan~ dia hanya memilihku," tatapnya.

Hal itu membuat Kim terdiam kaku mendengar itu. Dia berpikir hal lain. Karena dia juga melihat leher Seu bekas gigitan tajam milik Neko. "Ehem... Maaf."

"Apa yang ingin kau bahas? Kau tahu bukan aku tak punya waktu," Neko menatap.

"Aku hanya ingin berbicara sebentar," kata Kim.

Neko menjadi terdiam dingin sebentar, lalu dia menghela napas panjang. "Kau mengganggu waktuku. Apa kau mau aku berteriak lagi padamu? Aku sudah cukup melakukan-nya padamu. Kau benar-benar membuang tenaga-ku, seharusnya kau sadar diri di sini..."

"Maafkan aku, tapi aku janji ini hanya sebentar... Aku ingin bertanya hal penting padamu."

"Kau bisa melakukannya besok bukan?"

"Aku tidak bisa menahannya, aku tak akan bisa tidur jika aku belum menemukan jawabannya."

". . . Untuk apa tidur, pengawal tidak akan pernah tidur. Kau harus melatih tubuhmu mulai dari sekarang."

"Kalau begitu, aku akan melatih tubuhku sekarang dengan mengobrol denganmu. Apa itu cukup melatihku?" Kim menatap serius, membuat Neko kembali terdiam dan menghela napas panjang.

Lalu Seu menatapnya dan mendekat, dia mengambil kemeja Neko

itu dan memakaikannya lalu mengancingkan kancing-nya sambil mengatakan sesuatu pada Neko. "Nona Neko, dia tampak kasihan sekali. Turuti saja kemauannya," tatapnya.

Lalu mereka berdua akhirnya berbicara di dalam dengan Seu yang sudah keluar.

Mereka berdua saling berhadapan di meja panjang Neko.

Kim hanya melihat Neko yang meminum tehnya dengan tenang.

"(Dia akhirnya menyetujui-nya dan aku bisa bertanya padanya soal apa yang harus aku tanyakan, tapi masalahnya... Aku harus mulai dari mana dulu? Bagaimana jika aku lupa....?)"

"Aku tidak pernah memberi waktu seperti ini pada orang sepertimu, jadi kau harus bicara cepat," kata Neko.

"Apa kau yakin kau tidak pernah memberi waktu pada orang sepertiku untuk bicara padamu?"

"Hanya, katakan saja..."

"(Sebaiknya aku langsung katakan saja agar tak ada yang menunggu sesuatu yang tidak masuk akal di sini...) Sebenarnya, aku hanya ingin bicara hal yang tidak terlalu penting. Alasanmu membawaku ke sini apa hanya karena kau ingin aku bisa sepertimu, bertarung sepertimu?" tatap Kim.

"Kau sudah bisa bertarung. Aku tidak bisa apa-apa kecuali hanya bisa melemparkan tatapan tombak."

"Ya, itu yang aku maksudkan."

". . . Kau tidak perlu khawatir jika sifatmu harus sama. Hanya perlu menikmati hal ini, maka kau bisa menjadi sangat kuat. Niat perlu melakukan ini."

"Apa aku harus menjadi sangat kuat untuk menjadi pengawalmu?"

"Tidak... Terserah jika kau ingin menjadi kuat atau tidak. Aku hanya sedang membuatmu mendapat uang. Aku tidak membantumu memberi uang, tapi aku membantumu mendapatkan uang."

"Jika aku terus ada di sini, apa kau tidak tahu aku tidak bisa melakukan hal ini?"

"Jun sudah mengatakan itu padaku. Fisik dan kemampuanmu menembak di bawah standar. Sepertinya jika bukan dari pengajar langsung, kau tetap tidak bisa," lirik Neko. Hal itu membuat Kim terdiam ragu.

"Temui aku besok di tempat pelatihan penembakan. Bawakan aku 3 minuman dan 3 apel yang sudah teriris dengan satu apel utuh," tambah Neko.