Malamnya, Jun berjalan di hotel dan diikuti Kim serta adiknya. Chay terus saja memasang wajah takut sambil memegang lengan Kim. "Kakak, apa ini akan baik-baik saja? Aku benar-benar sangat takut," tatapnya penuh gemetar.
Kim terdiam dan menghela napas panjang. Dia merangkul dan memeluk Chay sambil berjalan. "Kau akan baik-baik saja. Aku sudah bilang padamu kan? Ini semua akan baik-baik saja."
"Tapi..."
"Sudahlah, jangan terlalu banyak berpikir. Tenangkan saja pikirmu, kau tak perlu memikirkan ini," kata Kim, membuat Chay terdiam dan berhenti berpikir buruk.
Lalu, Jun berhenti di depan ruangan dan memberikan kartu ruangan itu. "Ini ruangan yang akan kalian tinggali. Istirahat saja di sini hingga malam berakhir. Itu pesan dari Nona Neko," kata Jun. Kim lalu menerima kuncinya.
"Aku permisi dulu," Jun lalu berjalan pergi.
"Kakak, bukankah ini terlalu mewah?" Chay menjadi ragu. Dia melihat sekitar ruangan hotel yang mereka tempati itu memang benar-benar sangat mewah.
"Tak apa, masuklah dulu. Istirahat di sini," kata Kim, lalu mereka masuk.
"Ada dua ranjang," Chay menatap dua ranjang yang terpisah, hal itu membuat Kim terdiam.
"(Apa dia sengaja melakukan itu? Benar-benar sangat aneh. Apakah dia sengaja agar aku tidak seranjang dengan adikku sendiri?)"
"Kakak, kenapa? Kau berpikir sesuatu?" Chay menatap bingung melihat Kim yang melamun. Kim menggeleng tersadar.
"Tidak, tidak ada..." Kim menggeleng.
"Kau yakin? Kau banyak pikiran. Kau bilang jangan memikirkan hal itu."
"Haiz... Itu untukmu. Jangan memikirkan hal apapun. Sekarang kita harus mandi dan istirahat," kata Kim. Lalu Chay mengangguk. Setelah itu, mereka membersihkan diri sebelum tidur.
---
"Kakak... Kenapa kita sampai seperti ini? Kita bahkan ditolong oleh perempuan itu. Apa kakak tidak ada rasa padanya?" tatap Chay yang duduk di ranjang satunya karena di sana ada dua ranjang berbeda. Dia menatap Kim yang duduk bersandar di ranjang sementara dia sendiri terbaring tengkurap menatap Kim.
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Chay," Kim meliriknya.
"Dia perempuan yang baik, menolong kita sampai memberikan hotel ini. Dan besok kakak akan bekerja padanya. Mungkin jika kakak dapat memenangkan hatinya, kakak juga akan mendapatkan keuntungan darinya," tatap Chay yang menyarankan Kim untuk dekat dengan Neko supaya bisa mengelabui hatinya.
Tapi Kim berpikir lain. "Aku tidak akan berani melakukan itu. Rasanya pasti akan sangat menyakitkan jika aku membohonginya. Menurutku dia adalah gadis yang sadis dan tidak bisa memaafkan. Aku takut kau yang akan jadi incaran saat ini. Jadi, saat aku bekerja besok, aku harap kau bisa di sini tanpa memanggilku kakak, Chay. Fokuslah pada kuliahmu, kau harus menyelesaikannya," tatap Kim. Lalu Chay terdiam dan mengangguk.
"Baiklah, kalau begitu, selamat malam, kakak," Chay terbaring dan menyelimuti dirinya, mulai terbaring tidur. Sementara Kim masih terdiam di tempatnya, dia belum terbaring sama sekali.
"(Aku benar-benar harus berpikir lebih soal ini. Aku masih berpikir bahwa dia bisa saja sengaja melakukan hal ini. Lebih baik aku tidak terlalu banyak memikirkan ini dan menerima saja. Tapi, jika aku memilih tidak memikirkan ini, bagaimana bisa aku waspada, aku bahkan masih belum percaya dia melakukan sesuatu seperti ini hanya padaku, mungkin perasaan ku dia melakukan ini hanya padaku, tapi mungkin dia melakukan nya pada orang lain juga, karena itu sudah bisa di tebak,)" ia menggeleng, mencoba melupakan pemikiran yang membuatnya pusing, lalu terbaring tidur dengan lampu yang sudah mati, membuat ruangan gelap.
Tapi ada hal lain yang sangat misterius, yakni sebuah kamera pendeteksi suara kecil yang ada di balik rak dekat obrolan mereka, yang mengarah langsung didengar oleh Neko lewat earphone yang ia pakai.
Mendengar perkataan Kim, ia menjadi tersenyum kecil. "(Begitu kah? Apa kau ingin mempermainkan aku juga? Kau tidak suka aku? Tapi kau akan menyesal nantinya jika kau tidak suka aku,)" ia ada di sebuah meja kantor yang gelap.
Lalu ada yang membuka pintu, membuatnya menoleh. Terlihat tubuh wanita di sana, dilihat dari bawah hingga atas, itu adalah Seu dengan senyuman yang sangat menggoda.
Dia berjalan mendekat dan meletakkan tangannya di kursi Neko, mendekat dan mencium bibir Neko di sana. "Nona Neko, darahku sudah siap untukmu."
---
Hari esoknya, Kim diantar Jun ke sebuah kediaman besar. Ia melihat sekitar tempat besar itu. "(Kenapa banyak sekali orang berbaju pengawal di sini? Setelan mereka memang terlihat rapi dengan jas hitam, tapi tatapan mereka bahkan lebih mengerikan. Aku penasaran dengan nyali mereka... Dan juga aku masih bingung dengan tempat ini.)" Kim terdiam bingung melihat sekitar karena baru pertama kali masuk ke sana.
Mereka kemudian berhenti karena melihat Neko berdiri sendiri di depan, menghadang mereka. Dengan Hyun yang ada di belakang Neko.
"Kau benar-benar ingin kemari, huh?" tatap Neko dengan tatapan datarnya.
"Apa ini tempatmu? Kapan aku mulai bekerja padamu? Aku harus apa di sini? Kenapa kau tidak pernah memberitahuku tempat ini?" tanya Kim.
"Satu-satu jika bertanya. Sebenarnya, empat hari lagi aku akan kembali ke Korea dan tak akan kemari lagi, dan kau tidak akan ikut denganku," kata Neko.
Mendengar itu membuat Kim terkejut.
"Apa maksudmu? Kau bilang aku akan bekerja padamu--
"Aku menariknya kembali. Selama aku pergi, kau akan menjadi bawahan Direktur Han, meskipun aku tidak suka padanya," Neko menyela. Lalu berjalan pergi.
"Hei... Tunggu..." Kim akan mengejar, tapi Jun menahan bahunya.
"Ikutlah denganku," Jun menatap datar. Lalu Kim menoleh pada Neko lagi yang berjalan pergi. Ia juga terdiam melihat ketika orang-orang yang ada di sekitar langsung menundukkan badan pada Neko yang berjalan di antara mereka. Sudah jelas mereka benar-benar menghormati gadis itu.
"(Sebenarnya siapa dia? Tapi sungguh.... Kenapa dia dengan kejinya melemparkan aku pada orang lain, bukankah aku harus bekerja di bawah mu... Kecuali jika kau memang sengaja mempermainkan ku lagi,)" pikir Kim, lalu ia berpasrah dan mulai berjalan mengikuti Jun ke tujuannya.
Mereka sudah ada di depan apartemen besar. Kim menjadi bingung melihat sekitar, apalagi dia hanya bisa melihat punggung besar Jun di depannya karena dia dalam posisi mengikuti Jun.
"(Kenapa dia malah membawaku kemari? Bukankah aku harus bekerja pada atasan itu? Kenapa malah membawaku kemari?)" Kim masih memasang wajah bingung.
Lalu Jun berbicara sambil masih berjalan. "Di sini sudah ada 130 pengawal swasta yang selalu diambil oleh klien. Selama menunggu, kau akan tinggal di sini," kata Jun.
"Tinggal di sini? Lalu bagaimana caraku mengawasi dan menjaga gadis itu? Bukankah aku bekerja padanya?"
"Untuk sementara, kau ada di sini dulu. Kau di sini juga termasuk sudah dibayar."
"Apa yang membayarku bukan bosmu?" Kim menatap.
"Tidak, kau hanya di sini. Atasanku tidak membayarmu pemilik tempat ini yang akan melakukannya. Kecuali kau sedang ditugaskan. Jika kau tidak ditugaskan, kau tidak akan dibayar sama sekali."
"Hah, kenapa? Kenapa aku tidak dibayar?! Bukankah aku termasuk bekerja menghabiskan waktuku? Dia bilang dia akan menjadikanku pengawalnya. Kenapa malah mengirimku ke tempat yang begini?!" Kim menatap, masih belum percaya.
"Dengar ini kau lelaki menyedihkan, bos memiliki pekerjaan yang sangat penting. Dia bukan siapa-siapa dari darahnya. Memang dia bisa mampir di tempat besar ini karena dia adalah keturunan dari orang besar, tidak... Dia melakukan ini dengan usahanya sendiri. Aku sebagai pengawalnya merupakan orang yang terpercaya dan kau tidak bisa langsung saja memprotes dirimu harus ikut padanya. Dia butuh orang yang terpercaya untuk menjadi bawahan. Jadi di sini kau akan dilatih menjadi pengawal yang terpercaya dan dapat menjaga sikap di kediaman besar ini," kata Jun dengan tatapan yang sangat tegas, membuat Kim terdiam. Tapi Kim tak mau kalah.
"Apa dia benar-benar tak mau datang kemari?! Memangnya tempat apa ini?! Aku benar-benar tidak mengerti." Dia menatap dengan tatapan yang kesal.
Lalu Jun menghela napas panjang dan berbalik. "Ikutlah denganku." Dia mulai berjalan, Kim terdiam hingga akhirnya dia mengikutinya.
Lalu mereka ada di sebuah ruangan kecil yang gelap. Jun menyalakan lampu, dan terlihat ruangan yang sangat lengkap dengan sistem akses.
Komputer dan teknologi pembantu akses. "Ruangan ini adalah ruangan di mana kau bisa mencari informasi melalui siapa saja. Jika informasi terbatas, kau harus mencari informasi sendiri dengan fisikmu, bukan pengetahuanmu," kata Jun. Tapi Kim masih terdiam bingung.
Lalu Jun menjelaskan soal tempat itu. "Jika kau ingin bertanya sebenarnya tempat apa ini, tempat ini disebut sebagai gedung pelatihan pengawalan. Di sini, para pengawal yang sudah dipastikan kuat dalam menjalani fisik mereka akan menetap di sini. Selain diam menunggu perintah, mereka juga dapat menikmati kehidupan mereka di sini. Ada banyak lapangan latihan, makanan, pelayan, dan semuanya yang siap melayani mereka. Tapi sayangnya, jika mereka tidak diambil untuk bertugas, mereka tak akan dibayar dan hanya menyisakan hidup mereka di sini. Kau harus bisa menunjukkan bahwa kemampuanmu melebihi rata-rata agar klien mengambilmu untuk bertugas," kata Jun.
"Tapi, bukankah aku harus bekerja pada atasanmu?"
"Kau bisa bekerja padanya kecuali kau bisa melatih fisik, mental, dan juga pengetahuan kesetiaanmu," kata Jun, membuat Kim kembali terdiam.
"Dan satu hal lagi... Persiapkan dirimu menjadi pelayan di sini. Sebentar lagi keluarga Tuan Direktur Han akan datang," kata Jun, lalu ia berjalan pergi.
"Pelayan? Apa? Bukankah aku pengawal? Kenapa pelayan?" Kim menjadi kesal sendiri.
"Kenapa aku harus begini... Padahal tujuanku adalah menjadi bawahan gadis itu. Rasanya benar-benar sangat susah... Haiz... Ini juga demi Chay. Semoga saja aku tidak direndahkan hanya sebagai pelayan saja... Tetap saja aku kesal pada gadis itu," dia sangat kesal sampai mengepal kedua tangannya.
Di saat itu juga, dia melihat ada kotak berwarna hitam garis merah. Dia mengambilnya dan membukanya, seketika terkejut, karena itu memang baju pelayan dengan kartu nama miliknya, 'Kim Hyein.'
"S... Sialan..."