webnovel

Chapter 115 Caged The Beast

Sementara itu, di sisi lain, tepatnya di bagian departemen museum.

"Pei Lei," panggil Beum, membuat Pei Lei menoleh dari meja karyawan karena dia tadi memberitahu tugas pada karyawan. Ketika namanya dipanggil, dia langsung berjalan mendekat.

"Anda memanggilku, Tuan Beum?"

"Ya, ini soal Luna. Sudah tak masuk dua hari. Waktu dua hari itu sangat banyak. Dia harus mempromosikan barang-barang itu. Kenapa dia tak masuk?" kata Beum.

"Aku juga sedang mencarinya, Tuan Beum," Pei Lei membalas.

"Bagaimana jika kau datang ke tempatnya?" kata Beum. Lalu, Pei Lei menundukkan badan, mengerti.

Di sisi lain, tempatnya di pabrik tua itu. Suzune benar-benar berwajah tak percaya melihat ayahnya diikat.

"Suzune, itu kamu, Suzune!" Direktur Geun menatap tak percaya.

"A... Ayah... Ayah... Ba... Bagaimana bisa... Kenapa ayah diikat?!" Suzune berlari mendekat.

"Suzune, lepaskan ayahmu ini... Ayah butuh bantuanmu," Direktur Geun sangat panik.

Tapi ada yang memegang bahu Suzune dan menariknya, membuat Suzune jatuh. "Ah...!"

"Heii!! Berani kau menyakiti putriku!!" Direktur Geun langsung berteriak pada Hyun yang rupanya melakukan itu.

Di sisi lain, Neko turun dari motor Kim dan Kim mengikutinya.

"Nona Akai, apa Anda sudah merasa ini adalah jalan keluar?" tanya Kim.

"Tentu, ini memang jalan keluarnya, tapi tanpa konflik pastinya tidak akan ada kata jalan keluar. Dari awal, gedung pemegangan saham itu memang sudah berhubungan langsung dengan museum. Apalagi membuat artikel sangat mudah di sana," balas Neko.

"(Aku senang ideku ini digunakan oleh Nona Akai,)" Kim menjadi tersenyum sendiri.

Lalu ia memakaikan jas di pundak Neko. "Ini sudah dimulai," Neko tersenyum licik.

Lalu mereka masuk ke pabrik itu. Semua orang melihatnya, lalu Hyun berjalan ke dekat Jun yang berdiri di pintu. Mereka berdua menundukkan badan, dan Neko berjalan dengan tenang mendekat ke Direktur Geun dan Suzune.

"Benar-benar sangat buruk sekali untuk dilihat..." katanya. Tapi di saat itu juga, Suzune terkejut.

"Kamu! Kamu bukankah reporter yang mengurus artikel Matthew saat itu?" Suzune menatap ketakutan.

"Yeah... Kecuali jika rambutku akan tumbuh menjadi hitam nantinya," balas Neko. Dia menatap dengan mata merahnya karena dia tidak memakai kontak warna mata.

"Kamu!! Kamu yang saat itu!! Aku ingat kamu!! Kau tak suka hubunganku dengan Matthew, dan Matthew terus saja membelamu!! Kau ini apa!! Kau merebut Matthew dariku!!" teriak Suzune yang berdiri.

"Yang seharusnya bilang begitu itu aku. Kau yang merebutnya dariku, tapi beruntung saja aku sama sekali tak menganggap apapun... Soal ini, kau membahas bahwa kau suka pada Matthew, tapi kenapa masih berjalan bersama banyak lelaki?" Neko mulai memprovokasi membuat Suzune terkejut.

"Apa yang kamu katakan?!? Aku tidak jalan bersama lelaki lain... Kau benar-benar menuduhku! (Dia menuduhku di depan ayah!!)"

"Aku memang mengatakan yang sebenarnya," kata Neko. Dia lalu menatap ke Direktur Geun. "Bahkan semua yang ada di sini sudah tahu, termasuk ayahmu sendiri."

Seketika Suzune menoleh. "Ayah!! Dia berbohong, Ayah. Aku tak mungkin menjadi wanita kotor.... Aku hanya bersama Matthew, tidak yang lainnya," Suzune mencoba meyakinkan ayahnya. Karena dia merupakan putri kesayangan, tentunya Direktur Geun akan membelanya.

"Ya, ayah percaya padamu..."

Neko yang melihat itu menjadi agak kesal, tapi dia punya hal lain yang bisa memanas-manasi Direktur Geun. "Bagaimana jika soal nyawa?" Neko menatap, membuat mereka langsung menoleh.

"Pegang dia," tambahnya. Seketika Kim memegang tangan Suzune.

"Apa!! Jangan lakukan itu!!" Direktur Geun langsung berteriak panik.

Neko mengeluarkan belatinya dan langsung mengarahkannya pada Direktur Geun. Seketika belati itu sebentar lagi akan menusuk lehernya.

"Putri dari Direktur Geun, apa kau setuju jika aku membunuh ayahmu di sini, tapi aku tetap membiarkanmu hidup dalam kenyamanan harta? Apakah kau setuju? Dengan begitu, kau pasti bisa menggunakan semua yang ayahmu punya, kan?" Neko menatap seringai.

"Suzune, jangan lakukan itu," Direktur Geun menggeleng panik.

"... Ayah... Salah satu di antara kita harus mati... Bagaimana ini?" Suzune menatap kosong.

"Untuk lebih jelasnya, biarkan aku membantu memilih," Neko mengulur tangan ke belakang, lalu Hyun mendekat dan memberikan ponsel yang ia bawa pada Neko.

Neko memutar rekaman yang tadi dikatakan Suzune ketika di kafe soal dia tidak peduli keadaan ayahnya bagaimanapun juga.

"Apa?! Tidak mungkin!! Ayah!! Aku tak mengatakan itu!!" Suzune langsung menjelaskannya dengan panik.

"Suzune... Aku tak percaya kau mengatakan itu!! Kenapa kau begitu... Setelah semua yang aku berikan padamu!! Kenapa kau begitu kejam pada ayahmu sendiri?!" Direktur Geun berteriak.

"Ayah! Maafkan aku, maafkan aku, aku tak akan melakukannya lagi," Suzune memohon. Dia bahkan langsung berlutut di depan Kim.

"Direktur Geun, ini adalah salah satu contoh bahwa merawat putri seperti ini sangatlah buruk. Jika perlu, contoh saja seseorang yang bisa merawat putri dengan baik. Direktur Cheong sangat baik dalam merawat putrinya yang begitu baik, tidak sepertimu," kata Neko. Dia menggunakan Cheong untuk membandingkan.

"... (Jika dipikir-pikir, mungkin ini memang benar... Aku begitu buruk dalam hal ini. Kenapa begitu menyakitkan, aku dikatakan seperti itu oleh putriku sendiri...)" Direktur Geun terdiam.

Dia tak mau menoleh ke putrinya yang benar-benar memohon. Lalu dia menatap ke Neko. "Nona Neko... Aku ingin kita mati saja," kata Direktur Geun. Lalu Neko tersenyum kecil, tapi Suzune tidak. Dia menangis dan tak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Tentu saja, permintaanmu akan membuatku mudah," kata Neko. Dia mundur dan mengeluarkan sesuatu dari pinggangnya. Itu pistol tembakan tangan. Mengenai manusia juga akan langsung mati jika terkena di titik vitalnya.

Lalu Kim menarik Suzune. "Tidak!! Aku tidak mau!! Aku tidak mau!!" Suzune memberontak, tapi ia dibuat berdiri dan memegang pistol itu. Dia berdiri di hadapan Direktur Geun.

Lalu Neko berada di samping Direktur Geun. "Direktur Geun, aku akan izinkan kau mengatakan perkataan terakhir..." Neko mengeluarkan ponselnya dan memulai rekaman.

"... Aku akan menyerahkan semua yang aku punya padamu, karena ini sudah tak ada ujungnya lagi... Aku akan memberikan semuanya untukmu, Nona Neko, karena ini semua termasuk kesalahanku," akhirnya Direktur Geun mengakuinya.

Neko menutup rekaman itu dengan senyum kecil. Dia lalu berbalik dan berjalan pergi. "Sampai jumpa, Direktur Geun," katanya, membuat Direktur memasang wajah kosong.

Tapi Suzune gemetar, dan di saat itu juga Kim membentaknya. "Cepat tembak!! Kau membuat kami menunggu!!"

"Kenapa harus aku?! Aku tak mau!! Aku tak mau mati!!" Suzune menatap menangis.

Lalu Kim tersenyum lebar. "Haha... Begini saja, aku akan melepaskanmu jika kau mau membunuh ayahmu sendiri," tatapnya.

Suzune terdiam mendengar itu, dan di saat itu juga.

Bang!!

Dia membunuh ayahnya sendiri dan menjatuhkan pistolnya dengan gemetar. Seketika itu juga, dia berteriak sangat keras sambil berlutut. "Aaaaa....!!!!"

Lalu Kim mengeluarkan pistol miliknya dan langsung menembak kepala Suzune dengan akhiran kata, "Sangat berisik... Kenapa wanita selalu berteriak jika seperti ini."

Sementara itu, Beum berjalan menuju kantor ketua. "Apa Anda memanggilku?" Ia menatap ketua.

"Apa kau yakin kau sudah menyimpan dokumen museum dengan aman?"

"Apa maksudmu? Tentu saja sudah aman."

"Kalau begitu, bisa kau jelaskan bahwa kau sedang dalam bahaya?"

"Apa maksudmu?"

"Kau mungkin mengenalnya," ketua memberikan ponselnya, mengulurkan dari meja. Itu adalah foto dari Neko, Neko yang dulu yang masih bermata merah dan berambut hitam.

"Si... Siapa gadis ini?"

"Apa kau lupa siapa dia?" ketua menatap. Lalu Beum mengingat bahwa Akai adalah Neko. "(Dia...) Tidak mungkin, dia berbeda, mata miliknya bukanlah merah... (Dia mirip dengan Luna!! Apa jangan-jangan... Dia menyamar!! Kenapa aku bisa lupa pada dia!!)" Beum menatap tak percaya.

"Itu mungkin pemikiranmu. Dia itu cerdas, kau tak bisa meremehkannya begitu saja."

"Di... Dia, licik... Beraninya menyamar begitu, aku sudah curiga dari awal bahwa Luna ingin mengambil alih museum, tapi bagaimana dia melakukannya?" Beum menatap dengan serius sekaligus marah.

Ketua terdiam. "(Sudah saatnya aku sendiri yang menjatuhkanmu, Neko.)"

"(Aku benar-benar tidak menyangka akan hal ini, berani-beraninya gadis itu mempermainkanku...Tidak bisa dimaafkan, cukup aku akui dia sangat pandai dalam hal penyamaran... Tapi tetap saja, itu membuatku marah!!)" Beum sudah sangat kesal. Lalu dia berbalik. "Aku akan pergi memastikan di brankas... Gadis sialan itu pasti sedang di brankas akan mengambil dokumen tanda tanganku," kata Beum, dia langsung berjalan pergi.

Ketua terdiam, dia lalu menghela napas panjang. "(... Kenapa aku harus mempercayai Beum hanya karena aku tidak tahan lagi dengan gadis itu? Dia sangat lamban melakukan semuanya...)" Di sini, ketua tidak sabaran, padahal dia tidak tahu bahwa sebentar lagi, tanpa dia memberitahu Beum, Neko sudah akan mendapatkan museum termasuk bisnis milik Geun.

--

Hyun dan Jun melihat mobil Beum sudah berangkat. Lalu Jun menghubungi Neko. "Boss, kami sudah melihatnya."

Neko menutup telepon dan berjalan keluar apartemen yang dibukakan Kim. Namun saat itu juga Pei Lei ada di depan pintunya. Pei Lei terkejut melihat tampilan Neko.

"Kau..."

Neko hanya terdiam dingin, lalu menghela napas panjang. "(Kenapa harus di saat seperti ini...) . . . Aku tak ada waktu bersamamu," Neko berjalan melewatinya. Namun Pei Lei menahan bahu kanan Neko. "Tunggu..."

Seketika Neko terkejut kesakitan karena itu tepat di lukanya semalam. "Ugh..." Luka yang masih basah di lengan Neko.

"Apa yang kau lakukan!" Kim menarik tangan Pei Lei dari bahu Neko. "Siapa kau berani menyentuhnya?" Kim menatap serius pada Pei Lei yang masih tak tahu apa-apa.

"(Rupanya benar dari awal, mereka memiliki rencana bersama!! Aku benar-benar tak percaya ini!)"

Tapi Neko hanya menatap dingin.

Mendadak Kim memegang kerah Pei Lei. "Sebaiknya kau jangan ikut campur."

"Lepaskan saja dia," kata Neko.

Lalu Kim melepas kerah Pei Lei.

"Luna... Apa jangan-jangan, selama ini... Kamu hanya menyamar... Sebenarnya apa yang terjadi?!"

"Aku tak ada waktu untukmu. Ini juga bukan urusanmu," kata Neko. Dia langsung berjalan pergi diikuti mereka, membuat Pei Lei terdiam.

"(Luna... Kenapa kamu mengatakan itu?)"