"(Aku lupa pada tugas yang aku berikan pada Seu,)" Neko terdiam di sofanya.
Di sisi lain, Seu keluar dari pangkuan Tuan Geun. "Baiklah, ini yang terakhir kali ya, Direktur," tatap Seu dengan menggoda.
"Ya, tapi Seu, bisa aku bertanya sesuatu?" Direktur Geun menatap. Dia menunjukan gelas minuman yang ada di mejanya. "Kenapa kau selalu memberikan suatu obat larutan padaku?"
"Oh, aku sudah bilang dari awal kan, itu obat yang membuat Anda kuat... (Amit-amit... Pria tua...)" Seu membalas. Rupanya di hatinya, dia berpikir lain dan wajahnya mengerikan.
"Tapi, kenapa akhir-akhir ini rasanya tubuhku sangat tidak nyaman, rasanya seperti agak aneh, jantungku juga selalu berdegup kencang maupun pelan di saat yang bersamaan," tatap Direktur Geun.
"(Hmp... Bodoh, sudah tahu obat itu yang membuatmu begitu, masih saja bodoh.) Ah, mungkin Anda harus ke dokter, siapa tahu sakit beneran. Kalau begitu aku pergi dulu, Tuan Geun. Jangan menyewa ku lagi ya... Aku ada pesewa baru," Seu langsung berjalan pergi dengan santai tanpa bersalah.
Tuan Geun terdiam, tapi mendadak ia memegang dadanya. "(Akh sial... Rasanya lebih sakit dari sebelumnya. Sebenarnya apa yang terjadi... Aku harus ke dokter.)" dia langsung berjalan pergi dari tempatnya.
--
"Maafkan aku, Direktur Geun, tapi aku tak bisa menemukan obat dari penyakit Anda... Mungkin... Kematian yang bisa," kata dokter seketika Direktur Geun terkejut mendengar itu.
"Apa yang terjadi? Kenapa tak bisa!?"
"Ini mungkin karena suatu zat yang tak bisa aku deteksi. Jika Anda datang ke beberapa dokter sekalipun, tetap saja jawabannya akan sama seperti ku," kata dokter sekali lagi.
"(Tidak... Ini tidak mungkin... Tidak mungkin...) Berapa lama lagi waktu ku?" Direktur Geun menatap dengan masih gemetar.
"...Sekitar 8-10 tahun."
"Meskipun dibilang lama, tapi rasanya akan terus sakit hingga kematianku," gumam Direktur Geun.
Hingga ia kembali di kantor Tuan Geun, ia menatap suasana luar dari jendela kacanya. Lalu ponselnya berbunyi. Di sana tertulis Neko. "Ada apa, Nona Neko? Kau menghubungiku, sudah lama Anda tidak terlihat. Apa karena bangkrut?" kata Tuan Geun dengan nada sombongnya.
"Tidak juga, Tuan Geun. Aku hanya memberitahumu, hidupmu akan berada di ambang kematian..."
"...Apa maksudmu?" Tuan Geun menjadi bingung.
"Kau menyewa Seu, bukan? Dia meracuni mu saat itu. Mungkin dalam beberapa jam akan bereaksi," kata Neko. Rupanya ia ada di atap gedung, menatap Tuan Geun dari jendela yang sangat jauh.
"Hah, dari mana kau tahu? Dari mana kau tahu aku menyewa wanita dan racun itu? (Apa jangan-jangan, wanita yang selalu aku sewa itu yang melakukannya... Sialan...)"
"Aku yang memintanya," kata Neko, seketika Direktur Geun terkejut.
"(Sialan, rupanya disuruh olehnya. Karena itulah aku berpikir tidak mungkin pelacur meracuni ku, rupanya gadis ini yang memintanya. Sialan...) Kau, dasar kurang ajar...ugh..." Tuan Geun tiba-tiba mati rasa dan berlutut jatuh.
"Apa yang kau katakan, Tuan Geun? Aku sama sekali tidak mendengarnya," kata Neko dengan senyuman kecilnya. Ia menatap Tuan Geun dengan puas.
"Jika kau ingin sembuh, datanglah padaku nanti malam," ia menambah lalu menutup telepon.
"Ugh..." Tuan Geun menjadi lemah tak berdaya.
Neko menutup ponsel dan berbalik badan melihat Kim yang rupanya ada di belakangnya.
"Nona Akai, apa yang terjadi?" Kim menatap.
"Yeah, malam ini, aku akan datang mengambil hak ku," balas Neko.
"Tapi... Itu akan berbahaya. Bagaimana jika Anda terluka, bagaimana jika Anda-
"Jika kau berpikir begitu, kenapa kau tidak lakukan tugas mu saja," Neko menyela, membuat Kim terdiam.
Malamnya, Neko berjalan masuk sendirian ke dalam pabrik tua yang sudah terbangkalai. Terlihat banyak sekali orang-orang penjaga, dan di tengah mereka ada Tuan Geun yang duduk menatapnya.
"Kau terlalu penakut, membawa semua ini. Kau pikir aku juga akan seperti ini," Neko menatap dingin.
"Cepat serahkan obat itu padaku," Tuan Geun mendekat.
"Obat? Aku tidak bilang kalau aku akan membawa obat, bukan?" Neko membalas dengan wajah yang biasa tanpa rasa takut.
"Kau mau membodohiku..." Tuan Geun berteriak, tiba-tiba ia menjadi lemah dan lemas. "Ugh..."
"Jangan paksakan dirimu, Tuan Geun. Aku hanya ingin meminta satu jawaban darimu... Kenapa kau menghianati kontrak kita? Kau malah memilih Beum."
"Ugh... Karena itu adalah masalah untukmu yang bukan harus aku urusi. Beum yang memiliki museum itu, dia membuat kontrak besar denganku."
"Kalau begitu, bagaimana jika aku yang punya museum itu? Apa kau mau mengembalikan kontraknya?"
"Hmp... Itu mustahil saja. Tanda tangan dokumen mu sendiri aku bawa di tangan ku, mana mungkin bisa dijadikan bukti jika kau tidak mengambil dokumen itu padaku," Tuan Geun menatap sombong.
Neko terdiam dan menghela napas panjang. "Dari awal, kita bekerja sama karena kau tahu bahwa yang memegang museum adalah aku. Tapi Beum menawari permintaan yang lebih besar, sehingga kalian berdua merencanakan bahwa menyembunyikan dokumen asli tanda tangan museum adalah milikku, dan kau yang menyembunyikan nya sehingga kau bisa melakukan terus kontraknya dengan Direktur Beum."
"Kau tidak mengerti! Aku melakukan ini juga karena putriku. Aku sangat sayang padanya, dia meminta ku untuk memiliki hubungan dengan adik dari Direktur Beum, yakni Matthew, hingga sekarang aku bekerja sama dengan Direktur Beum dengan jaminan adiknya menjalin hubungan dengan putri ku," kata Tuan Geun.
Tapi Neko tersenyum kecil. Ia mengeluarkan ponselnya, membuat Direktur terdiam. "Apa yang kau lakukan, jangan mencoba mengalihkan pembicaraan-
Ting! Tiba-tiba ponsel Direktur Geun berbunyi, membuatnya melihat ada pesan masuk foto dari Neko.
Ia terdiam bingung, tapi masih menatap waspada pada Neko yang tersenyum kecil, merencanakan sesuatu.
Direktur membuka foto itu dan begitu terkejutnya dia ketika melihat bahwa itu adalah beberapa foto bukti bahwa putrinya, Suzune, berjalan bersama banyak pria maupun lelaki. Bahkan tak ada sama sekali fotonya bersama Matthew, hanya bersama lelaki lain, ada yang sedang mencium, berpelukan, bahkan berjalan dekat bersama.
"Apa?! Apa ini?! Dia bukan Suzune. Suzune tidak seperti ini!" Direktur Geun tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"(Sebelumnya aku sudah bicara pada Matthew, karena dia selalu melihat Suzune jalan dengan orang lain. Dia jadi memfoto semua itu dan mengirimkan nya padaku agar aku percaya padanya bahwa hubungan dengan Suzune tidak bisa di anggap apa-apa kecuali dia menjadi salah satu dari lelaki yang dirayu Suzune.) Bisa kau lihat di sana, Direktur Geun, bahwa putrimu adalah pelacur yang sesungguhnya," kata Neko.
"(Aku benar-benar tidak tahu dia punya kebiasaan ini,)" Geun sangat tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Lalu Neko melemparkan sebuah dokumen. Tuan Geun melihat dokumen itu dan terkejut karena dokumen itu berisi artikel publik soal putrinya, artikel yang sudah dibuat dan siap dikirim agar semua tahu bahwa putri Direktur yang memiliki banyak bisnis besar rupanya seorang wanita kotor.
"Ba... Bagaimana bisa? Jangan buat artikel!" ia berteriak kesal.
"Apa kau lupa aku bekerja di mana? Pastinya membuat artikel seperti ini akan mudah, akan langsung terkirim kan di publik, dan mereka tahu kan hal ini, sehingga bisnismu berpengaruh dan hancur," kata Neko. Dia benar-benar berhasil memojokkan Direktur Geun yang sekarang tak bisa apa-apa.
Hingga ia hampir pasrah dan mengatakan sesuatu. "Apa yang harus aku lakukan padamu agar artikel ini tidak kau publikasikan?" Tuan Geun menatap.
Lalu Neko kembali tersenyum kecil. "(Sangat mudah sekali...) Cukup berikan padaku dokumen itu, dokumen yang asli milikku, tanda tangan darahku sendiri, maka museum itu akan menjadi milikku. Gampang bukan," kata Neko.
"Bagaimana aku bisa memberikannya padamu! Aku tak akan melakukannya! Bagaimanapun juga itu sudah kesepakatanku dengan Tuan Beum..."
"...Yeah... Bagaimana ya jika kau tidak mau... Sepertinya aku harus berpikir cara lain,"
Neko berjalan mendekat dan tiba-tiba saja ia menodongkan belati hitam di leher Direktur Geun yang menjadi terkejut.
"Hoi!!" Semua pengawal akan mendekat, tapi mereka sadar bahwa Tuan Geun menjadi tawanan, Neko bisa saja menusuk lehernya.
"Cepat berikan padaku, mereka tak berani mendekat sekarang bukan," Neko menatap tajam.
"Ce... Cepat ambil dokumen itu," Direktur Geun meminta yang lain, lalu salah satu dari pengawal itu memberikan dokumen berwarna merah gelap kepada Neko yang menerimanya dan menarik kembali belatinya, lalu berbalik badan.
"Terima kasih, kerja samanya," kata terakhirnya sambil berjalan pergi.
"Cih, tangkap dia! Kalian tak berguna..." Tuan Geun berteriak. Seketika semuanya mengepung Neko. Tak ada jalan keluar karena mereka sangat banyak. "Sepertinya aku akan jadi tikus di antara kucing tak berguna," kata Neko yang masih memasang wajah tanpa takut.
Tiba-tiba akan ada yang menyerang. Tapi suara tangkisan muncul, membuat orang tadi langsung terpental begitu saja layaknya ada yang lebih kuat untuk mengalahkan nya.
Direktur terkejut dengan kekuatan itu dan melihat lagi, rupanya bukan Neko, tetapi Kim. Dia melindungi Neko dengan muncul di antara mereka.
"Serahkan padaku ya, Nona Akai. Aku akan melakukan tugasku," tatap Kim. Neko tersenyum kecil dan berjalan pergi meninggalkan tempat itu.
"Ayo maju sini, cecunguk!" Kim menantang, membuat semuanya menyerangnya secara bersamaan. Dia benar benar bukan pengawal kaleng kaleng karena dia benar benar memiliki kemampuan wajib yang kuat.
Beberapa jam kemudian, Direktur Geun terdiam gemetar menatap apa yang ada di depannya.
Semua orangnya mati di depannya sendiri, dan Kim berdiri dari jauh dengan baju yang berlumur darah. Ia bernapas lelah. "(Huf... Huf... Ini merepotkan,)" ia menghela napas lalu menoleh ke Tuan Geun, ia menjadi tersenyum kecil. "Baiklah, sepertinya tugasku sudah selesai," tatapnya dengan sombong.
"Ba... Bagaimana bisa... Kau hanyalah penjaga biasa... Dan satu orang melawan banyak penjaga yang aku percayai kuat! Aku sudah membayar mereka, tentunya mereka kuat. Memangnya berapa dia membayarmu?!" Direktur menatap kesal bahkan dia masih tidak percaya melihat itu.
"Ahahaha... Direktur, ini bukan soal uang, tapi ini soal kesetiaan yang tanpa batas."