webnovel

Pulang Ke Rumah

"Bohong!" bentak orang itu lagi, kemudian ia mengerakkan kedua tangannya sebagai tanda memerintah kepada orang-orang di belakannya. Lalu tanpa aba-aba lagi untuk yang kedua kalinya, orang-orang itu telah memukuli Udin hingga babak-belur.

Setelah puas, orang yang di panggil dengan sebutan abang itu berkata, "Stop! Baiklah kali ini sampai di sini saja. Lain kali, kalau kamu masih belum mau menyerahkan kartu emas itu lagi, atau membohongi aku lagi. Liat saja!" katanya dengan nada mengancam.

"Ia bang, terima kasih bang!" kata Udin dengan suara terbata-bata.

Orang-orang itu meninggalkan si Udin sendirian, dari jauh anak yang berpakaian compang-camping memandangi si Udin, dengan harapan kalau si Udin insaf dan mau mengembalikan tiket Emasnya itu.

Si Udin pun melihat ke arah anak itu berkata kepada dirinya sendiri, "Enak saja. Aku sudah begini, mana bisa aku kembalikan tiket itu kepada kamu."

Dengan tersenyum licik ia bangkit berdiri dan berjalan perlahan-lahan dengan tubuh sempoyongan ia meninggalkan tempat tersebut serta meninggalkan Ari yang sendirian dengan wajah terlihat semakin sedih.

****

Dengan berjalan kaki si Udin pulang ke rumah. Jalannya juga terseok-seok karena habis di pukuli.

Ketika ia melewati sebuah toko emas, "Koh, mau jual ini dong." Katanya sambil mengeluarkan kartu emas yang ia terima dari tempat yang bernama Dreamland Word tersebut, tepatnya yang ia curi dari Ari.

Si pemilik toko emas tersebut menerimanya sambil komentar, "Din, elo curi dari siapa ini barang?"

"Enak saja, aku tidak mencurinya. Aku hanya menemukannya di jalan. Tepatnya di tempat permainan Dreamland Word." kata Si Udin membela diri.

"Din. Ini barang, bukan main-main loh. Kalau tidak ada sertifikatnya, kita berdua bisa di tuduh mencuri, gue engak mau terima ini barang!" kata si engkoh itu sambil mengembalikan kartu emas tersebut.

"Emang kenapa koh?!"

"Din asal elo tahu ya, barang itu emas murni sungguhan dan ada cap kerajaannya. Jika elo sembarangan jual dan ketahuan, elo di anggap mencuri dan gue bisa di anggap sebagai penadah. Urusannya bisa berabe." Jelas si engkoh pemilik toko emas tersebut dengan wajah yang terlihat agak sedikit khawatir.

"Terus, bisa laku berapa koh?!" tanya Udin penasaran.

"Gue jamin, engak ada yang mau beli!" kata si pemilik toko emas itu sambil menggeleng-gelengkan telapak tangan kanannya.

"Koh, udah berapa aja deh." Desak si Udin, agar ia mendapatkan uang. Tetapi, si engkoh pemilik toko emas bersih kukuh untuk tidak mau membayar kartu emas tersebut.

Akhirnya si Udin pun menyerah kalah, lalu ia berjalan kembali menuju rumahnya.

****

Ternyata si Udin dan anak yang berpakaian compang-camping itu tetanggaan.

"Din, balikin punya gua!" kata Ari dengan emosi ketika berpapasan dengan si Udin.

"Ambil saja kalau bisa!" Teriak si Udin sambil melesat lari.

Walaupun tubuhnya sudah seperti itu, tetapi larinya masih gesit. Anak yang berpakaian compang-camping itu berusaha mengejarnya. Larinya lebih gesit dan cepat lagi.

Ketika sudah dekat, kira-kira tinggal beberapa meter lagi, tampak si brewok sedang berjalan ke arah mereka berdua. Sial bagi si Udin, dia bertemu lagi dengan temanya itu yang ia panggil dengan sebuatan si abang Brewok

"Udin elo mau lari ke mana? Elo lari seperti di kejar-kejar setan?" sindir Si Brewok.

"Bang maaf, katanya dengan cepat."

Lalu otaknya langsung jalan, "Bang! Saya beruntung ketemu abang di sini. Sesungguhnya kartu emas itu sudah kembali jatuh ke tangannya." kata si Udin sambil menunjuk ke arah Ari.

Melihat gelagat yang tidak baik itu, dengan cepat si anak berbaju compang-camping berbalik arah lalu melesat bak anak panah berlari dari kejaran anak buah si brewok tersebut.

Udin dan brewok serta anak buahnya berusaha mengejar anak itu.

Untungnya tubuhnya kecil, sehingga ia bisa menerobos gorong-gorong kering serta gang-gang sempit sehingga ia bisa lepas dari kejaraan anak buahnya si brewok.

Ternyata si Brewok dan anak buahnya telah kehilangan jejak si Ari.

Dengan nafas yang tersengal-sengal. "Din, kalau besok elo ketemu dia lagi, elo ambil buat gua ya!" kata si Brewok memberi perintah.

"Beres bang!"

Setelah rombongan bang brewok itu menghilang barulah Udin dapat menarik nafas lega.

****

Ia melangkah masuk ke sebuah bangunan sederhana dan langsung masuk ke dalam kamar serta membantingkan tubuhnya di atas kasur.

Tak lama terdengar suara ibunya, "Din, elo udah pulang! Bawa duit ngak!"

Tetapi si Udin diam saja tidak menyahut, tangannya mengeluarkan kartu emas tersebut dari saku celananya.

Matanya menatap kartu emas itu sesaat lamanya.

"Andai saja si engkoh mau bayarin kartu emas ini, aku sekarang sudah pegang uang yang banyak. Apa sebaiknya aku temui Babah Liong si Kolektor itu? Ah betul, kalau dia yang beli, harganya pasti jauh lebih mahal!" serunya kepada diri sendiri.

Teringat akan babah Liong, Udin pun melompat bangun dari tempat tidurnya dan bergegas keluar dan langsung berlari menuju tempat tinggalnya Babah Liong.

Ketika si Udin baru saja keluar dari pintu rumahnya. Saat itu tampak seorang wanita berdiri di depan rumahnya, "Din, elo mau ke mana lagi?" tanya wanita itu yang ternyata adalah emaknya dengan wajah sedih dan kawatir.

"Cari duit mak!" teriak Udin sambil terus berlari.

****

Akhirnya ia sampai di depan sebuah rumah mewah. Rumah itu agak menjorok ke dalam, dengan pintu pagar berwarna merah dan di hiasi dua buah patung kepala naga.

Udin tertegun sejenak di depan rumah Babah Liong itu. Lalu ketika ia teringat kembali akan tujuannya ke rumah itu, maka buru-buru ia menekan bel.

Ketika ia hendak menekan bel untuk kedua kalinya, tiba-tiba dari dalam rumah tampak seorang wanita setengah baya keluar dan menemuinya.

"Nyonya maaf, boleh saya bertemu dengan Babah Liong?" tanya Udin begitu melihat wanita itu berdiri di depan pintu pagar berhadapan dengan Udin.

Si wanita setengah baya itu malah balik bertanya, "Apakah kamu sudah membuat janji dengan suami saya?"

Dengan wajah yang terlihat sedikit kecewa Udin hanya menggelengkan kepalanya.

Melihat si Udin menggelengkan kepala, wanita setengah baya itu berkata, "Maafkan saya. Tetapi jika kamu besok hendak kembali lagi kemari. Datanglah lebih awal. Kalau bisa pagi-pagi sekali sekitar pukul delapan pagi. Siapa tahu suami saya masih ada di sini. Belum pergi ke mana-mana."

Mendengar perkataan si wanita setengah baya itu, Udin merasa ada harapan kembali untuk menjual kartu emas tersebut.

Ia pun berkata, "Terima kasih nyonya." Sesudah berkata demikian ia pun berlari pulang kembali ke rumahnya.

****

Begitu ia berada di depan pintu gerbang rumahnya, tampak wanita itu sedang duduk melamun di dekat pintu pagar. Dan ketika matanya melihat ke arah Udin, ia pun segera bangkit berdiri.

Sambil berkacak pinggang wanita itu berkata, "Malam ini kamu tidur di luar saja." Wajahnya terlihat sangat emosional. Sesudah berkata demikian, ia pun segera masuk ke dalam rumah sambil tangannya membanting pintu pagar.

Hampir saja pintu pagar itu mengenai wajah Udin.