webnovel

Dream Wings

Aku hanya seorang anak SMA yang mempunyai banyak impian, yang masih labil, yang masih menginginkan kebebasan, yang tidak tahu mana cinta yang tulus dan mana yang hanya permainan. Aku memang menikah, tapi apa aku mencintainya? TIDAK. Cukup pengorbananku dengan menikah tanpa cinta dengan Athala. Walaupun akhirnya berjalannya waktu rasa cinta itu tumbuh walaupun sedikit terlambat. Aku selalu berkata pada Hannan, aku tidak mengerti ini perasaan apa? Bisa saja aku mempermainkanmu, bisa saja aku tak pernah serius, bisa saja aku bukan seseorang yang baik. Tetapi dalam hatiku aku tak ingin melepas keduanya. Merekapun tak boleh memiliki siapapun, egois memang… tetapi jika aku melepas semuanya, apa bisa aku mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan mereka lagi. Satu terlepas bukan kehendak ku juga bukan kehendaknya. Dan ku harap aku selalu bisa memiliki yang satu selamanya. Athala, ia sangat baik. Ia mengerti aku tak mencintainya. Tetapi ia bagai kupu-kupu mimpiku yang hilang satu jika ia tidak ada. Hannan, ia seseorang yang ku rasa lebih baik, kami menyatu dan saling mencintai tetapi bagai kupu-kupu yang hilang semua sayapnya jika ia tidak disampingku, apalagi bila ada seseorang yang mendekatinya. Semua berawal dari keduanya, ditambah lagi aku memiliki keluarga yang sangat dekat denganku satu mimpiku terwujud yaitu memiliki sekolah musik. Terimakasih kalian adalah sayap-sayap mimpiku. Dengan berjalannya waktu, aku punya mimpi untuk bisa seperti ibuku yang bisa konser ke luar negeri atau bahasa yang sering di pakai adalah go internasional. Ya, aku mampu, aku bisa. Jika itu terlaksana pada diriku, aku ingin membawa serta sebagian dari murid-muridku. Biar mereka juga bisa memiliki kesuksesan yang sama denganku. Meski halang rintang cinta menghadang aku tak peduli, sekali lagi aku memang egois untuk urusan satu ini, Hannan tetap milikku sampai akhir karena ia tetap di hatiku.

fitria_zie123 · Urban
Not enough ratings
5 Chs

Memori Masa Kecilku

Aku termenung duduk di balkon rumahku, aku libur sekolah hari ini, akan memasuki sekolah baru, sekolah menengah. Rumah mewah ini masih asing bagiku, tetapi, aku beruntung diadopsi oleh ayah dan ibu yang sangat baik padaku. Awalnya aku ingin seumur hidup dibesarkan dipanti asuhan karena aku berpikir tak akan ada orang tua angkat yang baik. Tetapi, entah mengapa ayah dan ibu sanggup membawaku ke rumah mereka. Tak tahu kapan datangnya, tiba-tiba ibu sudah berada disampingku, lalu ia tersenyum yang penuh dengan ketulusan setelah aku menoleh ke wajahnya yang cantik. Hidupku bagai kembali ke masa lalu. Setiap detik yang berlalu, selalu membuatku bersyukur atas apa yang aku dapat sekarang.

"Yanfa kecil, nanti setelah mandi dan sarapan temani ibu ke toko dan pembuatan biola ya…?"

"iya bu, tapi nanti Yanfa dibelikan es krim ya.."

"iya…" lalu aku berlari menuju kamar mandi seakan tak mau membuat ibu menunggu. Setelah sarapan dan siap-siap aku segera mengajak ibu. Saat itu ayah sedang ada kontrak kerja bersama bandnya di dua tempat. Jadi pagi-pagi sekali sudah berangkat.

Aku tersadar dalam lamunanku, aku beralih posisi, bersandar pada balkon. Lamunan masa kecil ku lanjutkan.

Sesampainya kami di toko dan tempat pembuatan biola itu ibu bertanya:

"ini tempatnya, kalau kamu mau, kamu bisa pilih, nanti sampai di rumah akan ibu ajarkan beberapa kunci nada biola bahkan setiap harinya, sampai kamu hafal kunci biola dan dapat memainkan sendiri biola itu seperti ibu." Aku hanya tersenyum.

"atau kamu ingin model biola yang berbeda dengan yang dipajang, tapi harus pesan dulu…"

"Yanfa pilih yang sudah dipajang saja bu.."

"okey, kamu pilih-pilih dulu, ibu ke sana untuk pesan biola, sebentar kok" ibu meninggalkanku di toko biola sendirian ke tempat pembuatan biola yang ada di belakang toko itu yang berjarak hanya 2 meter dari toko, hanya dibatasi oleh jalan setapak saja.

Ibu begitu sabar mengajariku, hingga diumurku yang sekarang sudah mencapai 15 tahun, aku sudah benar-benar mahir memainkan biola, terkadang aku dan ibu duet melantunkan satu arransement musik yang indah tanpa teks list lagu. Ibuku memang sangat berbakat, aku bangga padanya.

Lamunanku membuyar lagi, aku melihat ke dalam kamar, aku beralih ke tempat tidur dan masuk. Aku rebahkan tubuhku di tempat tidur senyaman mungkin dan mulai memutarkan kembali memori masa kecilku.

"kalau mau mencari yang sudah remaja di panti asuhan ini sudah tidak ada, adanya umur 10 tahun ke bawah." Kata bu Yayuk, ku dengarkan dari balik jendela kantor bu Yayuk.

Aku juga mendengar, perempuan yang bernama Alika, nama yang sekarang menjadi ibuku, meminta bu Yayuk mengenalkannya pada anak-anak yang umurnya 10 tahun. Yaitu ada 3 anak, antara lainnya aku, Dammar, dan Nafa.

Mereka melihat satu persatu aku dan teman-temanku. Senyum mereka yang kala itu masih calon ayah dan ibuku sungguh manis sekali. Aku saat itu hanya berdo'a semoga bukan aku yang dipilih mereka. Aku pasang muka terjelek dan tersinisku. Setelah menimbang-nimbang malah aku yang terpilih jadi anak mereka.

"ibu dan ayah janji, tidak akan membuatmu tak betah berada di rumah kami, kami butuh anak bukan butuh pembantu. Kami akan menyayangimu seperti kamu adalah anak kami sendiri. Kamu bisa pegang kata-kata kami tadi" kata pak Yulio, calon ayahku. Aku di peluk oleh mereka berdua, bu Alika berkata.

"sekarang panggil kami dengan sebutan ayah dan ibu, ya nak?" aku menjawabnya hanya dengan anggukkan kepala. Setelah semua beres, aku ikut bersama ayah dan ibu baruku ke rumah mereka. Sesampainya, aku di rumah mereka aku di ajak ke suatu kamar tidur, yang terbilang amat mewah bagiku dibandingkan dengan kamarku di panti asuhan.

"ini sekarang adalah kamarmu, kamu bisa melakukan apapun di kamar ini" aku hanya tersenyum, kesan yang baik, semoga ini untuk selamanya, gumamku.

Aku berhenti melamun, tanpa sadar ibu sudah ikut tiduran di sampingku, ia tersenyum dengan penuh kasih sayang, tak ada tampang yang sadis, galak dan realitanya ia memang ibu yang selama ini aku idam-idamkan. Aku memeluk ibuku, ia membelai-belai rambutku.

"sedang melamunkan apa Yanfa?"

"masa kecilku, bu. Dari waktu aku diadopsi dari panti asuhan sampai saat ini aku bisa bermain alat musik karena ibu tekun mengajariku, terima kasih ibu"

"iya, sayang"

"ibu, boleh aku mengunjungi panti asuhan sekarang? aku jadi kangen dengan bu Yayuk dan teman-teman"

"boleh, oh iya kebetulan ibu tadi beli buah-buahan, dibawa saja untuk anak-anak panti."

"okey" aku beranjak dari tempat tidur, segera bersiap dan sebelum aku pergi tak lupa aku menjabat serta mencium tangan ibu.

Siang ini, jam masih menunjukkan pukul 11.00 tetapi matahari begitu terik, walaupun begitu aku tetap semangat melaju dengan sepeda motor satria R ku. Sesampai aku di panti asuhan, bu Yayuk seakan menyambutku, ia sedang membaca tabloid di teras depan rumah.

"bu Yayuk" aku menjabat dan mencium tangannya.

"apa kabar? Aku kangen banget sama ibu" lanjutku lagi.

"ibu juga kangen sama kamu, Yan. Kabar ibu baik, kamu gimana tinggal sama bu Alika dan pak Yulio?"

"baik, baik banget bu, mereka sangat baik" aku memeluk tubuh bu Yayuk yang sekarang semakin kurus saja.

Datang dari balik pintu mengintip seorang gadis dan seorang anak kecil. Lalu mereka keluar dari balik pintu menghampiriku.

"Yanfa" kata gadis itu.

"Nafa" aku memeluknya. Tubuh Nafa yang dulu kurus dan agak hitam, sekarang berubah menjadi sangat putih dan langsing.

"siapa dia?" aku menunjuk anak kecil di sebelah Nafa.

"Nanda, yang waktu kamu pergi ia masih berumur 11 bulan"

"ouw, sudah besar ya kamu.. Nanda sayang, bawa ke dalam buah-buahan ini, bagikan dengan anak-anak yang lain." Anak itu hanya menganggukkan kepala menerima buah-buahan yang ku bawa dan berlalu pergi.

Aku memasang muka bingung, Damar tak ada di sekitar anak-anak yang sedang berkumpul di meja makan, saat makan siang akan dimulai. Aku mendekatkan kursiku ke kursi Nafa yang berada di sampingku.

"dimana Damar?" Tanya ku.

"ia sudah diadopsi, masalah orang tuanya sama dengan orang tuamu, sulit mendapatkan keturunan" bisiknya.

"tetapi, orang tuanya baik kan?" tanyaku lagi.

"aku tidak tahu, tetapi sepertinya mereka baik pada Damar. Kamu mau minta nomor handphonenya?"

"boleh"

"nanti setelah makan siang, aku akan kasih nomor handphonenya sama kamu"

"sip"

Semua makanan sudah terhidang, segera kami makan dengan lahap, sebelum makan kami membiasakan diri untuk berdo'a. Jam makan telah usai, Nafa mengajakku ke kamarnya, ia memberikan aku nomor handphone Damar yang sudah ia janjikan kepadaku.

"Damar sering ke sini, setiap kesini ia selalu menanyakan kamu. Hasilnya selalu nihil, soalnya kamu belum pernah ke panti sebelum ini kan?"

"iya, nanti aku kirim kabar lewat pesan dech… agar ia tidak menanyakan kabarku terus lewat kamu." Aku tersenyum.

"sepertinya ia rindu dengan kamu"

"aku juga rindu dengannya, kapan-kapan kita bertemu di sini bertiga, reuni."

"iya"

"kenapa tidak hari ini kamu suruh ia datang?"

"tadi sudah ku kabari, tapi untuk hari ini ia tak ada waktu untuk kemari"

Hari menjelang sore, aku tak lupa. Biasanya bu Yayuk menyuruh kami untuk membersihkan panti, setelah itu kami semua di beri hadiah makanan kecil sambil bermain bersama di taman belakang panti.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB, aku harus segera pulang. Aku berjanji pada bu Yayuk, Nafa dan anak-anak yang lain akan segera kembali ke panti.

Puasnya hari ini, bisa mengobati rindu pada semua orang yang ada di panti. Kecuali Dammar, aku jadi teringat olehnya dan mengirim pesan seputar kehidupanku dan kabarku saat ini. Pembicaraan lewat handphone itu menjadi begitu akrab sampai tak kenal waktu, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB. Saatnya makan malam.