webnovel

Dream Wings

Aku hanya seorang anak SMA yang mempunyai banyak impian, yang masih labil, yang masih menginginkan kebebasan, yang tidak tahu mana cinta yang tulus dan mana yang hanya permainan. Aku memang menikah, tapi apa aku mencintainya? TIDAK. Cukup pengorbananku dengan menikah tanpa cinta dengan Athala. Walaupun akhirnya berjalannya waktu rasa cinta itu tumbuh walaupun sedikit terlambat. Aku selalu berkata pada Hannan, aku tidak mengerti ini perasaan apa? Bisa saja aku mempermainkanmu, bisa saja aku tak pernah serius, bisa saja aku bukan seseorang yang baik. Tetapi dalam hatiku aku tak ingin melepas keduanya. Merekapun tak boleh memiliki siapapun, egois memang… tetapi jika aku melepas semuanya, apa bisa aku mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan mereka lagi. Satu terlepas bukan kehendak ku juga bukan kehendaknya. Dan ku harap aku selalu bisa memiliki yang satu selamanya. Athala, ia sangat baik. Ia mengerti aku tak mencintainya. Tetapi ia bagai kupu-kupu mimpiku yang hilang satu jika ia tidak ada. Hannan, ia seseorang yang ku rasa lebih baik, kami menyatu dan saling mencintai tetapi bagai kupu-kupu yang hilang semua sayapnya jika ia tidak disampingku, apalagi bila ada seseorang yang mendekatinya. Semua berawal dari keduanya, ditambah lagi aku memiliki keluarga yang sangat dekat denganku satu mimpiku terwujud yaitu memiliki sekolah musik. Terimakasih kalian adalah sayap-sayap mimpiku. Dengan berjalannya waktu, aku punya mimpi untuk bisa seperti ibuku yang bisa konser ke luar negeri atau bahasa yang sering di pakai adalah go internasional. Ya, aku mampu, aku bisa. Jika itu terlaksana pada diriku, aku ingin membawa serta sebagian dari murid-muridku. Biar mereka juga bisa memiliki kesuksesan yang sama denganku. Meski halang rintang cinta menghadang aku tak peduli, sekali lagi aku memang egois untuk urusan satu ini, Hannan tetap milikku sampai akhir karena ia tetap di hatiku.

fitria_zie123 · Urban
Not enough ratings
5 Chs

Kisah Pernikahan Dini

Sepulang sekolah, aku menghampiri ayah dan ibu yang sedang asyik menonton televisi, aku merangkul tubuh mereka dengan duduk ditengah-tengah mereka. Mereka tak sedikitpun terkecoh dengan kedatanganku. Ide untuk membuyarkan pandangan mereka, aku lakukan dengan mematikan televisi. Bagus mereka memperhatikanku.

"ayah.. ibu… aku ingin menikah.."kataku cukup mengejutkan mereka.

"serius?" Tanya ayah.

"iya, aku serius"

"masih sekolah, baru kelas dua SMA, pernikahan dini nantinya, kamu sudah siap memangnya? Kalau jadi menikah, memangnya sama siapa?" kata ibu bergantian bertanya.

"iya, aku masih sekolah, usiaku juga masih muda, tetapi aku sudah siap. Aku ingin menikah dengan kak Athala. Kalau ayah dan ibu setuju, besok kak Athala akan ku minta ke rumah untuk melamar ku"

"memang apa istimewanya? Memang apa pekerjaannya? Sehingga kamu mau di ajak menikah dengan ia…" Tanya ayah sedikit bernada keras.

"Ia seorang musisi seperti aku, ia baik dan orangnya tak macam-macam".

"tetapi, bukankah kamu pernah bilang kalau ia seorang yang penyakitan?" Tanya ibu.

"iya, tapi, ia ingin menikah dengan orang yang ia cintai sebelum ia mati, dan orang yang ia cintai itu adalah aku." Jawabku sambil menunduk. Ku rasa mereka masih perlu berpikir beberapa pertimbangan dan membutuhkan beberapa waktu yang cukup untuk memutuskan semua ini. Sedangkan, aku anak satu-satunya yang mereka sayangi setelah mereka adopsi aku dari panti asuhan. Tetapi, aku juga sudah menduga mereka akan berfikir ini hanya emosi seorang anak SMA yang tak perlu di gubris karena itu bukan suatu yang penting. Ayah dan ibu menyalakan televisi lagi. Aku pergi dari hadapan mereka dan naik ke atas, ke kamar tidurku.

Tiba-tiba ibu datang ke kamarku saat aku sedang merenung lagi di balkon. Ia membelai rambutku dan mendekap tubuhku dari belakang. Lalu ibu menyampaikan jawaban atas permintaanku dengan sangat lembut.

"ibu kira kamu bercanda Yanfa, ibu tak pernah mendengar ada anak seusia kamu jaman sekarang meminta menikah. Lagi pula apa kamu mencintainya? kalau tidak jangan berkorban sampai seperti itu untuk ia. Menikah itu tidak gampang, apalagi dengan umurmu yang masih dalam rentan labil seperti ini."

"aku tidak tahu aku mencintainya atau tidak, yang aku tahu, hanya ingin membahagiakannya membantu mewujudkan cita-citanya sebelum ia benar-benar tidak mampu bertahan, dan aku yakin aku bisa membantunya untuk mewujudkan itu." Aku membalik badan dan memeluk ibuku.

"termasuk menikah dengannya?" Tanya ibu. Aku menjawabnya dengan mengangukkan kepala.

"ibu tidak ingin menyesal dengan keputusanmu, tapi kalau itu yang kamu mau, minta Athala untuk datang besok. Masalah ayah, biar ibu yang coba jelaskan" lanjutnya

"terima kasih ibu…"

Malam ini aku dan kak Athala lebih awal datang ke restourant, aku mengambil tempat duduk yang lebih depan untuk menjangkau tempat bila waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 WIB. Maksudku ingin berkata pada kak Athala tentang keputusan ibu akhirnya tersampaikan.

"besok ibu meminta kakak untuk datang ke rumah, aku sudah memberi tahu ibu tentang keputusanku untuk menikah muda dan menikah dengan mu.. dan ibu juga ayah menyetujuinya."

"terlalu cepat, kamu yakin dengan keputusanmu itu?" Tanya kak Athala.

"iya, aku yakin. Besok datanglah di sore hari sebelum kita berangkat ke restouran, okey?"

"siap" jawabnya singkat sambil menggenggam tangan ku.

Keesokkan hari yang telah di janjikan, kak Athala datang bersama dengan ayahnya, kak Hannan dan Tia. Mereka membawa beberapa jajanan dan yang terpenting buatku adalah cincin pertunangan, ia juga membawanya. Dengan berani dan tegas ia mengemukakan maksud tujuannya bersama ayah dan 2 saudaranya untuk melamarku pada ayah dan ibuku.

"langsung saja, tujuan saya, ayah, dan saudara-saudara saya kemari ingin melamar Yanfa, saya tahu Yanfa masih sekolah, ia juga masih berumur 16 tahun, tetapi jika bapak dan ibu mengizinkan saya menikah dengan Yanfa, saya berjanji saya akan menjaga Yanfa dan membahagiakannya seumur hidup saya."

Sebelum ayah berkata, terlebih dahulu ayah menghela nafas panjang, sepertinya amat berat mengatakan iya. Sepertinya ayah tidak tega membiarkan aku menikah dengan kak Athala.

"lalu apa pekerjaanmu? Kamu yakin bisa membahagiakan Yanfa?"

"saya memang belum punya pekerjaan tetap, tapi saya seorang musisi yang belajar dari autodidak, bukan dari sekolah music. Saya seorang yang banyak kekurangan pak, tetapi dari kekurangan itu saya akan coba untuk membahagiakan Yanfa dengan cara lain yang saya sendiri juga belum tahu cara lain itu apa."

"ya, sudahlah… saya juga tak bisa mencegah itu sudah keputusan kalian berdua. Jadi kapan kalian akan menikah?" kata ayah meski masih tersisa sedikit perasaan berat di hati. Ibu hanya membelai-belai pundak ayah, untuk menenangkan ayah.

"terserah bapak, saya sebagai ayahnya Athala menurut saja. Biarkan surat-surat pernikahan yang dilampirkan di saat ijab qobul nanti diurus dulu. Setelah selesai baru kita langsungkan pernikahan" kata ayah kak Athala.

"okey, beri saya waktu tiga hari untuk mengurus surat-surat itu, lalu besoknya langsung saja kita nikahkan anak kita, di KUA saja dengan mendatangkan saksi keluarga dekat saja. Bagaimana?" tukas ayah pada ayah kak Athala.

"baik, saya setuju" mereka berjabat tangan, setelah pembicaraan ini selesai, keluarga kak Athala pamit pulang kecuali kak Athala yang berangkat ke restourant dari rumahku.

Seminggu berlalu, pagi-pagi sekali aku sudah pergi ke salon untuk membenahi diriku yang akan melakukan ijab qobul, aku ke salon ditemani Tia dan ibu. Kata mereka aku cantik. Terima kasih aku ucapkan. Setelah usai aku langsung pergi ke KUA setempat. Dalam waktu yang amat singkat, hanya dalam waktu setengah jam aku sudah menjadi isteri kak Athala. Aku menjabat tangan suamiku itu dan mencium tangannya. Lalu ia mencium keningku.

Aku terlebih dahulu di antar ke rumah untuk mempersiapkan barang-barang yang akan ku bawa ke rumah kak Athala. Sebelum aku pergi, ibu memelukku erat dan berpesan.

"Yanfa sekarang kamu sudah memiliki suami, kamu harus bisa membagi waktu antara di rumah, pekerjaan, dan di sekolah. Lakukan apa yang kamu anggap benar dengan persetujuan suamimu, tetapi tenang… biaya sekolah masih ayah dan ibu yang tanggung, jadi uang hasil kerjamu dan suamimu tabunglah atau untuk keperluanmu sehari-hari dengan suamimu" pundakku terasa basah, apakah ibu menangis? Aku melepas pelukan ibu, benar.. ibu menangis tersedu-sedu. Aku mengusap airmatanya dengan tangan ku.

"iya bu, aku ingat selalu kata-kata ibu" aku berlalu dari hadapan ibu dan ayahku dengan menggandeng tangan kak Athala.

Sampai aku di kamar kak Athala, ia memelukku erat. Dan lama sekali.

"terima kasih sayang"

Aku hanya diam saja, aku malah terkesan terharu mendengar kata-kata itu.

"aku sayang dan cinta padamu" kata kak Athala, aku tak mampu mengucapkan kata-kata apapun. Aku hanya sanggup membelai punggungnya. Ia melepas pelukannya dan menyerahkan padaku secarik kertas yang ia ambil dari laci. Sekilas aku membacanya. Isyaratku lewat mimic mukaku yang seakan bertanya.

"ini surat perjanjian yang aku buat sendiri, bahwa aku tidak akan menyentuhmu selama kamu masih sekolah".

"untuk apa?" aku masih terlihat tak mengerti dengan ucapannya.

"aku tidak ingin menyakitimu, karena aku menghargaimu, aku tahu kamu mau menikah denganku karena hanya ingin mewujudkan cita-citaku sebelum aku mati kan? Ini hanya sebagai imbalan karena kamu sudah melakukan sesuatu itu untuk ku"

Berat untuk mengatakan kalau untuk saat ini aku mencintainya, karena aku memang tak mencintainya, Apa yang ia katakan itu semuanya benar. Aku sakit hati dengan perkataannya. Tetapi bagaimana aku membalasnya? Aku memeluknya membelai-belai punggungnya.

"tak perlu menggunakan surat perjanjian seperti ini, kalau kakak menghargaiku sebagai isterimu, aku juga akan menghargai kakak sebagai seorang suami" tak terasa air mataku mengalir, begitu pula dirinya. Sudah berjatuhan menembus kulit pundakku.

Malam ini kak Athala tidur lebih awal, tetapi mata ini tak mampu untuk terpejam bersama dengan kak Athala. Tidurnya sangat manis sekali, seperti anak kecil. Aku keluar untuk mengambil segelas air untuk mengguyur tenggorokanku yang kering, aku berdiri di balkon ruang keluarga sambil menatap suasana luar rumah. Tak tahu datangnya, kak Hannan tiba-tiba di sampingku sambil membawa secangkir kopi hangat.

"belum tidur?" aku hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala.

"besok sekolah bukan?"

"iya, aku belum ngantuk"jawabku singkat.

"kalau aku jadi Athala, aku senang bisa menikah dan ditemani seumur hidupnya dengan orang yang benar-benar dicintainya, walaupun ia tahu, orang yang berada terus di sampingnya saat ini tak mencintainya. Terkesan egois. Tetapi, jika aku jadi kamu, aku tak akan berkorban sampai sejauh ini" kami berdua meneguk segelas air bersamaan.

"aku tahu, tapi itu sudah menjadi keputusanku dan tidak akan ku ubah." Air minumku habis, aku beralih ke dapur dan meninggalkan kak Hannan sendiri di balkon.