webnovel

Bu Putri

Aku bukan salah melihat, kan, seseorang yang ada di sana ternyata orang yang paling aku kenal. Untuk apa dia ada di sini.

"P-Pak Kusuma, mau apa ke sini?" tanyaku. Entah apa dia dengar atau tidak, aku sudah terlanjur tak menyukainya menurut cerita dari Bu Rohani.

Aku sudah menganggapnya sebagai orang jahat yang ada maunya dan ingin memanfaatkanku.

"Apa yang Pak Kusuma lakukan?" tanyaku ketika dia datang menghampiriku. Dan keluar dari mobilnya

Lelaki itu tersenyum. Tidak kubalas senyuman palsunya yang memuakkan. Aku jadi berandai-andai. Aku tahu kalau dia dan Gina terlalu dekat. Jangan-jangan dia adalah orang yang dimaksud Bu Rohani sebagai pasangan selingkuh dari temanku itu.

"kamu bisa naik ke mobil saya. Biar saya antar. Pasti kamu lelah jalan kaki, kan?" tanyanya.

Aku mengerenyit, memastikan dia mengatakan hal yang normal.

"Kenapa bapa ada di sini? Saya gak pernah memberitahu tentang kepergian saya. Kenapa harus menyusul ke sini?!"

Aku patut marah, bahkan menuduhnya macam-macam.

"Please, jangan kayak gini, Pak. Saya sudah sangat putus asa. Kenapa kalian semua mempermainkan saya?! Apa salah saya!"

Aku berteriak. Suaraku menggelegar di tepi jalan. Mungkin sudah banyak yang mendengar. Pak Kusuma juga terlihat terkejut ketika aku menyuarakan apa yang ada di kepalaku ini. Semua rasa kesal dan sedih, serta keputusasaanku terhadap masalah ini.

"Apa yang saya perbuat. Kenapa kamu mengutarakan semua kemarahanmu terhadap saya, Fira! saya bahkan mau menolong kamu. Tapi apa yang kamu perbuat sekarang? Drama apa ini?" Pak Kusumua menghampiriku dengan langkah kaki yang kecil-kecil.

Lelaki berkemeja biru tersebut menatapku dengan sorot sulit. Dia terlihat sangat serius sekarang. Semakin dekaat dengam jarakki berdiri dan aku semakin terpaku dengan apa yang dia lakukan.

"Tolong jangan sampai saya meneriaki Anda sebagai penculik, pergi dari sini jangan sok-sokan menjadi penolong padahal anda salah satu bagian dari mereka yang masih menginginkan saya sebagai calon tumbal nyai yang tak kasatmata tersebut. iya, kan? Betul yang saya bilang?" tanyaku. Dengan sangat sakit hati yang semakin membuat aku tersiksa. Aku tak menginginkan ini semua terjadi. Aku mau pergi jauh dan tak bersama semua orang yang telah menyakitiku.

"Saya tak akan menolak apa yang kamu mau katakan tentang saya, karna omongan itu sebagain benar, dan sebagian salah. Semua yang saya mau lakukan adalah keputusan saya, dan kamu tentunya tak akan mengetahuinya. karena itu yang banyak orang dan pada pengikut Nyai inginkan. Semua yang akan kamu hadapi akan sangat menyakitkan. "

Aku membeku di tempatku berdir. Merasakan apa yang selama ini telah kupikirkan tejawab. Ada rahasia baru juga yang aku ketahui, dan sudah bisa kutebak kalau ini semua tak akan pernah terbongkar denga mudah. Mereka sengaja mempermainkanku di kandang mereka. Aku bagaikan umpan yang di lempar ke kandang singa yang luas dan sudah kenyang. Mereka memperhatikanku mereka mengawasiku, tapi masih menunggu kapan waktu yang tepat untuk menyantapku, mencabikku sampai aku tak bisa melangkah, dan akhirnya tiada.

Aku hanya bisa mengulas senyum penuh keterpakasan. Tubuhku lelah, aku terserang secara fisik dan sekarang batinku mau diserang juga mungkin hingga aku tak bisa membedakan hal baik dan benar lagi. Bagi mereka yang paling penting adalah uang. Hanya itu yang bisa mereka jaminkan.

"Ikut dengan saya dan akan saya bawa ke tempat di mana kata susah itu di mana kamu hanya memimpikannya saja. Tempatnya akan sanga indah, kamu gak akan rela menjauh. Kamu gak akan rela kalau sampai mendapat tempat lain dibanding apa yang saya berikan beserta perlindungannya." Tanpa aku bisa ukur lagi, ternyata Pak Kusuma sudah ada di hadapanku, dia menggamit tanganku yang sangat lemah dan letih.

"Jangan melawan, kita hanya akan menjemput kebahagiaan saja, kok."

"Kebahagiaan, ya? Apakah rasanya sakit?" tanyaku.

kami berjalan beriringan menuju ke mobilnya, dia semakin erat menggenggam tanganku seakan takut aku berlari kabur dan menjauhinya. padahal sebaliknya aku lelah hanya untuk berlari. Dia dan mereka selalu menemukanku.

"Apa yang kamu bicarakan, jangan se ekstrem itu." Pak Kusuma masih saja berlagak tak akan terjadi apa-apa, padahal aku tahu kalau semua ini hanya akal-akalanya saja.

"Oke, kalau begitu, di mana kalian menyembunyikan Mamah saya? Apa yang terjadi hingga dia menghilang dari saya? Apa yang telah saya lakukan kepadanya?" tanyaku yang sangat penting sekarang ini. Apa yang dilakukan Mamah di cuaca yang mendadak dingin seperti ini.

"Apa mamahmu menghilang? Jujur saya gak tahu sama sekali."

Aku dibimbing untuk masuk ke dalam mobil, tepatnya di samping kemudi. Aku merasakan ada sesuatu yang aneh, seperti mengawasiku atau ada seseorang yang nampaknya ikut ke dalam mobil ini, tetapi aku tak bisa memastikan siapa karena jangankan menengok ke belakang, aku bahkan tak bisa melihat ke atas spion karena Pak Kusuma seakan tak mau berpaling terhadapku.

Ketika mobil berjalan, hal yang menakutkan itu benar-benar menyapaku, di tengah laju mobil yang teras mengebut, aku bisa mencium aroma tak enak saat kudapat dari sesuatu yang sama sekali tak bisa kujelaskan , seperi kain putih, terus saja mendarat di hidung dan mulutku. ketika aku berontak, dia semakin membuatku tak sadarkan diri. terasa sangat menyakitkan pernapasanku yang tak kuat lagi menahan kesadaran yang memudar.

***

Mataku membuka, perlahan aku menetralisasi kan cahaya yang masuk ke mata dari lampu penerang, atau cahaya alami yang ku dapat.

"Apa yang aku alami?" Tanyaku pada diri sendiri sambil berusaha menggerakkan tanganku yang berat, ternyata merek terikat dengan baik.

Aku tertawa terus tertawa hingga terdengar ada yang menegur. aku mengok ke asal suara dan mendapati Pak Kusuma sedang memandangku dengan lebih santai daripada yang tadi karena dia tersinggung kepada semua tuduhanku.

"Kenapa bapak belum juga memulai ritual membuat saya menjadi persembahan dari Nyai yang mau memberi anda uang?" Tanyaku menantangnya.

Kali ini Pak Kusuma tak sama sekali marah terhadapku dia malah membuatku menatapnya dengan penuh kebencian tanpa berkata sepatah kata pun.

Aku semakin gemas, mengeluarkan segala caci maki yang hingga saat ini pun aku sadar sudah sangat menyakitinya. Tapi apa yang akan terjadi selanjutnya juga akan menyakitiku dibanding sekarang. Makanya aku mau melampiaska semuanya terhadap orang ini.

Aku merasakan pening luar biasa , dan kemudian mendengar suara-suara yang sangat membuatku tak paham. Lafalannya terasa asing. Tidak bisa diikuti. Aku jadi takut juga dan panik.

pak Kusuma mendekat, dia mendorong kursiku, ternyata akau menduduki kursi roda dengan tangan yang diikat erat.

Aku bisa melibat banyak orang termasuk orang paling menyeramkan ada di sana, melakukan pemujaan.

"Bu Putri."