***
"Gimana, Mi? Enak, gak?" tanya Ayman.
"Enak banget, Man ... coba kalo dijual, pasti lebih laku dari donat yang biasa. Unik juga soalnya," jawab Hilmi, lalu melahap sebuah donat bikinan Ayman.
Mendengar Ayman dan Hilmi sedang asyik berbicara, Rara datang dengan rasa ingin tahunya yang luar biasa.
"Wih! Apa tuch yang enak? Mau dongs ...." Rara mengambil satu donat yang ada di bakul depan Ayman.
"Ambil aja, silakan. Enggak usah malu-malu," ledek Ayman saat melihat kelakuan Rara yang main sambil donatnya tanpa meminta izin.
Rara yang cengengesan. "Ini ... donat, Kak Ay?" tanya Rara yang terlihat heran dengan penampilan donat itu.
"Bukan, semur jengkol."
"Yeh, Kak Ay ... orang nanya betul-betul. Dijawabnya malah gitu ...." Tanpa basa-basi lagi, Rara langsung menggigit donatnya.
Ayman dan Hilmi fokus memerhatikan respon dari Rara ketika pertama kalinya memakan donat itu.
"Gimana, Ra? Enak?" tanya Ayman dengan hati-hati.
Rara mengangguk semangat. "Enak banget, Kak!"
Ayman tersenyum lebar dan menaikkan alisnya ke arah Hilmi. Hilmi pun membalas senyuman bahagianya itu.
"Tapi ... unik banget, Kak. Gak kayak donat jamur biasanya. Ini bedanya apa?" tanya Rara yang penasaran.
"Iya, itu donat pake resep baru yang saya bikin. Bedanya, bukan penampilannya aja yang kayak jamur. Tapi rasanya juga, soalnya saya tambahin jamur cincang di adonannya," jelas Ayman dengan bangga.
Rara mengangguk kecil. "Oh ... Tapi serius Kak, enak banget! Buat Rara semua, ya!" Rara mengambil halus sebakul donat dan langsung pergi meninggalkan tempat itu.
"Ambil aja, Ra. Gratis. Iya, sama-sama."
Melihat Ayman yang tampak tak rela donat buatannya diambil Rara semua, Hilmi pun tertawa dan menyusul Rara.
Setelah sampai di kasir, Rara menaruh bakul itu tepat di meja kasirnya. Tak lama, ada pelanggan yang datang.
"Mbak, meja dua puluh delapan. Totalnya berapa?"
"Oh ... meja dua puluh delapan, tunggu ya." Rara mengambil catatan pembelian masing-masing pelanggan. "Totalnya jadi seratus lima puluh dua ribu, ya."
Pelanggan itu memberikan uang seratus ribu, lima puluh ribu, dan sepuluh ribuan. "Ini, ya Mbak."
"Baik, kembaliannya ...."
Belum selesai Rara berbicara, pelanggan itu memotong kata-katanya.
"Gak usah kembalian, Mbak. Saya mau kalo sisanya donat ini boleh? Dibungkus, ya."
"Wah ... maaf, itu enggak dijual, Mbak."
"Loh?" Pelanggan itu melihat donatnya lagi yang nampak berbeda. Terlihat bahwa dia sangat tertarik dan jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Satu aja deh, Mbak. Enggak apa-apa, delapan ribu satu donat. Plis ...." Pelanggan itu memohon.
Merasa tak tega dengan permohonan pelanggan itu, Rara pun memberikan donatnya. Lumayan, untung banyak, pikirnya.
"Ya udah, Mbak. Sebentar, saya bungkus dulu ya ...."
"Gak usah, Mbak." Pelanggan itu mengambil satu donat dengan tangannya langsung. "Pake tangan aja."
Rara pun nyengir agak tidak enakan. Tak disangka, pelanggan itu langsung melahap donatnya saat itu juga. Mungkin sudah tidak tahan dengan rasa penasarannya.
"Hm! Enak banget, Mbak. Beda dari donat yang biasanya! Ini varian baru, ya?"
"Hehe ... iya, Mbak. Ini baru aja dibikin sama kokinya. Enak banget ya, Mbak?"
"Oh gitu ... Iya, Mbak. Enak banget! Kalo saya borong semua, boleh?"
Rara hanya bisa melongo, tak hanya karena donatnya belum siap rilis. Tapi, Rara juga masih mau makan donat itu.
"Wah ... maaf nih, kayaknya belum bisa dibeli semuanya." Rara memasang wajah tidak enakan agar pelanggan itu tidak jadi membelinya.
"Yah ... ayo dong, Mbak." Dia mengeluarkan satu lembar uang berwarna biru yang bertuliskan lima puluh ribu rupiah.
Dengan pemikiran yang sangat hati-hati, Rara pun akhirnya melihat peluang di dalamnya. Hanya tiga donat, dibayar dengan uang lima puluh ribu rupiah.
Lagi pula, jika donatnya habis, Rara masih bisa meminta Ayman agar membuatkannya lagi.
Dengan cepat, Rara mengambil uang berwarna biru itu dari tangan pelanggannya sambil tersenyum. Kemudian, dengan cepat membungkus semua donat dan memberikannya kepada pelanggan itu.
"Nah, gitu dong. Makasih ya, Mbak." Pelanggan itu tampak sangat senang.
"Sama-sama. Terimakasih kembali, Mbak!"
Rara mengantongi uang itu. Lalu membawa bakul donatnya ke tempat Ayman berada.
Setelah sampai, Rara langsung meminta Ayman untuk membuatkan donat jamur dengan resep terbarunya itu.
"Kak! Donatnya udah ludes dibeli pembeli. Satu donat Rara jual seharga 3 kali donat biasa. Mantap, kan?!!" ucap Rara agar Ayman senang dan membuatkan donat untuknya lagi.
"Wihih ... serius, Ra?"
"Iya, serius!"
***
Keesokan harinya.
"Permisi, selamat pagi, Mbak." Rara mengintip di balik pintu ruangan Nadira yang sudah dia buka sedikit.
"Iya, masuk Ra."
Rara menghampiri Nadira.
"Mbak Nadira udah sembuh?" tanya Rara yang kemudian duduk di kursi, depan Nadira.
"Alhamdulillah, Ra ... udah mendingan."
"Oh ... Alhamdulillah. Oh, iya Mbak." Rara menaruh sepiring donat di meja Nadira.
Nadira memerhatikan donat itu. Terlihat berbeda di pandangannya.
Donat yang biasanya hanya adonan cokelat keemasan dihiasi dengan bulatan putih di permukaannya, kini warnanya menjadi lebih cerah dan aromanya lebih kuat.
"Ini resep baru, Ra?"
"Iya, Mbak! Pelanggan pada suka! Mereka berani bayar tiga kali lipat dibanding harga donat yang biasa kita jual." Rara tersenyum sumringah.
"Wow ...." Nadira mengangguk kecil, kagum atas hasil karya koki kesayangannya.
Tanpa basa-basi lagi, Nadira mencoba donat itu. Dan benar! Rasanya memang lebih enak, dan kaya. Dibandingkan dengan donat biasanya, ini benar-benar menakjubkan!
"Oke nih, Ra. Enak banget rasanya. Bisa tawarin si bos, nih."
"Iya sih, Mbak. Tadinya kak Ayman juga mau ngajuin donat baru ke bos. Tapi ...."
"Gak ada tapi tapian. Ini enak banget lho, serius. Unik, harga jualnya juga lumayan. Coba dulu aja, masalah ditolak atau enggaknya urusan belakangan."
Rara mengangguk. Tak beberapa lama, ada seseorang yang masuk ke ruangan Nadira.
"Permisi ...."
Ternyata yang datang adalah pak bos. "Nad, jangan lupa, besok konten video kita udah harus jadi, ya. Promosinya naikin lagi."
Tak menjawab kata-kata pak bos. Nadira langsung menawarkan donat yang tadi Rara bawa. Namun, Rara sedikit canggung. Dia takut jika bos menolak donat yang luar biasa enak itu.
"Apa ini?" tanya bos heran.
"Resep baru ...." Nadira tersenyum lebar, berharap bos juga suka dengan donatnya.
Bos pun mengambil satu buah donat. Melihat sekeliling permukaan donat yang benar-benar sempurna. Mencium aroma khas jamur yang kuat dan sangat menggugah selera.
Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung memakan donat itu. Pada gigitan pertama, berhasil membuatnya terkejut. Ini benar-benar seperti kejutan dari sebuah makanan.
"Enak ...," kata bos memuji. "Tahan berapa lama?" tanyanya.
Jantung Rara langsung berdegup cepat. Inilah yang membuatnya was-was. Donat itu memang enak dan harga jualnya tinggi. Dia sangat berharap bos akan menyetujuinya.
Namun, karena lama penyimpanannya yang terbilang singkat, Rara mulai tak percaya diri untuk menunjukkannya.
Dengan hati-hati, sambil berdoa, Rara menjawab, "4 jam, Bos."
"4 jam?"