Siang itu, toko donat sudah dipenuhi pelanggan yang makan di tempat. Hampir setiap hari toko donat ini ramai pembeli.
Bukan hanya karena donat ini sudah populer di pandangan masyarakat, tapi juga karena rasa donatnya yang enak dan harganya ramah di kantong.
Sayangnya, ketika Ayman—si koki yang lihai dalam membuat berbagai macam roti menemukan resep baru yang selain enak rasanya, juga unik di mata konsumen ini, harus menerima penolakan dari sang bos karena daya penyimpanannya yang tidak lama.
Padahal, donat unik itu berhasil membuat konsumen penasaran dan rela mengeluarkan uang lebih untuk dapat mencicipinya. Namun, apa boleh buat, semuanya sudah di tangan bos. Setuju tidak setuju, ya harus diterima apa adanya dengan lapang dada.
"Ra ..." panggil Nadira. Matanya terus menyorot ke arah meja-meja pelanggan yang makan di tempat.
Rara yang sedari tadi asyik memainkan gawai miliknya, meletakkannya sejenak.
"Iya, Mbak?"
"Nyariin saya, Mbak?" sahut Hilmi yang muncul di tengah mereka berdua secara tiba-tiba.
"Jangan kepedean kamu," balas Nadira singkat.
Hilmi pun tersenyum meledek.
"Tau nih, Kak Hilmi ... orang Mbak Nadira manggilnya Rara, bukan Kak Hilmi. Huuu ...," ledek Rara kepada Hilmi. Nadira menggeleng keheranan.
Hilmi pun melengos sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Ngambek, ngambek ... huuu ...," ledek Rara lagi.
"Ra ...," panggil Nadira. Rara menoleh ke arahnya.
Nadira menaruh satu sachet kopi susu di meja kasir.
"Kalo Ayman udah pulang, tolong suruh bikinin saya kopi, ya. Terus anterin ke ruangan saya."
"Oh ... beres, Mbak!" Rara mengacungkan kedua jempolnya.
"Nad ...." Itu suara pak bos yang datang secara tiba-tiba di tengah-tengah mereka.
"Eh, iya Bos?" jawab Nadira.
"Konten udah beres?"
Nadira terdiam, bisa-bisanya dia lupa mengerjakan tugas konten untuk promosi. Belakangan ini dia hanya sibuk mengurus iklan menggunakan konten yang lama.
Dengan jujur, mau tidak mau Nadira harus mengakuinya. Walaupun, dia yakin betul kalau hal ini bisa membuat bos marah. Ya, bagaimana pun juga, bos sudah mengingatkannya setiap hari, bahkan jauh-jauh hari.
Tetapi, Nadira belakangan ini tetap acuh dan terus-menerus menunda pekerjaannya itu karena terlalu lelah.
"Be–belum, Bos ...," ucap Nadira dengan nada takut dan rasa bersalah.
"Maaf, Bos. Ta–tapi saya janji, hari ini udah selesai kok," bujuk Nadira semangat.
Bos hanya mengangguk. Lalu, melihat Hilmi yang seharusnya membersihkan meja pelanggan dan melayaninya, malah asik mengobrol dengan Rara dan Nadira.
"Hilmi, kamu gak ada kerjaan? Kenapa di sini?"
"Oh, udah beres, Bos. Mejanya penuh, jadinya gak ada yang harus saya bersihin. Terus kalo Bos liat lagi, gak ada meja tanpa makanan. Berarti, semuanya udah aman terkendali ...," jawab Hilmi.
Bos menganggukkan kepalanya lagi. "Tuh ... contoh karyawan baru," ucap bos yang ditujukan untuk Nadira.
Nadira hanya tersenyum paksa sekaligus merasa bersalah, namun sedikit tidak terima jika dibanding-bandingkan dengan karyawan baru seperti Hilmi.
Bos kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga. Karena raut wajah Nadira yang sangat menggambarkan bahwa dirinya merasa risih, Hilmi jadi merasa tidak enak dengannya.
"Mbak ...," panggil Hilmi.
Nadira yang tadinya memandang ke arah bos, menoleh.
"Maaf, ya ... gara-gara saya ...."
Belum sempat Hilmi meneruskan kata-katanya, Nadira langsung pergi meninggalkan tempat itu.
Sontak, Hilmi berusaha ingin menyusulnya. Namun, Rara yang paham dengan perasaan Nadira, menahan Hilmi agar tidak mengganggu Nadira dulu untuk saat ini.
"Udah, Kak. Mbak Nadira emang kayak gitu. Nanti juga mendingan, kok. Jangan ganggu dulu, kalo lagi ngambek dia butuh waktu buat sendirian."
"Oh ... gitu ya, Ra?"
Rara mengangguk. "Udah, Kak. Mendingan periksa mejanya lagi sana. Siapa tau ada yang kosong tapi belum dibersihin mejanya."
"Oke, deh." Hilmi menurut, lalu beranjak dari tempat itu.
***
Hari sudah malam. Toko ditutup. Hilmi yang sedang mengangkat kursi-kursi, dikejutkan oleh Ayman, Tata, dan Rara yang bekerja sama untuk menjahilinya.
"DOR!" teriak mereka bertiga.
Dengan refleks, bahu Hilmi terangkat tinggi dan jantungnya berhenti berdetak untuk sesaat.
"Astaghfirullah ... jahil banget kalian, ya ...," keluh Hilmi.
Mereka bertiga pun tertawa. "Maaf, Mi. Namanya juga lagi cape abis kerja," sahut Ayman.
"Healing kalian ngerjain temen, ya? Gak ada healing yang lain, gitu?" Hilmi cemberut.
"Kalo healing saya selain ngagetin Kak Hilmi, sih ... duduk berdua dengan Rara," ucap Tata malu-malu.
Ayman meledek Tata. "Ra, jangan duduk berdua lagi sama si Tata. Biar tipes, gak bisa healing."
Rara pun hanya bisa tertawa sambil memasang wajah malu karena melihat Tata yang juga melihat dirinya.
"Ya udah, Kak Hilmi ... Kita pulang duluan, ya ...," ucap Rara.
"Oh ... oke, oke. Hati-hati di jalan."
Mereka bertiga pun pergi meninggalkan Hilmi. Dan, Hilmi melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai.
Setelah beberapa lama, akhirnya semuanya beres. Saatnya untuk memeriksa seluruh ruangan dan kemudian dia bisa pulang dengan tenang.
Hilmi pergi terlebih dahulu ke lantai dua. Mengecek apakah masih ada manusia di toko ini atau tidak. Setelah mengecek ruangan kerja teman-temannya yang bekerja di bidang digital dan pemasaran, Hilmi mengecek ruangan bos.
Dan ternyata tidak ada manusia lagi di sana. Hingga akhirnya dia mengecek ruangan Nadira yang masih menyala lampunya.
Karena tidak enak kalau langsung masuk, terlebih dahulu Hilmi mengetuk pintunya.
Namun, setelah beberapa kali mengetuk, tidak ada jawaban sama sekali.
"Udah pulang apa, ya?" gumam Hilmi dalam hati.
Dengan perlahan, Hilmi membuka pintu itu tanpa basa-basi lagi. Dan benar, masih ada Nadira di sana yang sedang terlelap di meja kesayangannya.
Hilmi bergumam lagi. "Wah ... ketiduran nih, kayaknya."
Dia pun mendekati Nadira. Namun, saat dia ingin membangunkannya, dia melihat laptop yang masih terbuka dengan rancangan konten yang masih berantakan.
Karena tidak tega membangunkannya, dan dia ingat bahwa tadi siang Nadira ditegur oleh pak bos untuk menyelesaikan kontennya, Hilmi pun berinisiatif untuk membantu pekerjaan Nadira.
Dia memang hanya seorang pelayan. Tapi jangan salah, Hilmi pernah menjadi ketua MKV di akun Instagram milik sekolahnya dulu.
Dengan ilmu yang ada, Hilmi mencoba meneruskan pekerjaan Nadira sambil melihat referensi konten yang ada di akun sosial media toko donat ini.
Dua jam berlalu, jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Mata Hilmi mulai lelah, dan Nadira masih tertidur lelap. Suasana toko dan ruangan kerja yang begitu sunyi dan sepi, membuat Hilmi tak tahan lagi ingin beristirahat.
Dengan cepat, dia berusaha menyelesaikan beberapa konten. Dan akhirnya, tak beberapa lama, kontennya pun sudah selesai.
Kini, saatnya dia membangunkan Nadira untuk pulang ke rumahnya. Namun, saat hendak membangunkan Nadira, Hilmi merasa tidak tega melihat wajah imutnya yang nampak begitu lelah.
Karena dia juga merasa sangat ngantuk, Hilmi pun memutuskan untuk tidur di sini hingga pagi tiba dan menemani Nadira.