20 CT Scan

"Rigel please mau ngapain?"

"Mau periksa lukamu."

"Tapi aku baik-baik saja," Leandra membantah seraya terus berjalan di samping Rigel.

Memasuki rumah sakit yang begitu luas dan tampak amat bersih karena rumah sakit tersebut merupakan salah satu rumah sakit terbaik juga.

Baru saja beberapa langkah memasuki rumah sakit, Leandra sudah menjadi tontonan perawat serta karyawati yang melihatnya. Apalagi, ia berjalan di samping dokter tampan nan terkenal itu.

Rigel tetap berjalan dan menghiraukan orang-orang yang melihatnya.

"Selamat sore Dok," sapa salah satu perawat yang mereka lewati.

"Sore," jawab Rigel singkat.

Akhirnya mereka sampai pada ruangan untuk melakukan CT Scan. Karena Rigel takut terjadi apa-apa karena benturan yang keras tadi maka Rigel harus memriksanya. CT atau computerized tomography Scan merupakan prosedur pemeriksaan medis yang menggunakan kombinasi teknologi sinar-X dan sistem computer khusus untuk menghasilkan gambar organ, tulang, dan jaringan lunak di dalam tubuh.

Tahap pemeriksaan ini sebelumnya harus puasa beberapa jam saja, berhubung tadi macet dan juga Leandra hanya makan sedikit maka ia tetap bisa melakukan pemeriksaan.

"Selamat sore Dik, ada yang bisa dibantu?" sapa perawat yang bertugas saat itu.

"Sore, bantu saya melakukan CT Scan sekarang ya."

"Pasiennya yang mana Dok?"

Rigel menunjuk Leandra.

"Baik Dok, silakan masuk Dok."

Setelah Leandra berganti baju kini berbaring pada tempat khusus seraya menunggu perawat serta Rigel bersiap-siap dahulu. Baru pertama kali ini Leandra melihat Rigel memakai pakaian medis dan memeriksa pasien. Pada saat itu dokter Radiologi sudah tidak ada, namun Rigel pun sebagai dokter bedah saraf tentu terbiasa melakukan CT Scan.

Sebelum itu semua benda yang terbuat dari logam harus dilepaskan dan harus berganti pakaian yang disediakan.

"Tahan sebentar ya, aku lepas dulu perban sama plesternya."

Leandra menganggukkan kepalanya, ia sedikit menahan rasa perih itu. Prosesnya tidak memakan waktu yang begitu lama tergantung pada bagian tubuh yang diperiksa. Untuk Leandra kali ini memakan waktu 30 menit lamanya.

Prosesnya tidak berhenti di situ saja setelah selesai pemeriksaan maka akan diproses oleh oleh dokter radiologi dan tenaga medis khusus pada bidang tersebut. Hasilnya bisa keluar 3-7 hari ke depan. Namun karena hari itu sudah sore dan Rigel juga tak mau membuat Leandra menunggu, maka hasil pemeriksaan tersebut diserahkan pada Dokter Residen yang berjaga malam.

Setelah prosenya selesai kening Leandra kembali diobati oleh Rigel di ruang IGD karena obat dan alatnya jauh lebih lengkap.

"Ini kenapa Dom?" tanya perawat yang bertugas malam.

"Kepalanya terbentur."

"Baik Dok, akan kami obati."

"Tidak usah, saya sendiri yang akan mengobati."

Perawat tersebut heran, mengapa Rigel yang menanganinya secara langsung.

"Bantu siapkan obat dan alatnya saja."

Leandra hanya diam saja ia tidak mampu berkata dan melawan Rigel.

"Baring di sini saja."

Leandra mengikuti perintah Rigel.

"Maaf ya aku pegang."

Leandra menganggukkan kepalanya.

"Ini agak perih obatnya, tahan."

Dan benar saja memang bukan agak perih tetapi sangat perih karena kuli pada kening Leandra jelas terluka hingga ia merasakan perih.

Tubuhnya merespon jika itu memang perih.

"Oke sudah selesai."

"Makasih."

Leandra kini duduk dan masih merasakan pusing.

"Masih pusing?"

"Iya, tapi aku enggak apa-apa kok."

"Tunggu di sini, enggak usah ke mana-mana."

Rigel menghampiri perawat yang bertugas dan mengambil beberapa obat untuk Leandra.

"Dok, siapanya Dokter itu?"

"Dia itu perempuan, kalian lihat kan?"

"Iya memang perempuan, tapi siapa Dok?"

"Ada pokoknya."

"Pakai rahasia segala sih pak," goda salah satu perawat tersebut.

Setelah mendapatkan obatnya Rigel mengajak Leandra pulang ke rumah.

"Besok izin kuliah saja."

Leandara menghela napasnya.

"Maaf ya merepotkan lagi."

"Enggak apa-apa."

"Jadi aku kenapa?"

"Hasil tesnya belum bisa hari ini, mungkin 3 smpai 7 hari ke depan, sebenarnya tadi bisa saja aku selesaikan tapi aku enggak mau kamu nunggu lama."

"Aku takut sakit parah gara-gara ini."

"Makanya itu kita periksa tadi, kayaknya enggak begitu parah kok. Pusingmu itu karena benturan keras tadi."

"Argh Adrian memang sialan."

"Lain kali hati-hati lagi, aku juga takut."

"Kok kamu takut juga?"

"Takut kamunya kenapa-kenapa. Karena aku enggak setiap saat sama kamu, makanya itu sekarang lebih baik hati-hati, tunggu saja di dalam fakultas sebelum aku jemput kamu."

Leandra menganggukkan kepalanya.

"Rigel," panggil Leandra pelan.

Rigel hanya menjawab dengan berdeham saja dan fokus pada jalan.

"Aku lapar."

Rigel tertawa mendengar pengakuan Leandra.

"Okay, kamu mau makan apa?"

"Nasi goreng atau apa gitu."

"Sebentar ya kita cari yang ada tempat parkirnnya."

Leandra melihat-lihat jalanan yang mulai ramai karena malam.

"Angkringan mau?"

"Boleh. Tapi makan di tempat 'kan?"

"Mau kamu gimana? Atau di rumah?"

"Di tempat saja deh, aku sudah lapar soalnya."

Akhirnya Rigel berhenti di pinggi jalan karena angkringan saat itu tepat di pinggir jalan. Sebenarnya ini adalah tempat yang sering Rigel kunjungi kala sendiri atau dengan rekan kerjanya.

Leandra memesan nasi goreng special beserta camilan lainnya. Mereka menikmati makan malam dengan suasana yang berbeda. Entah mengapa hari ini Leandra tidak kesal pada Rigel apalagi setelah ia mengalami kejadian buruk bersama Adrian.

"Kamu terganggu enggak dengan Adrian?"

"Harusnya aku yang tanya sama kamu, Lea."

"Ya aku takutnya kamu terganggu karena ulahnya."

"Lalu mau bagaimana lagi, sebenarnya apa yang dia inginkan?"

"Aku, dia ingin aku kembali sama dia. Tapi aku enggak bisa."

"Kenapa?"

"Kamu pakai tanya kenapa lagi, ya jelas enggak mungkin. Laki-laki kasar begitu mana mungkin harus aku pertahankan."

"Tapi dulu lama juga 1 tahun."

"Iya itu 'kan dulu, sekarang sudah beda. Aku ini sudah menikah mana mungkin sama dia, dan juga dia buat aku sakit hati."

Rigel sedikit tersenyum.

"Kalau kamu mau kembali sama dia, ya silakan."

"Kamu maksa aku?"

"Ya enggak, siapa tahu saja."

"Enggak, ogah. Enggak akan pokoknya."

"Bagus kalau begitu jawabanmu."

"Kamu jangan kesenangan dulu."

Rigel kembali tersenyum manis di hadapan Leandra.

Setelah mereka berbincang-bincang dan makanan mereka pun sudah habis maka saatnya untuk pulang ke rumah.

"Masih macet ya?"

"Masih."

"Kayak gini juga kalau kamu balik kerja?"

"Enggak setiap hari, seringnya hari libur saja."

Leandra melihat jalanan dengan gemerlapnya bintang dan juga lampu kendaraan yang menghiasi.

"Kamu bosan enggak sih kalau aku tanya-tanya terus?"

"Enggak."

"Kenapa sih kamu itu jawabnya singkat terus?"

"Ya kalau bisa singkat ngapain cari yang ribet."

"Pacar kamu satu rumah sakit?"

"Hah, pacar?"

"Iya pacar kamu."

"Aku enggak punya pacar."

"Bohong, enggak usah bohong segala."

"Aku enggak bohong, Lea."

"Oh kirain, eh kamu lihat enggak perawat-perawat tadi kayaknya mau makan aku."

"Enggak mungkin mereka makan manusia hidup."

"Bukan begitu maksudnya, gimana ya. Kayak enggak suka begitu apalagi waktu kamu kasih perban."

"Terus kenapa?"

"Ya aku pengin tahu apa alasan mereka begitu, gila aja aku yang cantik begini dilihatin begitu."

Rigel hanya tertawa saja mendengar celotehan istri kecilnya itu. Semakin banyak Leandra bertanya dan bercerita semakin senang pula hati Rigel. Lambat laun mungkin perasaan Leandra akan seutuhnya pada Rigel.

avataravatar
Next chapter