webnovel

DOKTER TAMPAN JATUH CINTA

Bagaimana rasanya dikejar-kejar dua dokter tampan sekaligus. Fara tidak menyangka hidupnya bakal seperti ini. Dokter Adam yang terkenal dingin dan terkenal tampan di rumah sakit diam-diam menyukainya. Di sisi lain ada Dokter Kevin. Dokter muda, tampan, pewaris keluarga konglomerat, pewaris rumah sakit terkenal di kota Surabaya tidak mau kalah mengejar cinta Fara. Keduanya bersaing memperebutkan hati Fara, gadis polos dan lugu yang hanya memikirkan bagaimana caranya dia bisa lulus menjadi perawat. Apa yang akan dilakukan Fara? Siapa yang akan dia pilih? Dokter Adam atau Dokter Kevin? Dua-duanya adalah dokter impian semua wanita. . . . . . . . . . . . . . . Plis berikan dukungan pada novel ini dengan review, komentar, dan batu kuasanya. Tanpa kalian novel ini tidak ada apa-apanya. Selamat membaca dan terima kasih. ************************************** Disclaimer : Bijaklah membaca dan memberikan komentar, naskah ini asli milik ratna fa, segala macam plagiat dan dengan sengaja mencoba mencopy atau menyalinnya akan dikenakan sanksi hukum pidana sesuai aturan pemerintah yang berlaku di Indonesia. Terima kasih. My Instagram @_ratnafa BACA NOVELKU LAINNYA : KETIKA DIA SELINGKUH (END) HOPE! OH MY ANGELS (ON GOING) THE SECRET OF TARON (ON GOING) THE LOVE MAZE (ON GOING)

ratnafa · Urban
Not enough ratings
162 Chs

Dokter Aliando

Hari yangku tunggu akhirnya tiba juga.

Suara langkah kaki dari sepatu dua orang suster di samping kanan kiriku yang tengah membawa pakaian pasien dan peralatan medik mewakili bunyi detak jantungku saat ini. Biasanya aku tidak pernah seperti ini setiap kali akan masuk ruang bedah, tidak untuk kali ini.

Kami berjalan di tengah lorong menuju ruang mawar yang berada di gedung kanan dekat dengan gedung rumah duka, tempat pasien wanita di tempatkan. Kami berjalan dengan cepat, aku merasakan sesuatu dalam hatiku, perasaanku enggak nyaman hari ini.

Semalaman aku gelisah entah mengapa wajah Fara selalu mengikutiku, hingga pukul satu tengah malam aku baru bisa tertidur dengan nyenyak, Tuhan bantu aku dalam misi ini. Aku ingin melihat wajah Fara dengan senyuman ketika selesai operasi nanti.

Kami terus berjalan makin mempercepat langkah kami dan di depan pintu gerbang ruang mawar, seorang satpam memberi salam kepada kami dengan membungkukkan badan, lorong tangga menuju lantai dua untuk ruang tunggu pasien yang akan melakukan operasi hari ini. Aku semakin deg-degan ketika menaiki tangga dan sesekali melirik Suster Maria yang berjalan di samping kananku ketika tak sengaja mata kami beradu aku tersenyum kepadanya.

Hah ...

Mengapa harus seperti ini, kali pertama aku begitu gugup menghadapi operasi yang menurutku ringan, aku tidak sendiri ada Dokter Aliando, dokter lulusan Jerman yang terkenal dengan tangan dinginnya akan mendampingi aku nanti dalam operasi Fara.

Dokter Aliando menghubungiku dua hari yang lalu dan mengatakan akan ikut bekerjasama dalam operasi Fara nanti, aku terkejut mendengarnya. Karena suatu kebanggaan bisa bekerjasama dalam ruang operasi bersama seorang dokter pintar, seperti dokter Aliando yang telah banyak makan asam garam dalam melakukan bedah. Semakin dekat memasuki ruang beda aku semakin deg-degan.

Tepat di depan pintu masuk langkah kami berhenti bersamaan, suara langkah kaki berganti dengan suara detak jantungku, seandainya saja Suster Maria memiliki pendengaran super pasti ia akan mendedengarnya. Saat aku berpikir seperti itu, Suster Maria menoleh melihatku dengan penuh tanda tanya kedua alisnya terangkat, tak enak mendapat tatapan seperti itu aku berusaha tersenyum, bukan lebih tepatnya meringis. Suster Maria hanya menggelengkan kepala berjalan mendahuluiku.

Akhirnya ... aku mendesah saat Suster Maria membuka pintu, aku mendapati Fara duduk di pinggiran tempat tidur dengan wajah tenang. Aku sedikit terkejut melihatnya bisa setegar itu, setahuku dari beberapa pasien yang akan aku operasi mereka akan nampak pucat dan sangat ketakutan berbeda dengan Fara, ia tersenyum begitu melihat aku dan Suster Maria.

"Selamat pagi semua." Sapanya dengan senyum khasnya.

"Pagi." kataku menatap wajahnya lekat, ia menundukkan kepala.

"Fara, kita ganti pakaian dulu yah, gimana semalam bisa tidur?" Suster Maria menggodanya.

Fara hanya tersenyum mengambil pakaian pasien warna biru dari tangan Suster Maria.

"Fara, keluarga kamu mana?

"Ada nunggu di depan ruang operasi Dok." jawab Fara.

Ia tengah melipat pakaiannya dengan masih mengenakan jilbab warna putih dan tersenyum.

"Fara, kamu bisa melepas jilbabnya." Suster Angel menyuruh Fara untuk melepaskan jilbab yang ia kenakan, Fara menatapku.

"Enggak apa-apa Suster Angel, sampai masuk ruangan yah." Aku tahu suster Angel mengkerutkan dahinya menatap Fara dan saling pandang dengan suster Maria, namun Suster Maria tak banyak bicara.

"Tunggu sebentar Fara. Kamu mau ke mana?" Tanya suster Maria ketika melihat Fara berjalan menuju pintu keluar.

"Bukannya kita mau ...." Fara melihatku, aku paham dengan maksudnya. Dan suster Maria mendekatinya.

"Fara, kita tunggu kereta dorongnya sebentar lagi datang."

"Kereta dorong?"

Dahi Fara mengernyit.

Suster Maria tersenyum dan tak lama kemudian suara kereta dorong alias tempat tidur pasien terdengar dari luar. Dua orang pegawai rumah sakit laki-laki bertubuh gempal telah siap dengan kereta dorongnya.

"Kamu siap Fara?" Fara memandang ke arahku. Aku mengangguk.

"Dok, pagi-pagi ke ruang pasien, jemput pasien, enggak biasanya Dokter Adam kayak gini loh."

Tiba-tiba Suster Maria nyeletuk di sisi kananku sambil membereskan barang-barang Fara memasukkannya ke dalam nakas. Aku sedikit terkejut mendengarnya, aku sendiri tak paham, tapi pada akhirnya aku mengelak dengan beralasan.

"Karena hari ini saya bukan dokter utamanya jadi saya mau memastikan pasien enggak kabur, khan malu kalau dokter Aliando udah ready terus tiba-tiba pasien melarikan diri, beliau jauh-jauh dari London datang ke sini terus mau bantuin saya. Iya khan." Jawabku.

"Sejak kapan Dokter jadi perhatian dan banyak ngomong yah."

Dus!

Belum sempat aku jawab, Suster Maria sudah ngeloyor pergi mengikuti Fara berjalan di sisi kanan kereta dorong, Fara terbaring di atasnya. Saat aku sadar menatap punggung Suster Maria yang semakin menjauh, akhirnya aku hanya bisa meringis.

Aku berubah!

Masak seh.