"Dok, Callista sakit apa?" Tanya Karina.
"Ananda hanya kecapekan, hanya butuh istirahat. Tidak ada penyakit serius yang di deritanya. Jadi aman" Dokter itu tersenyum sekilas lalu pergi meninggalkan Karina, Deren, Nathan.
Nathan lalu terdiam.
Karina kembali duduk di kursi tunggu.
Sedangkan Deren menatap Callista dari kaca pintu Rungan Callista.
***
"Gimana, Ta? Masih sakit kepala lo?" Nathan tampak khawatir.
Callista hanya menggeleng.
"Nih minum dulu" Deren menyodorkan segelas air putih.
Callista mengambil posisi duduk untuk minum.
"Kamu kok gak bilang sama aku kalo sakit? Kenapa mesti berangkat kerja?" Deren tampak kesal.
"Maaf, aku gak mau ngerepotin kamu" Callista perlahan menatap Deren.
Nathan yang melihat Deren dan Callista pun pergi meninggalkan mereka berdua sendiri di ruangan itu.
Deren mengusap kepala Callista sekali—pelan.
"Ta, apapun tentang kamu. Menurut aku gak ada yang ngerepotin..."
Callista hanya menunduk.
"Jangan gitu lagi ya...aku lebih takut kehilangan kamu daripada kehilangan waktu" lanjut Deren.
Callista mengulum senyum dan mengangguk samar.
"Laper?" Tanya Deren.
Callista mengangguk lagi.
"Tunggu, yah. Aku beliin" pesan Deren.
Lalu Deren mengusap kepala Callista dan meninggalkan Callista sendiri di ruangannya.
Kini ruangannya sepi. Hanya ada Callista sendiri.
Tiba-tiba pintu terbuka, Nathan masuk.
"Udah baikkan?" Nathan tersenyum lebar sambil berjalan menuju Callista.
"Apa?" Callista mengerutkan kening.
"Lo sama Deren, ya kali gua nanyain keadaan lo, males banget" Canda Nathan.
"Dihh, gua juga ga minta di tanyain!" Callista memutar bola matanya malas.
Nathan terkekeh.
"Bercanda." Nathan mengusap kepala Callista.
Callista terdiam. Dia kaget, Nathan? Mengusap kepalanya? Biasanya hanya Deren...sekarang Nathan?
"Jangan ngalamun" Nathan duduk di sebelah Callista sambil mengusap-usap tangan Callista.
Jujur Callista canggung, risih. Dia tidak pernah di perlakukan seperti ini dengan cowok, hanya Deren.
Callista memberanikan diri menatap Nathan.
"Lo kalo takut ngerepotin Deren, lo bisa kok bilang ke gua. Kita kan..." Nathan berhenti sejenak. Seperti ada yang tertahan di tenggorokan.
"Kita apa?" tanya Callista.
"Menurut lo?" Tanya Nathan gantian.
"Emm...sahabat kan?" Callista tersenyum.
Nathan tersenyum memperlihatkan deretan gigi bagian atasnya, sambil menundukkan kepala.
"Iyah" jawab Nathan, suaranya terdengar sendu.
"Ta..." Nathan menatap Callista lagi.
Callista hanya menatap Nathan.
"Gua sayang sama lo..." Nathan memberanikan diri mengucap itu.
Callista terdiam.
Suasana menjadi canggung, sunyi menyelimuti cukup lama.
"Ta..." panggil Nathan. Membuyarkan lamunan Callista.
"Ha? Lo bilang apa?" Callista seperti salah dengar.
"Gua sayang lo" Nathan sebenarnya sudah tidak mau mengulanginya. Tapi dia ingin tahu bagaimana tanggapan Callista.
Callista menelan ludah.
Lalu terkekeh. Membuat dahi Nathan mengerut.
"Iya, sayang sebagai Sahabat kan? Lo sahabatable banget sih, Than..." Callista terkekeh.
Kerutan dahi Nathan perlahan menghilang.
"Ta, gua serius..." Nathan menatap lekat mata Callista.
Callista berhenti tertawa.
"Hai" Tiba-tiba Deren datang.
Callista dan Nathan sepontan mengalihkan pandangan ke arah pintu, dimana Deren berada.
Deren berdiri membawa bungkus berwarna putih dengan senyum menghiasi wajahnya.
Callista sudah deg-deg an. Berharap Deren tidak mendengarnya tadi.
"Gua pergi dulu" Nathan tersenyum ke Callista. Lalu pergi melewati Deren.
Deren menghela nafas dan menghampiri Callista.
"Makan" Deren duduk di samping Callista sambil membuka bungkusan makanannya.
Sedangkan jantung Callista masih berdebar.
***
"Aku denger, Callista masuk rumah sakit?" Tanya Alvano yang sedang menyetir mobil.
Karina mengangguk.
"Kenapa?" tanya Alvano.
"Kecapekan kata dokter" Karina terus menatap ke depan.
"Ohh. Kamu jangan gitu ya" Ucap Alvano lembut.
"Gitu gimana?" dahi Karina mengerut.
"Jangan sampe kecapekan"
"Kenapa?"
"Kan aku sayang kamu. Aku nanti khawatir"
***
"Aku bosen baring mulu. Boleh pulang belum sih?" muka Callista cemberut.
Kini Deren dan Callista sedang berada di Ruang rawat Callista, Deren sedang duduk di samping ranjang Callista sambil mengusap-usap tangan Callista dengan lembut dan menatap Callista teduh.
"Belum" Deren masih menatap Callista.
"Terus kapan boleh nya?" Callista seperti anak kecil untuk Deren.
"Kalo udah pulih"
"Ihh, lama Deren" Callista menunjukkan wajah sedih nya.
"Sabar" Deren dengan lembut menanggapinya.
"Tapi aku bosen" Kedua sudut bibir Callista menurun.
"Mau jalan-jalan?" Deren menaikan salah satu alisnya.
Callista mengangguk.
***
"Bagus kan bintangnya?" tanya Deren.
Deren dan Callista sedang di sebuah taman. Berdua.
Callista di atas kursi roda dan Deren duduk di tanah, tepat di samping Callista.
"Bagus..." Callista menatap sekumpul bintang di langit.
"Deren" Callista memanggil dengan suara pelan nan lembut.
"Hem" Deren menatap ke Callista.
"Boleh tanya?" Callista menatap mata Deren.
Deren mengangguk.
"Kamu beneran sayang aku?" seulas senyum terbentuk di bibir Callista.
"Kenapa tanya gitu?" Deren mengerutkan kening.
"Jawab aja, ihh" Callista merengek.
"Ya iya lah" Deren mengahadap ke Callista.
Agak memajukan posisi duduknya. Kini ada di depan Callista.
"Nih ya, Ta. Kalo aku gak sayang kamu, aku gak akan bertahan sampe saat ini. Buat apa buang waktu sama yang gak serius? Ya kan?" Ucap Deren. Dengan senyum tipis.
Callista mengangguk.
"Terus apa yang bikin kamu suka sama aku?" Callista masih bertanya.
"Emm...kamu cantik, kamu di mata aku istimewa, kamu mandiri, kamu bukan tipe cewek ribet, kamu orangnya sederhana...dan gak tau lagi, banyak banget yang bikin aku suka sama kamu. Tapi yang pasti, aku udah berkali-kali jatuh cinta sama kamu, Ta"
***
"Gua pusing, gua bingung. Gua mesti gimana? Gua harus nyerah atau gimana?" Friska misuh-misuh di balkon kamarnya.
"Apa gua harus rubah penampilan gua kaya Sherly buat bikin lu jatuh cinta ke gua, Der?" Friska mengengam erat pagar balkon yang tinggi nya sampai setengah badannya.
"Gua ga sanggup, Der...gua gak sanggup lagi ngejar lo. Tapi gua gak mau lepas lo..." Friska menangis di balkon nya.
Sepi, tenang, sendu. Seperti itu suasana di balkon Friska saat itu.
Hati nya serasa sakit terkena hantaman berkali-kali.
Pikirannya capek. Kini ia seperti sedang dalam dilema.
***
"Hai, Ra!" suara heboh Karina terdengar.
Dia sedang berjalan menuju Callista.
"Gua bawain lo makanan" Karina tersenyum lebar mengeluarkan kotak nasi dari plastik putih yang ia bawa.
"Emang lo darimana?" Callista menatap curiga.
"Kerja" jawab Karina.
"Masa?" Callista menyeringai curiga.
"Apaan sih, Ra. Udah nih, makan biar sehat" Karina menyodorkan satu kotak nasi ke Callista.
Callista terkekeh dan menerima kotak nasi itu.
***
"Der, nanti malem ada acara makan malem. Lo mau ikut?" Friska antusias bertanya pada Deren yang sedang sibuk dengan laptop nya.
"Maaf gak bisa" Deren masih sibuk melihat laptop nya.
"Kenapa?" suara Friska berubah menjadi sendu.
"Gua harus jagain Callista"
"Emang dia kenapa?" Dahi Friska mengerut.
"Sakit" jawab Deren cuek.
"Sakit apa?"
"Demam"
"Kok aku gak tau?"
"Kan gak penting" Deren menatap ke Friska dengan senyum tipis.
"Udah ya, gua banyak urusan" Deren menutup Laptop nya dan pergi meninggalkan Friska.
Kini Friska merasakan satu luka lagi tercipta di hatinya.
"Susah ya, kalo bukan prioritas"
ucap Friska dalam hati sambil menatap punggung Deren yang semakin menjauh.