webnovel

Ditektur Menyebalkan!

artkaa_2706 · Realistic
Not enough ratings
42 Chs

Story Dua Puluh Sembilan

Tiba-tiba hape Deren berdering.

"Bentar..." Deren berhenti dan mengangkatnya.

"Iya?" Deren menjawab telfon.

"Baik, saya segera kesana..." Deren mematikan hape nya.

"Callista maaf...ada acara mendadak...aku harus pergi...kamu bisa naik taksi kan?" Deren terlihat tergesa-gesa.

   Callista mengangguk.

"Maaf ya...aku minta maaf..." Deren lalu pergi masuk ke mobilnya.

   Meninggalkan Callista di depan kantor...

     Hujan turun...

  Callista menghela nafas.

"Pake hujan lagi...mana ada taksi jam segini...terpaksa pake bus..." Callista menadahkan tas nya di atas kepalanya dan berlari menuju halte bus.

"Basah lagi..." Callista agak kesal.

  Tiba-tiba ada seorang pria yang berlari dengan jas yang menutupi kepalanya agar tak terkena hujan.

     Sesampainya di halte bus, pria itu terlihat basah kuyup, dan sudah tak rapi lagi, rambutnya berantakan.

Callista menatap pria itu dengan cermat.

"Ha? Nathan?" Callista mengerutkan kening.

  Nathan mengelap wajah nya yang basah dengan tangannya.

Lalu menengok ke Callista.

"Loh...Callista? Kok...lo pulang lagi-lagi udah malem...dan...hujan..." Nathan terlihat bertanya-tanya.

"Iya...gua lembur lagi...terus tadi Deren ada urusan mendadak, jadi gua terpaksa jalan ke halte bus buat nunggu bus dateng...karena gak mungkin ada taksi yang bakal berhenti malem² gini..." Callista menjelaskan.

"Ohh...masa Deren gitu sih...dia ada urusan apa sampe ninggalin kamu hujan-hujanan gini...ada yang lebih penting dari orang yang dia cintai?" Nathan menaikkan salah satu alisnya.

"Hidup kita gak cuma tentang orang yang kita sayang dan cinta...ada yang lebih penting untuk di perjuangkan..." Callista tersenyum.

"Uang?" Nathan terkekeh.

   Membuat Callista sedikit sebal.

"Gak mungkin Deren mentingin uang dadipada orang yang dia sayang..."

"Lo yakin dia sayang lo? Lo tau? Deren bukan tipe cowok yang bakal moveon dari kekasih yang udah bikin dia nyesel...Sherly...pastinya lo tau dia...jangan suka berharap...asal lo tau...di dunia ini sebenernya gak ada yang namanya PHP, adanya cuma kita yang terlalu berharap..." Nathan tersenyum lebar menatap ke depan.

  Callista terdiam, menatap Nathan.

"Giaman dengan janji? Kalo dia mengingkari...bukannya itu namanya PHP?"

"Dia mungkin janji bakal mencintai lo sepenuhnya...tapi dia gak janji bakal bener-bener melakukan nya..."

"Diem deh lo! Lo gak tau apa-apa!" Callista mendegus kesal.

   Tiba-tiba bus datang, berhenti di depan mereka.

"Yuk naik, calon korban PHP..." Nathan terkekeh lalu masuk ke bus.

  Callista menatap Natha geram.

"Babi emang" Callista menyusul Nathan masuk ke bus.

*

"Loh...Ra? Lo basah kuyup gini...lo hujan-hujanan? Deren gak nganter lo?" Karina langsung menyemprot Callista dengan pertanyaan.

"Hacih..." Callista bersin-bersin.

"Enggak...dia ada urusan mendadak" Callista melepas sepatunya.

"Lo demam?" Karina mengerutkan kening.

"Nggak" lalu Callista bersin lagi.

"Coba liat" Karina menempelkan tangannya ke jidat Callista.

"Iya! Lo itu panas! Ayo ke dokter...pake mobil gua!" lanjut Karina.

"Enggak usah...enggak demam kok...biasa kalo habis hujan emang panas"

"Terus demam kan? Udah ayo sebelum parah...kita ke rumah sakit"

"Ke klinik aja..."

"Yang deket aja...ada nya rumah sakit..."

"Engak mau"

"Atau gua bakal maksa sekarang juga..."

"Yaudah gua ganti baju dulu!" Callista berjalan menuju kamarnya.

"Cepet!"

*

"Yuk, turun" Karina mematikan mobilnya.

  Callista turun dari mobil.

"Kita dapet nomer antrian ke lima belas..." Karina dan Callista duduk di kursi tunggu.

"Gua gak demam kok..." Callista mencoba mengelak.

"Udah gua pesenin nomer urut...masa lo mau batalin gitu aja...jangan ngada-ngada deh!"

  Callista berdecak sebal.

"Ehh...Rin...gua kebelet pipis..." Callista menyenggol tangan Karina.

"Ha? Aelah...ngerepotin lo!" Karina berdecak.

"Yaudah ayo...cepet" Karina bangkit di ikuti Callista.

"Dimana toiletnya?!!" Callista memperhatikan setiap ruangan,

"Ehh...ra...sini deh..." Karina berhenti di depan suatu ruangan.

"Apa?" Callista mengikuti arah tatap Karina.

"Pak Deren bukan?" Karina menyipitkan matanya.

"Ha?" Callista menatap dengan serius.

  Terlihat seorang pria sedang menunggu seorang perempuan yang sedang sakit...dan pria itu menggenggam tangan perempuan itu.

     Callista berjalan pelan menuju pintu ruangan itu.

Lalu Callista membuka nya pelan.

   Ya...terlihat Deren sedang menunggu Friska yang terbaring di atas kasur.

"..." Callista berdiri terdiam di depan pintu.

   Deren menatap ke pintu...tepat ke Callista.

  Deren terdiam menatap mata Callista yang jelas menggambarkan sebuah kekecewaan...

Callista pergi.

   Karina yang bingung pun hanya mengikuti Callista.

"Ra...kita belom priksa..." Karina berjalan menyamai Callista.

"Gak perlu" Callista semakin cepat berjalan.

"Ra...lo sakit"

"Gak peduli"

"Ra!" Karina sebal dengan temannya itu.

*

      "Gua kira yang dia anggap penting tuh apa...ternyata cewek lain...apa sih berat nya nganterin gua ke rumah dulu...terus baru ke sana? Apa sih beratnya?! Bener kata Nathan...gak ada janji yang bisa di percaya...dan bener kata hati gua...cinta itu bulshit...hanya sebuah omong belaka yang di buat-buat" Callista tengkurap di atas kasurnya di depan laptop nya.

"Atau gua yang egois? terlalu mementingkan diri sendiri sedangkan orang lain lebih membutuhkan perhatian dia?...tapi masalahnya...dia bohong...dia bilang ada acara mendadak bukan kepentingan mendadak...salah kalo gua marah?" lanjut Callista.

   Tok,tok,tok...

      Terdengar suara ketukan pintu.

"Ra...ada Deren di luar..." Karina agak berbisik.

"Bilang kalo gua capek...gua gak bisa ketemu sekarang" Callista agak berteriak.

"Lo bilang aja sendiri...gua gak berani..."

  Callista berdecak sebal.

     Callista keluar dari kamar melirik ke Karina sekilas, lalu menuju ke pintu untuk melihat Deren.

  Callista menatap Deren dengan wajah datar.

"Bisa bicara di mobil?" Deren menatap Callista seirus.

"Di sini aja..."

"Gak bisa..."

"Yaudah besok aja. Aku capek aku mau istirahat, aku butuh istirahat entah buat tubuh aku, jiwa aku, ataupun hati aku...plis...jangan nambahin masalah lagi..." tatapan Callista mulai berubah...seakan Callista mulai capek.

"Tapi ada yang perlu di omongin..."

"Besok bisa kan?"

"Gak bisa..."

"Kenapa? Kenapa gak bisa? Aku aja bisa nahan rasa cemburu aku...kenapa kamu gak bisa nahan buat ngomong sesuatu yang gak penting buat aku? Saat kamu tau aku di antar Nathan...kamu juga langsung pergi tanpa dengerin penjelasan dari aku...padahal kamu gak tau...aku capek, itu udah malem, gaada kendaraan umum yang gampang di berhenti in...tapi kamu...kamu bikin aku tambah capek dengan kamu kaya gitu...kamu gak tau kan? Kamu gak mau dengerin penjelasan aku waktu itu kan? Kamu tau? Tanpa Nathan...mungkin aku bakal sampe jam dua belas pun gak dapet kendaraan...kamu ngerti? Enggak kan? Sama...aku juga gak ngerti tentang kamu...udah berkali-kali aku coba buat maklumin kamu...tapi...terlalu banyak kesalahan yang seharusnya gak kamu boomerangin lagi...maaf...aku juga capek...kita bisa ngomong ini besok..."

   Callista menutup pintu nya.

     Deren hanya terdiam di depan pintu.