webnovel

DISTRIK 25 : Sebuah Mimpi Buruk

VOL.I DISTRIK 25: SEBUAH MIMPI BURUK Ami sangat membenci para elit negara karena perubahan sistem pemerintahan sejak pergantian presiden beserta jajaran yang membuat warga tidak tenang, terlebih dengan adanya rumor mengenai hilangnya anak-anak di bawah umur yang di gunakan sebagai tumbal dari sebuah ritual yang dilakukan oleh para elit negara. Mereka bahkan selalu siap untuk menyakiti ataupun menangkap siapapun yang menentang kebijakan Pemerintah. *** VOL.II DISTRIK 25: DUNIA TANPA KEGELAPAN “Kalian mungkin mengira semua ini disebabkan oleh kegelapan. Tapi apa kalian tahu kalau manusia bahkan dapat menjadi lebih kejam dari kegelapan,” kata seorang pria tua yang berjalan dengan tongkatnya. *** VOL.III DISTRIK 25: SEBUAH MASA LALU Sebuah perjanjian dengan kegelapan di masa lalu membawa dampak sangat besar untuk masa depan. Perjanjian berdarah, perjanjian penuh ritual dan penumbalan. Kekuatan dan kekuasaan, semuanya diberikan oleh kegelapan dengan imbalan darah yang melimpah dan kesengsaraan. *** *** Dengan memberikan dukungan untukku berupa vote dan hadiahnya, teman2 telah menjadi PEMBACA ISTIMEWA juga menjadi SAKSI DARI KISAH DISTRIK 25 ^,^ Love *,*

snaisy_ · Fantasy
Not enough ratings
369 Chs

Gedung Kenegaraan

Aku dan Ge berjalan menyusuri jalanan yang masih berbatu, sebenarnya ada jalan yang sudah aspal dan mulus tapi kami sengaja mencari jalan pintas yang tidak terlalu banyak petugas keamanan berpatroli. Udara di sekitaran kami sedikit lebih baik dari udara saat kami di pasar tadi, pepohonan masih mampu memberikan kesejukan walau tidak maksimal.

Perlahan pohon bergoyangan terkena angina yang bertiup, suara buruk terdengar cukup ramai walau tidak tampak wujudnya.

Langkah kakiku masih terasa ringan dan aku sangat antusias ingin segera melihat Gedung Kenegaraan. Dengan sedikit berlari aku mencoba untuk menyusul langkah Ge yang telah berada beberapa meter di depan. Sesekali aku memanggilnya, dia hanya menoleh dan meneriakiku untuk segera menyusulnya. Langkah kakinya bahkan dua kali dari langkah kakiku, dia sangat egois.

Brukk!

Kepalaku menabrak punggung Ge yang berhenti tanpa aba-aba, dia berdiri dengan sangat tegap dan tegang. Ku ikuti arah pandangnya ke depan, kami telah sampai di tepian hutan tepat di belakang Gedung Kuning.

Whooahh..aku benar-benar terpana dengan halaman yang sangat luas, lebih mirip dengan padang rumput untuk para ternak yang kosong. Dimana hal yang menakutkan itu? Pikirku.

Gedung Kuning tampak sangat megah walau dari halaman belakang, bangunannya tinggi dan berkilauan karena terdapat beberapa dengan corak warna emas. Para penjaga berdiri di setiap sudut pagar yang cukup tinggi, mereka berseragam lengkap juga bersenjata.

"Ayo kita berkeliling," Ge mulai melangkah menuju jalur kanan, segeraa saja aku menarik lengannya.

"Aku masih belum menemukannya," Kataku.

"Apa?"

"Ruang untuk ritual"

Ge terdiam sejenak, dia kembali memandangi halaman luas yang ada di hadapan kami dengan seksama. Halaman yang kosong dan tidak ada apapun selain para penjaga dan tanaman mirip semak yang di ranam rapi.

"Apa rumor itu hanya sebuah kebohongan?" Tanyaku lagi, Ge menggeleng.

"Tidak mungkin ada kebohongan yang dilakukan oleh banyak orang. Para warga bahkan berani bersumpah dengan apa yang mereka lihat," Sahut Ge, "Ayo! Mungkin di tempat yang berbeda".

Kami berjalan menuju bagian samping Gedung Kuning dengan masih menyisir hutan. Kami berjalan dengan perlahan agar tidak diketahui oleh para penjaga yang memiliki ketajaman pendengaran.

Pandanganku terhenti pada sosok pria yang tidak mengenakan seragam tim keamanan, dia hanya mengenakan pakaian santai dan membawa sebuah gitar dan duduk di salah satu sudut taman di samping Gedung Kuning. Pria itu seperti sedang melantunkan sebuah lagu, sambil terus memetik senar gitar dia sedikit menganggukkan kepalanya dengan santai. Dari penampilannya sudah sangat jelas kalau dia adalah salah satu bagian dari Elit Negara, dia memiliki kulit yang terawat dan tubuh yang tampak proporsional, dia tampan.

Cukup lama aku memandangi pria bergitar itu, ku rasa dia menyadari pandanganku sehingga dia menoleh kea rah hutan atau mungkin ke arahku? Aku sangat yakin kalau aku tidak terlihat karena pohon besar di sampingku sangat membantu persembunyianku.

"Apa yang kamu lakukan?" Ge menghampiriku dengan ekspresi heran. Dia telah berjalan cukup jauh tetapi setelah menyadari aku tidak ada di belakangnya dia kembali untuk mencariku.

"Aku hanya khawatir pria itu melihatku"

"Pria yang mana?" Ge tidak menemukan siapapun di taman yang ku tunjuk. Kursi di taman itu kosong.

"Entahlah, tadi dia sedang bermain gitar disana. Kurasa dia adalah salah satu anggota Elit Negara yang masih muda"

"Ehmm … Ayo cepat, hari sudah semakin gelap. Aku khawatir kita tidak menemukan apapun disini hingga matahari terbenam"

Sekali lagi aku menoleh ke taman untuk memastikan kalau itu kosong. Ge memimpin langkahku menuju area depan Gedung Kuning, langkahnya kali ini lebih santai sehingga aku dapat dengan segera menyusulnya.

Di halaman samping Gedung Kuning, kami melihat beberapa mobil jenis jeep terparkir dengan rapi. Mobil-mobil mewah lainnya pun di biarkannya kepanasan di sana. Aku menghitung jumlah mobil jeep dan masih memandang sekitar untuk menemukan dimana bangunan yang memiliki rumor mengerikan itu. Bangunan Kenegaraan ini tampak wajar dan biasa saja, tidak ada sesuatu apapun yang mencurigakan. Mengenai lingkungan yang masih sangat hutan, aku yakin mereka hanya memilih lahan kosong yang memiliki lokasi strategis juga dekat dengan masyarakat, kelak kedepannya pasti hutan ini juga akan berubah menjadi bangunan-bangunan seperti di kota besar lainnya

Brukk!

"Argh! Tolong jangan selalu berhenti tiba-tiba!" Bentakku kepada Ge yang berdiri di depanku, aku yang terlalu focus dengan halaman Gedung Kuning tidak mampu menghindari punggung pria yang lebih tinggi dariku itu.

"Apa yang kalian lakukan disini?" Terdengar suara berat dari seseorang yang pernah ku dengar sebelumnya. Aku segera melihat sosok pemilik suara itu dan benar saja, mereka adalah pasukan Hijau bersama dengan Ketuanya.

"Aku bertanya, apa yang sedang kalian lakukan disini?" Tanya nya lagi dengan nada yang sedikit lebih tinggi.

"Kami tersesat," Sahut Ge, "Kami baru dari pasar untuk menjual hasil kebun. Saat mau pulang, kami memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar tetapi kami tersesat dan tidak menemukan jalan keluar," Tambahnya lagi dengan suara yang terdengar sangat serius.

"Ikut dengan kami!" Seorang Pengawas Perkebunan yang memiliki tubuh lebih besar dari Ketuanya menarik tubuhku dan seseorang lagi menarik Ge dengan sangat kasar.

"Tunggu! Itu tidak perlu. Kita tidak memiliki banyak waktu untuk mengurus mereka sekarang," Ketua menghentikan langkah kedua pria berbadan besar itu. "Kalian harus segera pulang sebelum hari menjadi gelap," Ujar Ketua pasukan Hijau dengan dinginnya.

Dia dan pasukannya segera pergi meninggalkan aku dan Ge diikuti dengan dua pria berbadan besar yang tadi menahan tubuh kami.

"Ku kira tadi akan menjadi sangat menyeramkan," Kata Ge sambil tertawa kecil, "Dia professional sekali," Tambahnya.

"Professional?" Aku sama sekali tidak mengerti dengan kata pujian itu.

"Hemm, mereka tidak mendapat perintah untuk menangkap kita sehingga mereka membiarkan kita pulang. Itu adalah sesuatu yang dapat dikatakan sebagai professional," Kata Ge. Aku ragu, apakah pasukan Hijau memang benar-benar professional atau mereka hanya belum ingin menyiksa kami.

Kami terus berjalan menuju jalan raya, hari sudah menjadi semakin gelap saat kami telah berhasil menemukan mobil untuk kami tumpangi. Kakiku terasa lelah karena berjalan cukup jauh mengelilingi Gedung Kuning. Aku menyandarkan tubuhku dan menghunjurkan kaki sambil memandangi langit yang tidak berbintang, aku tidak ingat kapan terakhir kali aku memandangi langit yang penuh dengan bintang. Aku sangat merindukan suasana dan keindahan seperti itu.

Dummm!

Aku dan Ge spontan menoleh dan saling pandang, kami segera berdiri dan melihat kea rah suara itu berasal. Dari dalam hutan tempat kami tadi, terlihat kepulan asap hitam dan seketika banyak abu berterbangan terbawa angin.

Ge memandangku, sepertinya kami memiliki pemikiran yang sama kali ini.

***