webnovel

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta

21+ dilarang keras bagi yang di bawah umur. Oke! Karena kerja sama antar bisnis dan perjanjian panjang lebar. Citra dijodohkan dengan anak teman papanya. Lelaki itu memang sangat rupawan. Namun, sangat dingin dan wajahnya sungguh datar. Bahkan dia juga telah kehilangan penglihatannya, membuat Citra geleng-geleng kepala dibuatnya. Awalnya Citra menolak perjodohan itu. Namun, papanya yang sungguh tak bisa dibantah dan wajahnya sudah berubah garang, akhirnya Citra memilih mengalah, mengiyakannya. "Jadi ... kamu mau menikahinya? Benarkah?" tanya Cirul, papa dari Citra ketika melihat kepala anaknya itu mengangguk. Cirul tersenyum dan langsung memeluk anaknya. Sementara di rumah mewah lainnya, lelaki tampan dengan membawa tongkatnya itu berdiri tegak ketika berhadapan dengan papanya. Sontak terkaget karena mendengar ucapan papanya itu. "Apa, Pa! Aku harus menikahi Citra? Si—siapa dia!"

Uvieyy · Urban
Not enough ratings
23 Chs

Detik Pernikahan

Hari berganti dengan hari. Di mana kurang beberapa jam lagi pernikahan akan segera dilaksanakan. Citra yang sebenarnya belum siap akan hal ini hanya bisa memainkan nafasnya. Mengatur dan menyembul keluar dan menghirup nafasnya lagi secara perlahan, bingung dengan apa yang akan dilakukannya sekarang, padahal dirinya tinggal bersiap karena sebentar lagi para MUA akan datang.

Dalam pikirannya ia ingin kabur dari pernikahan yang tidak diinginkannya dan tidak didasari oleh cinta seperti di televisi-televisi, yang pasti akan kabur sebelum hari pernikahan terjadi. Namun Citra yang sungguh mementingkan semua resiko ke depannya ketimbang ego-nya. Ia pun mengurungkan niat yang ada di semua pikiran nakalnya itu.

"Gara-gara kebanyakan nonton sinetron dan film sakit hati juga patah hati, pikiranku sungguh bejat dan liar. Padahal ini sudah keputusanku dan sudah bersumpah waktu itu akan menerima Chandra, bukankah kalau aku kabur semua akan tamat? Bahkan dosa atas sumpahku juga akan mengakibatkan kesialan untuk diriku?" Setelah memandangi cermin lama dan Citra yang sedari tadi duduk di kursinya pun melonjak kaget saat mendengar bunyi ketokan pintu. Meski ketokan pintu itu terdengar lembut, tapi bagi Citra hari ini semuanya ia anggap dengan kesialannya. Jadi dia sering kaget sekarang. Karena malas Citra pun berbaring kembali ke atas ranjangnya. Berpura-pura masih mengantuk saja.

"Siapaaaa? Masuk saja! Tidak dikunci kok," perintah Citra sembari mempertanyakannya, walau ia bisa menebak kalau yang datang pastinya MUA. Citra yang sungguh benar-benar malas itu masih saja merapatkan tubuhnya di atas ranjang yang selama ini menemani dalam tidurnya.

Ketiga MUA yang sekarang sudah masuk ke dalam kamar Citra setelah Citra mengizinkan mereka masuk pun menatap heran kepada Citra yang sungguh santai tidak ada semangatnya sama sekali dalam pernikahannya. Mereka bisa menebak kalau Citra tidak menginginkan pernikahan ini. Namun semua itu bukan urusan MUA, enggan mereka untuk kepo jadi hanya bertugas merias Citra saja dengan seserius mungkin.

"Mbak Citra ... kita harus segera bersiap yaaaa. Tidak boleh menunda-nunda waktu lagi, yang pasti waktu kita tidak banyak, tatanan wanita itu sungguh memakan waktu lama, tidak akan bisa menyelesaikannya dalam waktu singkat," tegur salah satu MUA itu. Dia adalah kepala MUA, makanya sikapnya sangat tegas dan berani memarahi rekannya atau orang yang diriasnya apabila ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka.

Ingin rasanya Citra menolak dan mengusir mereka semua yang berada di hadapannya itu, karena Citra hanya ingin sendirian dan selalu dari dulu tertutup kepada siapapun. Tapi bagaimana lagi? Dia sudah berjanji mengalah kepada papanya juga waktu itu, jadi mau tidak mau tetap harus mau.

Citra pun berangsut dari bebaringnya. Sudah cukup dia bermalas-malasan dan harus menyudahinya. Itu semua sudah takdir yang harus dijalani dan ditentukannya sendiri.

"Iya, Mbaaaak. Siaaaap. Kita mulai sekarang juga!" balas Citra sembari memerintah dan mendudukkan dirinya kembali di kursi yang ada di seberang cerminnya. Citra saja tidak tau bagaimana rupa gaunnya, karena hanya mama dan papanya yang membelikannya. Untuk persiapan pernikahan tidak ada kerepotan dari Citra sama sekali. Yang terpenting Citra hanya terima beres saja.

Para MUA kemudian memulai merias Citra dengan sangat cekatan dan lembut. Mereka bertiga melakukan tugasnya masing-masing. Dengan Citra yang sudah mulai memejamkan matanya. Bukan untuk tidur, hanya saja memikirkan semua kepenatan yang ada di dalam pikirannya yang berseliweran sekarang.

'Bismillah ... semoga ini adalah keputusan yang tepat. Semoga aku bahagia, karena semua ini untuk menyenangkan semuanya. Niat aku kan baik. Aku mohon Tuhaaan berilah aku kebahagiaan walau hanya sedikit saja.' Batin Citra di dalam pejaman matanya itu.

Karena riasan yang dilakukan begitu lama dan menurut Citra sangat membosankan sekali, dia rasanya ingin tidur saja, andai tidak ada pernikahan sekarang dan terburu-buru dalam melaksanakannya. Selalu ada kata andai dan penyesalan di hati Citra yang masih saja tak terima.

Dirinya saja suka bermake-up dengan senatural mungkin dan secepat kilat, bagaimana tidak bosan kalau memakan waktu yang lama seperti sekarang hanya untuk memoles wajahnya saja. Bahkan teman-temannya saja di kampus menjuluki Citra sebagai seorang yang polos karena sangat jarang bermake-up tebal sewaktu di kampus. Yang penting Citra hanya bisa pasrah saja, yang penting bukan dirinya yang memake-up dirinya sendiri. Akan sangat merepotkan apabila seperti itu.

Dan datanglah seseorang yang membuat Citra jengkel, yaitu mamanya sendiri yang datang secara tiba-tiba ke kamarnya sekarang. Tidak dapat dipungkiri aslinya Citra sungguh sangat merindukan mamanya itu, tapi apa boleh buat, mamanya tidak ada usahanya sama sekali dalam pembelaan untuk dirinya. Mama Cassandra hanya pasrah saja dan membiarkan Citra ke jenjang pernikahan paksa ini, dinikahi hanya sebuah perjodohan dan karena bisnis semata. Makanya Citra sangat tidak mau melihat mamanya.

"Hmmmm kamu camtik sekali, Nak ... sungguh Mama saja sampai takjub dibuatnya. Tentu saja nanti yang lainnya juga sama takjubnya. Intinya Mama mendoakan agar kehidupan kamu nanti yang terbaik, kalau Mama ada salah kata harap dimaklumi dan ditegur yaaaa, maafkan, Mama ... sungguh!" pinta mama Cassandra dengan nada yang sendu dan wajah memelas. Citra hanya melirik dengan acuh tak acuh saja.

Tidak perduli mau mamanya akan menangis dengan air mata darah sekalipun tetap Citra tidak bergeming dan memerdulikan mamanya itu. Dan itu membuat mama Cassandra mengerti, memang dibuat oleh mama Cassandra seperti itu, terus berjuang untuk mengambil hati anaknya, intinya mama Cassandra tidak akan menyerah begitu saja. Dalam hati beliau serta merta mendoakan untuk Bianka yang terbaik.

"Apa masih lama, Mbak?" Alih-alih mama Cassandra membuka pertanyaannya kepada para MUA sebagai ungkapan rasa malunya karena tidak dibalas oleh Citra. Beliau seperti itu agar tidak malu dihadapkan para MUA itu.

"Sebentar lagi, Bu ... apa pengantin lelaki sudah datang? Kalau sudah biar segera saya selesaikan dengan cepat, yang pasti saya meminta maaf kalau misalnya lama. Kalau tergesa-gesa rasanya semua itu akan hambar dan tidak optimal tatanan mbak Citra," terang ketua MUA yang memang tidak asal-asalan dalam mengerjakan itu semua.

Itulah mengapa MUA yang berada di depan ini adalah orang yang sangat dipercaya banyak orang karena memang hasilnya bagus dan mereka adalah MUA kalangan atas. Memang mama Cassandra berniat berbasa-basi saja supaya bisa memperhatikan putri si mata wayangnya, bisa menunggu dengan alasan ingin berbincang-bincang kepada para MUA, tidak mau mama Cassandra kehilangan moment ini jadinya mendampingi Citra sekarang.

Citra pun akhirnya angkat bicara. Dirinya memang ingin sendiri dan tidak mau didampingi apalagi mamanya sendiri. Malahan Citra akan merengek dan manja nantinya, dan itu percuma bagus Citra karena semua manjaan dan rengekan sangatlah tidak penting. Yang terpenting hanyalah harkat dan martabat papanya saja.