webnovel

Mimpi yang nyata

Misteri Kamar Ibu Mertua

Bab 6

**

Ranti masih berdiri terperangah, matanya menyapu sekeliling tempat ia berdiri. Perempuan itu baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat tersebut namun ia sepertinya merasa tak begitu asing. Bahkan setiap letak tata ruang ia fahami dengan baik, ia mencoba mengingat tapi justru kepalanya menjadi semakin berat.

"Mari masuk, Sayang ...," ajak Bram menggandeng tangan istrinya yang berdiri terpaku.

Ranti tak segera menjawab, perempuan itu berjalan perlahan menuju pintu utama. Tangannya meraba gagang pintu dengan hati-hati, jantungnya berdebar kencang merasa tak nyaman. Bram merasa ia tak begitu faham kenapa istrinya menjadi aneh seperti itu.

"Mas ... tempat ini serasa tak asing bagiku," ucap Ranti.

"Ah, perasaan kamu saja ... ayo lekas masuk." Bram mengeluarkan beberapa tas dari dalam mobilnya dan membawa masuk ke dalam.

Miranti duduk di sebuah sofa, ia menarik nafas dalam-dalam. Hatinya merasa cemas dan was-was. Dari kejauhan terdengar kumandang adzan magrib membuat Miranti merasa terpanggil untuk segera menunaikan shalat, ia bangkit mengambil air wudhu.

"Mas, di sini ada sajadah dan mukenah? Aku lupa membawanya," tanya Miranti pada suaminya, Bram melirik ke arah Miranti dengan ekspresi tak nyaman.

"Sholat? Kamu baru beberapa detik berada di sini, kenapa ga ganti baju dulu." ujar Bram ketus.

"Mas! Aku cuma tanya mukena dan sajadah, kenapa jawabnya kasar begitu?" Ranti tak faham apa yang suaminya pikirkan, padahal sebelumnya Bram yang ia kenal adalah pribadi yang taat, ramah dan penyabar.

Bram seperti tak menghiraukan Ranti, pria itu memilih masuk kamar dan tidur. Miranti memeriksa tas miliknya, kemudian mengambil sebuah gamis dan hijab yang cukup untuk ia gunakan mengerjakan sholat. Entah kenapa setelah mengerjakan sholat Miranti justu merasa begitu bugar, bahkan kepalanya yang sedari tadi terasa berat dan pusing kini lebih terasa ringan.

***

"Mana ibu, Mas? kok belum kamu kenalkan," tanya Miranti pada Mas Bram untuk mencairkan suasana yang sedari tadi siang tegang. Bram acuh, namun sorot matanya menatap pada rumah kuno yang terletak di samping bangunan rumah yang ia dan Ranti huni.

"Mas?" tanya Ranti sekali lagi, kali ini Bram bangkit dan berjalan ke arah jendela lantai dua masih dengan menatap rumah itu.

"Tidur."

Ujarnya singkat, lalu berjalan turun ke lantai satu, sepertinya pria itu keluar menuju rumah jati kuno milik ibunya. Jawaban ketus dari suaminya cukup membuat hati Miranti merasa sakit, namun perempuan itu mencoba memaklumi hal tersebut, mungkin saja sang suami sedang merasa letih atau ada masalah lainnya.

Hampir satu jam lebih Bram tak kembali ke kamar, Miranti yang ditinggal sendirian merasa kuatir hingga ia putuskan untuk menyusul suaminya menuju ke rumah jati kuno yang ia sebut adalah rumah ibu.

Ranti merapikan diri menghadap ke meja rias agar pertemuan dengan ibu mertua tak meninggalkan kesan buruk. Setelah berdandan sederhana perempuan berparas cantik itu segera keluar kamar, sebuah bingkisan telah ia siapkan sedari ketika mereka hendak berangkat dari rumah Miranti, bingkisan yang berupa sebuah kain jarik dengan motif elegan seperti yang dikenakan ibu mertua dalam foto.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum ...," ucap Miranti lembut. Menunggu beberapa saat namun tak juga ada yang membuka pintu, akhirnya ia putusan untuk masuk ke dalam, apalagi pintu dalam keadaan tak dikunci.

Sesuatu yang aneh kemudian Ranti rasakan pada saat kaki kanannya mulai memasuki pintu. Hawa dingin begitu kuat cukup membuat Miranti bergidik, juga bulu kuduk yang tiba-tiba meremang sedikit membuat perempuan itu ragu untuk masuk menuju kamar ibu mertua.

"Uuugh! Bau apa ini? Seperti bau anyir darah ...." Penciuman Ranti mencium sebuah aroma yang membuat perutnya mual.

"Astagfirullah, kok aku tiba-tiba ga nyaman gini ...." Gumam dalam hati, ingin rasanya ia kembali ke kamar saja, namun kakinya seolah terus berjalan menyusuri rumah kuno yang bercahaya remang tersebut. Dengan jantung berdebar Miranti memeriksa setiap ruangan yang ada berharap segera mengetahui dimana Bram dan ibu mertuanya berada.

"Ibu, istirahatlah dahulu ... esok akan aku perkenalkan pada Miranti, istriku." Terdengar suara Bram pada suatu ruangan yang berada paling ujung dalam rumah itu, Miranti mendekatkan telinga untuk mengetahui dengan siapa Bram berbicara.

"Biar aku basuh ibu, setelah itu aku akan kembali ke kamarku." Ujar Bram lagi dari dalam, sepertinya memang ia sedang berbicara dengan seseorang yang ia sebut ibu.

Mendengar Bram hendak kembali ke kamar, Miranti segera menarik diri dari tempat itu. Ranti tak mau Mas Bram marah karena ia tak meminta ijin padanya terlebih dahulu, meskipun hanya untuk mendatangi ibunya sendiri.

Baru saja ia hendak menoleh untuk berbalik badan, bahu kirinya seperti ada yang menyentuh. Sebuah telapak tangan yang begitu dingin menempel ke tubuh bagian belakang Miranti, hingga kepalanya menjadi pusing, mual dan seketika menjadi lemas, bahkan Miranti puj kesulitan untuk menggerakkan kaki agar ia bisa terus berjalan.

Tubuh Miranti bergetar hebat merasakan sebuah energi negatif yang seolah ingin merasuki. Meski ia tak melihat tapi bisa ia rasakan bahwa ada sesosok mahluk sedang berdiri di belakangnya. Saat genting seperti itu tak ada hal yang bisa ia lakukan selain istighfar. Keringat dingin mengucur deras dari tubuh perempuan itu, pintu yang sedari terbuka mendadak tertutup dengan keras bagai terhempas.

Sejenak menjadi hening, hanya detak jantung Ranti saja yang terdengar, juga suara deru nafas yang semakin tak beraturan. Miranti terpaksa harus merangkak beberapa meter untuk tiba pada pintu keluar lalu pingsan tak sadarkan diri.

****

Dari kejauhan terdengar suara ayam jantan berkokok, Miranti terbangun. Ia mengucek matanya dan mendapati dirinya terbangun di dalam kamar tidurnya masih mengenakan gamis yang ia gunakan untuk sholat magrib. Miranti merasa sangat bingung akan apa yang ia alami.

"A-apakah aku bermimpi? Jika itu mimpi ... kenapa terlihat begitu nyata?" Tanya Miranti dalam hati. Ia bangkit untuk mengambil wudhu agar bisa menunaikan sholat subuh. Sehabis sholat subuh, tak lupa ia memeriksa sekeliling rumah untuk mencari keberadaan suaminya. Hingga pada ruangan terakhir tetap saja ia tak menemukan Bram.

Sebuah buku diary ia temukan di laci meja rias tak jauh dari ranjang, sebuah buku dengan tulisan tangan yang sangat rapi, ia tahu bahwa itu bukan merupakan tulisan Bram. Miranti memandang sampul buku dengan foto seorang perempuan cantik yang mungkin seusianya itu dengan seksama, yang aneh dari buku itu adalah beberapa bagian lembar isi buku ditulis jejak waktu sekitar September hingga November tahun 2018, atau sudah berlalu sekitar empat tahun silam.

sebuah nama terlihat juga pada cover adalah nama perempuan yang bernama Alina. Melihat dari tata bahasanya, Miranti bisa mengambil kesimpulan bahwa Alina dan Bram memiliki hubungan khusus.

"Apakah dia istri Mas Bram terdahulu? kenapa tak cerita ia telah menikah ... dan kemana Alina sekarang?" Ucap Miranti penuh rasa penasaran. perempuan ayu itu membaca lembar demi lembar pada diary yang menggambarkan kehidupan yang penuh tekanan dan rasa takut seorang perempuan yang bernama Alina.