webnovel

Dimanjakan suami kontrak

NOVEL SUDAH PINDAH KE APLIKASI BAKISAH. Dia seorang duda yang ditinggal istrinya selingkuh. Traumanya sama sepertiku, kami benci ikatan pernikahan yang hanya memberi luka atas nama cinta, jadi ini tidak akan begitu membebaniku. Aku bisa bebas setelah melahirkan. Aku akan mendapat uang setelah melahirkan. Aku dapat melanjutkan hidup dengan baik bersama adikku. Aku dapat memulai semuanya dengan benar. Tidak, aku serius akan hengkang dari hidup suamiku setelah melahirkan. Hidupku bukan seperti kisah romance fiksi, semuanya hanya soal kontrak. Tapi selalu berbeda hal jika takdir yang mempermainkan rencana manusia. Bagaimana pada akhirnya mereka malah mengejarku yang masuk dalam kubangan para pemegang kekuasaan? Aku ingin berteriak. "Aku bukanlah orang yang dicintai olehnya, apalagi kelemahannya!!" Uh, aku salah besar mengatakan itu sepertinya. Karena dia, suamiku malah mengikatku dengan pernikahan sungguhan. Baik! Suami tolong lindungi aku kalau begitu. _______ series II Nugraha. as always R-18 _______

Anajw0 · Urban
Not enough ratings
7 Chs

ZERO

[NOVEL INI SUDAH PINDAH KE APLIKASI BAKISAH DENGAN JUDUL YANG SAMA]

"Gue udah bilang sama lo!! Jangan sekali-kali dengerin omongan temen lonte lu!! Mana ada gue selingkuh. Coba tanya temen lu! Dimana dia liat gue bawa cewek, hah?!!! Dimana?!!"

Ayah mencengkram lengan ibu dengan mata melotot tajam, bola matanya memerah memandang ibu yang menunduk pilu sambil menangis, surainya berantakan dan wajah ibu begitu tersiksa namun tak bisa lepas.

Ibu sesegukan dalam cengkraman ayah, aku diam memeluk tubuh di pojok ruangan. Ini bukan tontonan baru bagiku ketika ayah murka kepada ibu yang meminta cerai karena tak kuat. Ayah selalu begitu, tidak pernah berubah walau sering meminta maaf setelahnya.

Maafnya hanya di mulut, tidak pernah sampai ke hati.

Aku dengar suara teriakan nenek yang keluar meminta tolong, sebab ayah seperti orang kerasukan. Sempat mengambil barang apa saja untuk ia lempar kepada ibu, bahkan sampai mengenai kepalaku. Aku menangis, tentu saja. Aku hanya bocah 13 tahun yang tidak berdaya, tidak begitu mengerti cara membela diri.

Tapi dalam hati aku berucap syukur, adik lelakiku tengah bermain disaat kedua orang tuaku bertengkar hebat lagi, para tetangga datang untuk melerai pertengkaran ibu dan ayah. Pun tubuhku yang diraup oleh seseorang yang entah siapa, sampai aku memeluk tubuhnya erat kemudian mendengar suara lelaki yang kukenali.

"Sudah... Gapapa, disini ada abang. Nggak usah takut, nanti kalau ayah sama ibu berantem lagi. Keluar aja nyari abang atau kerumah ende Iwan, jangan didalam rumah aja, ya. Hm...?"

Ia mengusap belakang kepalaku pun punggung ringkihku, menenangkan sekali. Aku merasa aman dalam dekapannya jadi aku mengangguk sambil sesegukan.

"Setan lo!! Awas aja kalau sampe lu masih temenan ama itu lonte!! Gue cekek mati, babi!"

Ayah terus berteriak walau sudah dipegangi oleh tiga orang warga. Ibu sudah dibawa keluar oleh ibu-ibu yang aku tidak melihat siapa. Ibu memang bukan wanita baik-baik, tapi ibu wanita yang mencoba belajar patuh pada suaminya. Hanya lingkup teman-temannya saja yang kotor, sejak ayah ketahuan selingkuh saat ibu melahirkan adik lelakiku.

Ayah tidak datang, dia entah ada dimana sampai teman ibu membagikan poto ayah sedang berciuman di dalam club dengan perempuan lain yang di kata teman ibu adalah selingkuhannya selama ini.

Parahnya lagi, aku melihat foto itu. Tidak. Aku di paksa untuk melihat. Ibu yang lelah menjadi murka tanpa pandang bulu ia sodorkan gambar itu padaku yang berusia 10 tahun ketika itu. Ibu berteriak marah sambil memegangi kepalaku agar melihat kelakuan ayah dari layar ponsel ibu.

"Liat!! Liat gimana ayah kamu kelakuannya!! Laki-laki gak bener kaya begini, sudah seharusnya dari dulu ibu tinggalkan. Liat gimana bejatnya ayah yang kamu hormati, kak!!"

Aku ingin mengelak tapi kepalaku dicengkeram kuat oleh ibu. Jadi aku memejamkan mata tapi ibu malah berteriak kencang semakin tidak terkontrol.

"Buka mata kamu, kak!! Jangan pejamkan. Liat gimana kelakuan ayah kamu!! Benci dia, dia yang sudah buat kita sengsara kak, dia yang suka pergi tanpa mikirin gimana perut kamu sudah kenyang atau belum, gimana bayaran sekolah kamu!!! Gimana mulut kotor itu memaki ibu dan kamu!"

Aku tentu berteriak sambil menangis ketakutan, karena tingkah ibu yang seperti orang kesetanan. Ibu memukul dadanya setelah melepas kepalaku, beliau terlihat tersiksa sekali akan rasa sakitnya tapi saat itu aku tidak mengerti.

Aku berlari keluar menuju kamar nenek. Aku yang kecil tentu saja tidak paham apa yang terjadi dengan benar, aku hanya mengadu jika ibu menjambak kepalaku dan memperlihatkan poto ayah sedang berciuman dengan perempuan yang bukan ibu.

Nenek marah dan mendatangi kamar ibu kemudian menampar ibu yang tengah menangis. Nenek berteriak tidak karuan di dalam kamar ibu, aku tidak berani masuk. Suara nenek dan ibu bersahutan sangat menyeramkan. Ketika itu aku ketakutan bukan main, jadi aku berlari keluar pukul sembilan malam untuk mengetuk rumah abang.

Setelahnya ibu selalu murung, ibu layaknya mayat hidup. Apalagi ayah semakin menjadi dengan pulang tengah malam bahkan ketika pagi akan datang. Aku jadi sering mendengar suara ayah di malam hari yang sedang menelpon dengan rayu-rayuan dan ucapan vulgar entah dengan siapa. Dan disitu ibu ada di sisiku tengah menidurkan adik lelakiku yang rewel di tengah malam.

Ibu menatap kosong wajah adik, tidak lagi berteriak ataupun memaki jikalau mendengar ayah menelpon selingkuhannya. Aku jadi menutup diri sejak pertengkaran hebat ibu dan ayah. Aku dikucilkan, di katain anak broken home. Padahal waktu itu aku belum tau apa itu broken home, aku hanya tau mereka mengatai keluargaku yang tidak harmonis dan suka bertengkar.

Ibu akhirnya kabur dan menggugat ayah tanpa mau ada mediasi, ayah tidak terima dan sempat mengamuk di pengadilan sebab ibu memberikan bukti KDRT dan perselingkuhan ayah untuk menguatkan gugatan cerai.

Sebulan setelah itu ayah membawa wanita baru dan ibu bekerja entah dimana, aku hanya sesekali di telepon dengan rasa rindu yang memeluk erat. Aku rindu ibu pun adikku juga sering bertanya ketika itu, kemana ibu pergi. Ayah tidak mempedulikan kita berdua.

Kami terlantar, sampai kabar nenek meninggal membuat aku semakin sedih. Ditambah sejak saat itu, ayah seakan hanya memiliki tanggung jawab pada dirinya saja, tak mengingat aku maupun adikku.

Uang jajanku dan adik berkurang. Ibu sulit aku hubungi dan ayah sering berteriak membentak pada kami. Aku sering kali melihat adik lelakiku memandangi temannya yang jajan namun ia tidak. Kami sering kelaparan. Kemudian waktu berjalan cepat, aku sudah berusia 17 tahun dan masih melanjutkan sekolah sampai jenjang SMA.

Aku mulai kewalahan membayar uang sekolah bersama uang jajan adikku, hampir putus sekolah. Sampai teman ibuku menawarkan pekerjaan yang gajinya lumayan dalam semalam, ia bilang waktu itu kepadaku yang berumur 17 tahun.

"Pekerjaanmu di akhir pekan saja, dan kamu hanya perlu menuangkan minuman kedalam gelas orang-orang disana."

***

Suara tawa berat bersorak ketika salah seorang berjas yang sudah terbuka kancingnya. Berdiri di atas meja dan meminum gelas berisi cairan emas di hadapan teman-temannya, kebanyakan dari mereka sudah memiliki istri dan anak. Aku menuangkan lagi botol beralkohol ini kedalam gelas lelaki dewasa yang kutahu sudah mempunyai dua anak remaja.

Dia cukup tampan dan mapan tentunya, sebab dialah yang menyewa tempat dan beberapa wanita penghibur termasuk diriku.

"Kamu benar-benar tidak mau ngamar denganku ya? Padahal aku sengaja terus menyewa kamu." Dia memulai percakapan.

Namanya pak Yazid, sebenarnya banyak dari teman seprofesi denganku naksir dengan beliau tapi tidak diindahkan walau mereka sengaja merayu dengan pakaian vulgar sekalipun. Beliau malah menawarkan aku untuk ke hotel dan bisa berlanjut sebagai sugar bayinya. Ucapannya sering kali sangat vulgar dan bersikap kurang ajar, tapi ini pekerjaanku.

Kemudian Aku bilang."Aku tidak menjual diri pak, hanya sebagai wanita pesanan untuk sekedar menemani minum saja." Setelah itu aku malah dicela.

Katanya tidak mungkin aku bekerja menemani saja, pasti aku juga menjual diriku. Sial, memang kebanyakan dari temanku berujung menjual diri. Sebab bookingannya lumayan untuk kami yang awam. Apalagi jika masih perawan harganya bisa selangit, walau tidak seperti artis yang semalam saja bisa seharga 80 juta.

"Seharusnya kamu jangan jual mahal, padahal saya sudah tawarkan tiga kali lipat dari bayaran semalam kamu menemani minum." Tangan pak Yazid yang kasar mengusap pahaku yang terbuka.

Sekarang aku menggunakan pakaian yang super ketat sana sini, kurang bahan sana sini dan sangat menonjolkan kesan seorang wanita malam. Ini pakaian kerjaku selama menemani pelanggan minum, aku menerima apapun perlakuan mereka. Sebab kami dijamin tidak akan terjadi hal paling buruk bagi kami jika tidak ada kesepakatan mau sama mau antara kami dan pelanggan.

Bos memikirkan kami sebagai produknya, agar selalu bersih dan cantik. Kami adalah boneka porselen bagi bos.

Pak Yazid ini tumben sekali, memesan diriku masih dengan pakaian formal yang dia pertahankan kerapihannya. Seperti akan melakukan pertemuan, karena memang malam ini aku pun diberikan pakaian yang berbeda warna dan polanya walau masih sama ketat dan seksi. Bahkan bisa dikatakan, aku seperti telanjang saat ini.

Jari panjangnya mulai meraba paha dalamku, aku menahannya dan memindahkan telapak kasar itu ke arah payudaraku. Aku mendesis nyeri ketika ia meremas kuat dengan wajah mesumnya, matanya menatap tepat di mataku.

Menunggu reaksiku menerima tawarannya, aku menengadah ketika ia mencium leherku perlahan. Mengabaikan suara bising dari teman-teman satu kerja pak Yazid yang mulai hilang akal dimakan alkohol.

"Katakan kalau kamu mau aku masuki... Katakan kalau kamu mau aku ada di dalam kemaluanmu yang panas itu... Maka aku akan dengan senang hati memuaskannya..."

Ini sudah sering terjadi, jadi aku sudah lumayan mengasah birahiku ketika dipermainkan oleh pelanggan yang ingin tidur denganku.

Aku hanya mendesah tidak mengiyakan, hanya menikmati dengan kebohongan. Ketika mulutnya mencium dan mengulum payudaraku dari luar pakaian ketat yang kugunakan. Tangannya tidak tinggal diam, ia mengusap paha dalamku sampai ke dalam sana. Aku melenguh dengan hati menjerit, merapatkan kaki dan mencengkram tangannya.

Tuhan, aku berhenti pada pekerjaan menjijikan ini. Tapi, pantaskah dia masih menyebut nama tuhan saat dia sering kali berpaling?

"Ekhem!!"

Pak Yazid mengangkat wajahnya dari atas payudaraku dan aku menunduk untuk melihat baju bagian payudaraku basah oleh air liurnya.

"Pak Keenan!! Saya kira bapak tidak akan datang kemari, mari pak. Sudah ada ruangan khusus dengan pelayanan VIP," ucap pak Yazid memandu pria itu.

Aku hanya duduk menunduk membenahi pakaianku, sebelum berdiri menuju ke sofa lain yang berisikan laki-laki tidak masuk akal yang tengah bercumbu panas dengan temanku. Sampai aku menyadari, ada pria yang tadi menyelamatkanku dari kebuasan nafsu pak Yazid tengah menatapku. Aku menoleh dan terkejut kemudian. Aku diam mematung untuk beberapa saat sampai suara baritonnya yang sangat khas seorang lelaki dewasa menyebut namaku.

"Yara."

Nayara segera berkedip untuk memastikan lagi, kemudian tersenyum seakan menyapa pelanggannya.

"Selamat datang pak, apa bapak ingin saya tuangkan minum?"

"Ya."Jawabnya kaku.

Dengan itu, langkah kakinya mengikuti Yazid dan pria bernama Keenan itu kedalam ruangan VIP. Saat Yazid melihat Yara ada di dalam ruangan, bergerak mendekat menuju Keenan dia mengernyit.

Mata pria itu lekat menatap Nayara, gadis itu bergerak mengambil gelas baru yang tersedia diatas meja dan menuangkan alkohol ke dalam gelasnya sampai suara pak Yazid menginterupsi gerakannya memberikan gelas kearah lelaki berkemeja putih di hadapannya.

"Ayu, apa yang kamu lakukan. Maafkan Ayu pak, pelayanan khusus untuk bapak ada di dalam kamar eksklusif tanpa alkohol. Mari pak, ikuti saya.-"

"Aku ingin Ayu melayaniku,"ujarnya sambil mengucapkan nama panggilan Nayara selama bekerja.

Keenan cepat beradaptasi, saat mendengar nama Nayara yang dipanggil Ayu. Sadar jika perempuan itu tidak menggunakan nama aslinya.

"Tapi pak, didalam sudah ada-"

"Keluarkan saja mereka, aku ingin Ayu. Bukan pelayan yang lain. Keluarkan saja mereka dari sana, saya tidak akan membuat kerjasama kita mudah."Potongnya otoriter, suara tegas tanpa mau ditolak.

"B-baik pak...Ayu, mari ikut saya dan pak Keenan kedalam."