Lama menonton televisi bersama Rama,Erra pun memutuskan untuk tidur. Waktu menunjukkan pukul 9,sementara besok ia harus sekolah lagi. Lantas,Erra beranjak dari duduknya.
"Mas,aku tidur duluan ya."
Rama yang sedang asyik menonton televisi seketika menoleh,menatap Erra sebentar kemudian ia menganggukkan kepalanya. "Jangan lupa baca doa,bangunnya juga awas jangan kesiangan!"
"Iya.. Selamat malam,mas."
Erra masuk ke kamar di samping kamar Ayra. Ia menutup pintu. Sampai di ranjang, gadis itu menarik selimut tebalnya perlahan. Netranya menatap langit-langit. Malam ini ia tidur di rumah tetangganya. Rumah Rama,pria dingin yang mengisi kepalanya. Erra kemudian memejamkan matanya. Pergi ke alam bawah sadarnya.
Mentari tiba-tiba menyongsong,Erra keluar dari kamar. Ia menghampiri Rama dan Ayra yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Kedua orang dewasa itu sama-sama terdiam saat Erra datang menghampirinya.
"Aku berangkat sekolah dulu,ya mas,umi. Assalamualaikum.."
"Wa'alaikumsalam warahmatullah, hati-hati."
"Iya,umi."
Setelah berpamitan pada Ayra dan Rama,Erra berangkat sekolah dengan menunggu jemputan bis Sekolah. Cukup 15 menit, Erra sampai di Sekolahnya,ia langsung menghampiri Kathrine yang sudah menunggunya di gerbang Sekolah.
"Kantin,yuk." Ajak Kathrine,Erra tersenyum lebar.
"Yuk ah.."
Keduanya berjalan beriringan ke Kantin, namun belum sempat Erra dan Kathrine mendudukan bokongnya. Erra mendapatkan telepon dari nomor yang tak dikenal.
Erra mengangkat telepon tersebut.
"Hallo?"
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
"Kamu udah sampe sekolah?"
"Udah."
"Sebelumnya maaf. Ra,kamu bisa pulang gak?" tanya seseorang di sebrang sana,Erra mengerutkan keningnya. Suaranya seperti tak asing.
"Mas Rama?"
"Hm.."
"Ada apa memangnya,mas? Padahal aku baru saja sampai."
"Pulang saja,ya. Nanti saya ceritain."
"Tapi-"
"Saya jemput."
Sambungan terputus. Erra terdiam beberapa saat.
"Kenapa?" tanya Kathrine, Erra menoleh lalu menggelengkan kepalanya.
"Ya udah,yuk makan. Lo mau pesen apa?"
"Kayaknya gue gak jadi pesen deh. Tetangga baru gue nyuruh gue pulang."
"Loh kok gitu,padahal lo kan baru nyampe,masa udah disuruh balik lagi?"
"Gak tahu gue. Udah ah,gue ke depan ya,bye!" Erra bergegas ke gerbang sekolah. Perasaannya berubah tak enak. Sebenarnya ada apa? Ia mondar-mandir,perasaannya gelisah.
"Mas,ada apa?" Erra bertanya tiba-tiba saat Rama menurunkan kaca mobilnya. Rama terdiam sejenak. "Ayo pulang."
"Ada apa?"
"Masuk dulu saja."
"Hmm.." Erra pun masuk ke mobil, dan mengambil duduk di kursi belakang. "Sebenarnya ada apa?"
"Mas,kenapa diam?"
"Hm."
"Ada apa?"
"Ada tamu di rumahmu."
"Oh.. Tamu darimana? Perasaan aku tidak memiliki kenalan sampai-sampai ada yang bertamu ke rumahku." gumam Erra, gadis itu mengarahkan pandangannya ke jalanan.
"Sudah sampai." ucap Rama,pria itu keluar terlebih dahulu. Erra mengembuskan nafas sebelum ia membuka pintu,lalu saat ia keluar keningnya berkerut.
Di rumahnya banyak sekali orang, bahkan tak sengaja ia melihat bendera kuning menancap di halaman rumahnya. Ia menatap Rama yang kebetulan tengah menatapnya.
"Masuklah."
Deg
Deg
Deg
Jantung Erra berpacu dua kali lipat lebih cepat,nafasnya naik turun, sampai air matanya tak terasa sudah menggenang di kelopak matanya.
Siapa yang meninggal?
Erra mengambil langkah, perlahan-lahan langkahnya memelan. Tas dalam genggamannya jatuh.
Ada jenazah di rumahnya.
Erra melangkah masuk sembari menyeka air matanya.
Ia melihat banyak orang di rumahnya dengan membacakan ayat-ayat Al-Quran yang tak asing di telinganya.
"Yaasiin.."
"Siapa yang meninggal?" tanya Erra, gadis itu berjalan mendekat ke arah wanita setengah baya yang memakai pakaian serba putih. Ayra,ibunya Rama.
"Nak,kemarilah."
"Siapa yang meninggal?" tanya Erra kembali, kini Erra duduk bersimpuh tepat di samping jenazah yang tertutupi kain panjang itu.
"Erra,sayang.. Kamu yang sabar ya,masih ada umi dan Adam yang akan menemanimu. Kami akan menjadi keluarga kedua untukmu."
"Siapa yang meninggal,umi? Ini bukan mami,kan?" tanya Erra, suaranya bergetar. Lantas Ayra mengelus punggung gadis itu,sembari terisak ia menunduk.
"Hiks.. Hiks.. Hiks.."
Dengan cepat Erra membuka kain yang menutupi jenazah itu,tangisnya pecah saat satu-satunya orang yang dicintainya memejamkan mata dengan kain kafan yang membungkus tubuhnya. Erra langsung memeluknya, sangat erat. Ia menangis sejadi-jadinya.
Maminya,satu-satunya orang yang dicintainya kenapa harus pergi secepat ini?
"Mi,hiks.. Mami,.." panggil Erra disela-sela tangisnya, ia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ini pasti bukan maminya.
"Mami.. Hiks.. Kenapa mami pergi secepat ini? Erra nakal ya? Maafin,Erra mi.. Maafin Erra kalau Erra ngerepotin mami. Maafin Erra yang selama ini susah dibangunin,maafin Erra. Erra bakalan berubah,Erra bakal jadi anak baik,Erra bakalan nurut,asal mami jangan ninggalin Erra.. Hiks.. Mami bangun,ya.."
"Sayang.. Nak.."
"Mami.. Bangun ya,mami kan belum liat Erra sama mas Rama nikah. Mami kan bilang,kalau Erra harus dekatin mas Rama,sekarang Erra udah mulai dekat mi.. Hiks.. Mami gak kasian sama Erra? Mami gak kasian,ya?"
"Erra.. Kamu yang sabar, nak."
"Kalau mami gak bangun,Erra mau ikut mami. Hiks.. Mami tega,ninggalin Erra sendirian.. Hiks.."
Rama yang baru saja mendudukan bokongnya di samping Erra ikut mengeluarkan air mata. Karena tak tega,ia menarik bahu Erra. Erra menoleh,gadis itu menatap Rama dengan berurai air mata.
"Hiks.. Mas Rama,mami.. Hiks.."
Dengan sekali tarikan Rama membawa Erra ke dalam pelukannya,gadis itu menangis. Bahkan ia memeluk Rama dengan eratnya. Meluapkan segala emosinya.
"Hiks.. Mas Rama,hiks.. Hiks.. Ma-mi hiks.."
"Kembali pada-Nya itu sudah menjadi ketetapan. Ingat,yang meninggal itu bukan mami kamu saja. Saya,kamu dan orang-orang yang ada disini pun pasti akan kembali pada-Nya. Sudah,ya.. Jangan bersedih lagi."
"Aku hiks.. Aku udah gak punya siapa-siapa lagi,hiks.. Mas."
"Ada saya dan juga umi yang akan mengurus kamu,saya tidak keberatan untuk menjadikan kamu adik."
Tangis Erra berhenti, gadis itu mendongakkan kepalanya lalu menatap Rama.
"A-aku.. A-aku ti-tidak i-ingin ja-jadi adik mas Rama,yang aku inginkan hanya menjadi bagian hidup mas Rama."
Erra terbangun dari tidurnya, ia mengerjap lalu mengusap pipi dan hidungnya secara bergantian. Ia menangis. Gadis itu termenung.
Mimpi.
Sebuah mimpi yang menggetarkan hati. Padahal baru saja ia menutup mata,namun sudah disuguhi mimpi seperti itu.
Tanpa pikir panjang Erra menyibak selimutnya, ia melangkahkan kakinya ke dapur sekedar membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
"Oma!" kaget Erra saat mendapati seorang pria berdiri membelakanginya, Erra menjadi was-was, bulu kuduknya meremang.
"Siapa kamu?!" ucap Erra menyelidik,pria yang membelakangi Erra itu berbalik.
"Mas Rama,ngapain di rumahku?"
"Rumah kamu,ya?"
"Iyalah.. Jangan-jangan Mas Rama mau merkosa aku ya,jadi nyusup ke rumah aku!"
Rama bergidik.
"Saraf!"
"Tapi,eh.. Kok dapurnya beda? Kok catnya warna cream?"
"Udah sadar ya,dek, ini rumah siapa,dapur siapa?!" ucap Rama sembari menarik kursi, Erra hanya memperlihatkan gigi putihnya. Malu juga udah nyangka orang baik-baik mau merkosa dia. Haha.
Erra mengambil duduk,tangannya terulur untuk menuangkan air ke gelas.
"Bangun kenapa?" tanya Rama setelah menyesap minumannya. Erra terdiam sebentar.
"Aku mimpi buruk,mas.." jawab Erra, lalu menenggak air minumnya. Setelah itu ia beralih menatap Rama. "Aku mimpi mami meninggal."
Rama menoleh, netranya mendapati mata Erra yang sembab. Mungkin Erra menangis di mimpinya.
"Aku takut sendirian,mas.. Aku takut. Karena sendirian itu sangat menyedihkan. Diabaikan dan tak memiliki teman itu adalah hal yang paling tak ku inginkan. "
"Itu jika kamu bergantung pada makhluk. Tapi jika kamu bergantung pada Allah,kamu tidak akan merasakan hal itu."
"Begitukah?" Tanya Erra dengan wajah polosnya.
"Allahlah yang mengatur hidup kita,Ra. Bagaimana mungkin Allah membiarkan hamba-Nya yang selalu bergantung pada-Nya bersedih? Allah pasti tidak rela,maka dengan kehendak-Nya dengan mudah Ia melapangkan hatinya,mendamaikan hidupnya, dan mendatangkan orang-orang baik ke dalam hidupnya agar ia tidak sendirian dan bersedih hati lagi. Oleh karena itu kita harus taat kepada-Nya,agar selalu ada dalam lindungan-Nya."
"Aku baru tahu betapa romantisnya Allah."
"Iya,jadi jangan terlalu berharap pada saya. Jika kamu tak ingin patah hati saat tahu saya menikah dengan perempuan lain."
"Yeh.. Itu mah urusan lain lagi! Kalo sampe mas Rama nikah sama yang lain,aku bakalan jadi pemisah hubungan kalian. Gitu aja,simpel!"
"Amit!"
"Aamiin."