"Mereka udah pulang semua," ucap Yera ketika Arka masuk kedalam ruang inap seperti mencari seseorang.
Arka mengangguk paham lantas melepas hoodie yang ia kenakan, ia memakai kaus dalaman berwarna navy.
Arka berjalan kearah Yera yang tengah memakan apel yang sebelumnya Samuel bantu untuk mengupasnya. "Kamu sudah minum obat?"
Yera mengangguk kecil. "Kamu boleh kok pulang, aku sendiri disini gak papa."
"Bunda besok kesini, mau jenguk kamu." balas Arka seolah tak peduli dengan kalimat Yera sebelumnya.
"Arka, tidur di sofa gak nyaman. Mending dirumah aja ada kasur," Yera berucap seolah tak mau menganti topik.
"Supaya saya nyaman tidur atau malah kamu yang tak nyaman dengan keberadaan saya disini?" Arka bertanya membuat Yera menunduk.
"Kamu kan mau cerai, jadi untuk apa kamu repot-repot disini ngurus aku?" Yera berucap sembari mengetuk-ngetuk telunjuknya diatas apel.
"Kita bahas ini nanti saja setelah kamu pulang," Arka berucap karna situasi ini tak mendukung untuk membicarakan hal yang serius.
"Kita emang gak cocok ya? Maaf ya harusnya aku nolak sejak awal biar kamu gak merasa direpotkan kayak sekarang," Yera mendongkang menatap Arka dengan tatap yang Arka sendiri tak mengerti.
"Kayaknya kita perlu kata perpisahan dari sekarang gak sih? Soalnya besok juga aku bisa kok hadir kepengadilan," Yera terkekeh seolah ada hal yang lucu.
Yera berdehem. "Kamu jangan terlalu sibuk kerja sampe lupa nyari pasangan, nanti dijodohin lagi kayak sekarang hehe."
Perasaan macam apa ini? Kenapa hati Arka begitu sakit ketika mendengar Yera berkata seperti itu? Ia merasa tak rela dan tak mau.
"Saya tidak akan pernah melakukan hal itu," balas Arka membuat Yera mengangguk.
"Bagus deh kalo kamu gak akan terlalu fokus kerja,"
"Bukan soal pekerjaan, tapi soal perceraian. Saya tidak akan melakukan itu."
Yera mengangkat sebelah alisnya menandakan ia tak mengerti dan meminta penjelasan.
"Beri saya waktu untuk bisa mencintai kamu, saya akan mencobanya," ucap Arka membuat Yera reflek menepuk pipinya keras lantas merintih.
"Arka seriusan ini? Arka gak bohong kan?" Yera bertanya seakan tak percaya dengan ucapan Arka, menurutnya ini sangat mustahil.
"Yasudah kalau kamu tidak mau,"
"Eh mauuuuu," Yera menjawab cepat membuat Arka tersenyum tipis.
Arka menyilangkan kedua tangannya didepan dada, "Tadi siapa ya yang bersikap seolah menyerah?"
Yera cemberut, "Ya abis kata kak Salsa kamu mau mulangin aku."
"Tadinya gitu, tapi makin hari saya seperti sudah terbiasa dengan kehadiran kamu," Arka mengecilkan suaranya pada kalimat terakhir membuat Yera tak bisa mendengarnya dengan jelas.
"Hah?"
"saya mandi dulu," ucap Arka bergegas menuju kamar mandi yang ada diruangan itu seolah menghindar.
"Ngomong apa sih? Kan jadi penasaran," gumam Yera setelah Arka menutup pintu kamar mandi dengan buru-buru.
Yera mengigit apel yang sedari ia pegang lantas sebuah senyum tiba-tiba terukir diwajahnya. "Arka bilang mau cinta sama aku aja udah seneng, apalagi kalo dia beneran udah suka sama aku ya,"
-[]-
Yera memandangi Arka yang tengah berkutit dengan laptop karna ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan malam ini.
"Tidur, Yera," ucap Arka tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.
Sepertinya pria itu sadar tengah dipandangi oleh Yera, pasalnya gadis itu memandangi Arka sembari bergumam bahwa ia mencintainya.
"Aku gak bisa tidur Arka," ucap gadis itu dengan tangan yang menompang kepalanya.
"Mau ke taman? Kamu butuh udara segar, tapi jangan lama-lama soalnya sudah malam juga," kali ini Arka menatap Yera sembari menutup laptop itu lantas menyimpannya diatas meja.
Yera mengangguk semangat lalu kakinya turun dari ranjang itu.
Arka mengambil cardigan berwarna abu tua yang tergantung digantungan baju lantas menyuruh gadis itu untuk memakainya agar tak kedinginan walaupun baju rumah sakit yang ia kenakan berlengan panjang tetap saja angin malam mampu menembus kulit gadis itu.
"Ini bisa dilepas aja gak?" tanya Yera ketika Arka menarik infus stand.
"Belum bisa," ucap Arka mengatur selang infus agar tak menghalangi saat ia mendorongnya nanti.
Yera berdecak. "Ribet tahu, Arka."
"Nurut ya?" ucap Arka sembari menatap mata Yera lembut membuat gadis itu segera mengangguk paham.
"Mau pakai kursi roda?" tanya Arka memastikan apakah gadis itu kuat berjalan atau tidak.
Yera menggeleng, "Gak mau, aku pengen jalan dampingan sama Arka. Sambil pegangan tangan ya?"
"Saya pegang stand infus saja," balas Arka membuat Yera mendelik. "Ayo," Arka mendorong stand infus lantas menyuruh Yera untuk ikut berjalan berdampingan.
Mereka pergi menuju taman yang ada di rooftop agar bisa melihat dengan jelas indahnya ibu kota dengan suasana malam.
Beruntung cuaca malam ini cerah sehingga Yera bisa melihat langit dengan bertabur bintang dengan jelas.
"Wah keren!" Yera berteriak senang, ia jarang sekali menyaksikan pemandang seindah ini.
"Duduk," Arka menarik Yera agar gadis itu duduk di kursi beton yang ada disana.
Yera masih asik mengagumi pemandangan yang ada didepannya dengan senyuman yang tak luntur sedari tadi.
Arka tersenyum kecil ketika melihat wajah ceria gadis itu dari samping. "Cantik."
"Kenapa Arka?" Yera menoleh, seperti mendengar Arka mengucapkan sesuatu.
Arka menatap lurus kearah langit. "Langitnya cantik."
"Arka pinjem ponsel kamu dong, sayang banget kalo gak di foto." Arka menyodorkan ponsel ketika gadis itu meminta.
Yera tersenyum lantas gadis itu segera mencari aplikasi kamera. "Arka ih ponsel kamu bagus tapi wallpapernya gak ada gairah sama sekali."
Protesan Yera tak Arka jawab karna gadis itu segera berfose didepan kamera. "Oke, malam ini aku harus ngambil foto yang bagus biar bisa dijadiin wallpaper."
"Arka coba fotoin aku, pake aba-aba biar bagus," Yera menyodorkan ponsel kearah Arka lantas pria itu hanya menutut sesuai arahan.
Yera mengangkat kedua tangannya lantas membentuk simbol love mengunakan telapak tangannya disamping wajahnya yang tengah tersenyum lebar.
Arka segera memotret tanpa aba-aba membuat gadis itu berdecak. "Arka pake aba-aba ih, ulang."
"Tapi hasilnya bagus kok," ucap Arka sembari menatap layar ponselnya.
"Masa?" Yera merebut ponsel dari tangan Arka. "Haha bagus juga," ucap Yera tertawa kecil.
Yera seperti tengah mengutak-atik ponsel Arka sebelum gadis itu menyerahkannya kepada sang pemilik.
Arka menahan senyum ketika melihat foto yang ia ambil beberapa saat yang lalu kini telah menjadi wallpaper dilayar ponselnya.
"Awas aja kalau sampai diganti," ancam gadis itu dengan tatapan seakan-akan melakukan tindakan yang keji ketika pria itu berani membantah.
"Lagi pula saya jarang membuka ponsel," ucap Arka sembari memasukan ponselnya disaku celana.
"Segabut apa kamu sampai jarang main handphone?" tanya Yera memastikan.
"Saya bukan gabut, tapi saya sibuk dengan pekerjaan," balas Arka mempu membuat Yera menutup mulutnya rapat.
"Ayo masuk, dingin."