Di Sebuah Restaurant
Keluarga Erlangga dan Dewi tengah makan malam bersama, dengan Rasya dan Percy kecuali Pretty yang masih berada di rumah Okta. Semuanya tengah menikmati makan malam mereka semua. "bagaimana kabar pengantin baru? Denger-denger mereka gak honeymoon," ujar Angga saat menyelesaikan makanannya.
"Katanya sih, si Daniel sama Gator pada kepo. Kata si Serli mereka ngupingin di luar kamar Verrel." kikik Dewi,
"Paman sama ayah sama saja," kekeh Ratu.
"Si gator gak akan pernah berubah sampai kapanpun juga. kelakuannya tetap selengekan," kekeh Edwin.
"Si Chacha juga sering curhat Kak, kalau kedua laki-laki di rumahnya selalu membuatnya pusing dan darah tinggi," kekeh Ratu.
"Jangankan itu, si Pretty juga kalau gue telpon selalu bilang disini rame mah. Aku terhibur disini sama kelakuan om gator dan Datan." kekeh Dewi.
"Bener, dia gak akan pernah berubah." kekeh Angga.
Semuanya sibuk berbincang, kecuali Percy dan Rasya. Percy terus melirik ke arah Rasya yang menunduk mencicipi makanannya. Hingga mulailah pembahasan ke acara pernikahan mereka berdua.
"Begini lho Percy, Rasya. Makan malam ini sebenarnya untuk membahas perihal pertunangan kalian yang akan di laksanakan minggu ini."
Oho oho oho
Percy tersedak makanannya sendiri. Ia segera meneguk minumannya dan menatap kearah mereka semua. "Apa maksud kalian?"
"Kakek kamu yang minta, Percy. Dia ingin pernikahan kalian di laksanankan bulan depan."
Deg
Percy dan Rasya sama-sama terpekik kaget mendengar ucapan Edwin. "Ada apa? Kenapa kalian berdua terlihat syok sekali?" Tanya Angga.
"Kenapa harus secepat ini?" Tanya Percy tak terima. "Bahkan Percy belum mengatakan keputusan Percy."
"Percy, kita sudah bicarakan ini dari kemarin." Ucap Dewi penuh penekanan.
"Ma-"
"Percy please, jangan membuat kekacauan disini." Tambah Dewi membuat Percy mendesah kesal. Angga dan Ratu saling memandang bingung.
"Kami sudah sepakat mengenai pernikahan kalian berdua." Tutur Dewi.
"Kalau begitu Mama saja yang menikah," Percy sudah kesal, ia segera beranjak meninggalkan semuanya seraya melempar serbetnya ke atas meja dengan kesal.
"Percy," gumam Rasya. Angga dan Ratu hanya melongo kaget melihat ekspresi Percy.
"Percy !!!" pekik Dewi tapi seketika memegang kepalanya dan tubuhnya oleng hingga di tahan Edwin.
"Ma !!" pekik Edwin, Angga dan Ratu segera mendekati Dewi yang jatuh pingsan. Percy menengok ke arah mereka dengan kernyitannya. Ia menghentikan langkahnya melihat Edwin membopong tubuh Dewi di bantu Angga.
***
Setelah 30 menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di AMI hospital. Angga segera membawa Dewi menuju ruang emergency di bantu oleh beberapa suster yang bertugas di sana. Percy duduk di bangku dengan pikiran kalut begitu juga dengan Edwin, Ratu dan Rasya yang memilih bungkam.
Tak lama Angga keluar dari dalam ruangan membuat mereka semua mengerumuni Angga.
"Bagaimana?" Tanya Edwin.
"Dewi mengalami penyakit gangguan Emosional atau sering di sebut dengan psikosomatis. Terkadang penyakit emosional ini tidak mempengaruhi fisik tetapi hanya menderita di dalam saja. Tetapi juga emosi negative ini bisa menyerang bagian tubuh tertentu dan menyebabkan penyakit secara fisik yang amat sangat di derita oleh pasien. Seperti yang saat ini Dewi alami. Apalagi Dewi mengidap penyakit Vertigo kan." ujar Angga membuat Edwin dan Percy terdiam.
"Kalau begitu, Dewi jangan sampai stress berat." ujar Dhika membuat semuanya menengok ke sumber suara. Dhika terlihat masih lengkap dengan jas formalnya berdiri tak jauh dari mereka semua.
"Apa ada jalan lain untuk penyebuhan Dewi?" Tanya Edwin.
"Dewi butuh istirahat untuk saat ini," jawab Angga.
"Jangan buat dia terlalu stress dan banyak pikiran." Ucap Dhika.
"Dokter, pasien sudah siuman." Ucap seorang suster, Angga kembali masuk ke dalam untuk memeriksa Dewi.
Tak butuh waktu lama Angga kembali keluar dan mengatakan kalau Dewi ingin bertemu dengan Percy.
Percy hanya bisa menghela nafasnya dan berjalan memasuki ruangan itu dengan perasaan yang tak menentu.
Dewi terlihat terbaring lemah dengan beberapa alat medis menempel di tubuhnya. Percy mengambil duduk di kursi tepat di samping brangkar yang Dewi tempati.
"Percy," gumam Dewi.
"Aku disini, Ma." Percy memegang tangan ibunya dengan lembut. Sebenarnya Percy benci kondisi seperti ini. Ia tidak menyukai orang yang ia sayangi terbaring di tempat ini. Percy sungguh membenci itu.
"Percy, Mama mohon terima Rasya." Cicit Dewi terdengar parau.
"Apa tidak ada pilihan lain lagi, Ma?" Tanya Percy.
"Maafkan Mama Nak, tetapi dialah wanita yang cocok untukmu."
"Aku mencintai Rindi." Gumam Percy, matanya terlihat memerah menahan air matanya.
"Mama tau, andai Rindi tidak berbeda agama denganmu. Maka Mama akan menuruti kemauanmu." Ucap Dewi terdengar berbisik dan lemah sekali.
Percy hanya diam saja tak menjawab ucapan Dewi. "berjanjilan kamu akan menikahi Rasya, demi Mama." Ucap Dewi terlihat berkaca-kaca. "Mama mohon."
"Jangan memohon, Percy akan menikahi Rasya. Apa yang Mama inginkan maka itu yang akan terjadi." Gumamnya membuat Dewi tersenyum kecil. 'Maafkan aku Rindi.'
"Terima kasih, Sayang. Maafkan Mama," ucap Dewi mengusap kepala Percy. "Maaf karena Mama tidak bisa berbuat apapun."
"Percy ingin sendiri, Ayah ada di luar untuk menemani Mama."
"Ya sayang, terima kasih Nak." Ucap Dewi, Percy tak menjawabnya. Ia memilih pergi begitu saja meninggalkan ruangan itu.
Di luar ruangan semuanya menatap Percy, tetapi ia memilih pergi begitu saja tanpa menyapa siapapun. Rasya mengejar Percy,
Percy terus berjalan dengan hatinya yang sangat hancur. Ia terus berjalan tanpa mendengarkan panggilan Rasya. Bayangannya bersama Rindi terus berputar di kepalanya seperti sebuah film yang sedang berputar. Tawa dan canda terukir indah di benaknya.
Percy ingin menangis tetapi ia tidak mampu, hanya hatinya yang terasa sakit dan begitu terluka. Sesampainya di parkiran ia hanya memegang mobilnya dengan menundukkan kepalanya. Matanya terpenjam seakan mengatur nafasnya yang sangat sulit bernafas.
"Percy," sebuah usapan lembut di pundaknya membuat Percy menengok dan Rasya berdiri di belakangnya. "Ada apa?"
Percy menatap Rasya dengan sendu, ia tidak tau harus bagaimana dan harus mengatakan apa pada Rasya. Hati dan pikirannya sedang kacau saat ini.
"Kamu tenangin diri kamu," entah dorongan dari mana, Rasya berjinjit dan memeluk tubuh Percy. Rasya mampu melihat kegundahan Percy, saat ini ia terlihat begitu lemah.
Percy tak bersuara, hanya menelusupkan wajahnya pada lekukan leher Rasya. Ia ingin menangis tapi tak mampu, hanya hatinya yang terasa sangat sakit.
"Kenapa harus seperti ini? Sebenarnya apa salah gue dan Rindi, Sya." Gumam Percy. "Sebenarnya apa yang salah? Tuhan aku dan dia sebenarnya sama kan, hanya ada satu tuhan. Walau iman dan cara beribadah kami berbeda."
"Aku mencintainya, dan aku ingin selalu bersamanya, Sya. Gue mencintai Rindi." Gumam Percy.
'Apa di matamu hanya ada Rindi? Tidak bisakah loe coba melihat ke depan. Disini ada gue, Percy. Kenapa loe malah mempersulit diri loe sendiri.'
"Bukankah cinta tak harus memiliki," mendengar penuturan Rasya, Percypun melepaskan pelukannya dan menatap Rasya dengan penuh Tanya.
"Apa maksud loe?"
"Emm, maksud gue bukankah tidak selamanya cinta itu harus saling memiliki. Lagian yang menentukan jodoh itu tuhan bukan kita. Bukan aku, kamu, ataupun Rindi, jodoh itu gelap tidak ada yang tau." Ucap Rasya.
Percy terdiam menimbang ucapan Rasya barusan. "Kenapa loe menerima pernikahan ini, Sya? Kenapa loe diam saja?" Tanya Percy.
"Aku harus menjawab apalagi, orangtuaku sudah memutuskannya. Aku tidak berani melawan mereka, aku takut mereka tersakiti." Ucap Rasya menggigit bibir bawahnya sedikit gugup.
"loe tau kan kalau gue mencintai Rindi?"
"Iya, gue tau loe mencintai Rindi, bahkan mungkin sangat. Gue juga tau Rindi tak akan pernah tergantikan di dalam hati loe." Gumam Rasya menundukkan kepalanya, ada rasa sesak di dalam hatinya saat mengatakan semua itu.
"Lalu apa loe masih mau menerima gue? Kenapa gak loe batalin saja pernikahan ini?"
"Gue-," Rasya terdiam sesaat. "Gue gak bisa membatalkannya."
"Kenapa?" Percy menatap Rasya dengan jarak yang sangat dekat.
"Karena-" ucapan Rasya terhenti saat menatap mata abu milik Percy.
"Kenapa Sya?"
"Gue hanya ingin melihat orangtua gue bahagia. Papa terlihat bahagia saat akan berbesan dengan orangtuamu yang merupakan sahabatnya di brotherhood. Gue gak mau mengecewakan mereka."
"Apa hanya itu alasannya?"
'Tidak Per, bukan itu alasan yang sebenarnya. Alasannya karena aku ingin selalu bersamamu.'
"Iya,"
"Tapi aku mencintai wanita lain, jangan bodohi diri loe." Ucap Percy.
"Gue tau, gue tau ada Rindi di hati loe. Dan gue bukan apa-apa buat loe, gue hanya ingin di samping loe. Gue ingin menjadi seseorang yang bisa loe andalkan. Kalau loe memang tidak ingin menikah dengan gue, maka ayo kita ke dalam dan batalkan pernikahan ini." Ucap Rasya.
"Gue gak bisa,"
"Kenapa?"
"Gue sudah janji sama Mama untuk menikahi loe." Rasya terdiam untuk beberapa saat hingga suara Percy kembali terdengar, "Untuk sementara jangan sampai Randa atau Rindi tau, gue akan membicarakan ini dengan Rindi langsung. Gue tidak ingin melukainya, walau gue tau ini akan sangat menyakitinya."
"Gue ikut loe saja," ucap Rasya. Setelah itu Percy memutuskan pergi meninggalkan Rasya sendirian disana.
****