Present Day, 12:02 PM.
At ALVARO'S Skyscraper Building. Berlin--Germany.
"Selamat siang. Saya Sehun Christopher akan membahas proyek kita kali ini. Selama dua bulan kita akan mengedepankan aspek--"
Diego Alvaro yang duduk di paling ujung meja panjang itu terlihat sedang memperhatikan iPad di tangannya. Dia tidak fokus terhadap Sehun yang sedang menjelaskan proyek mereka di layar monitor, melainkan matanya yang tajam itu terus menatap layar benda pipih itu.
Mata Diego kian menajam begitu melihat rekaman cctv yang menunjukan jika Irene kini tidak baik-baik saja! Wanita itu di rampok! Dan sekarang Diego malah duduk disini dan tidak melakukan apa-apa. Sialan! Apa Lucas lupa dengan tugasnya?! Hell, Diego tidak mungkin melepaskan Irene tanpa pengawasan, karena itu dia memasang cctv tersembunyi di dalam mobil Ferarri Irene.
"Bagaimana keadaannya, Lucas?!" sentak Diego tak sabaran begitu ponselnya sudah terhubung dengan Lucas. Lucas yang mendengarnya hanya membuang napas pelan di seberang sana.
"Nona aman, tuan. Dia baik-baik saja, tidak terluka sama sekali." ucap Lucas yang membuat Diego lega, tapi perkataan Lucas berikutnya malah membuat rahang Diego menegang.
"Tapi Raka Mikhailova yang menolongnya, tuan."
"Ck! Kenapa harus dia?!" rutuk Diego kesal sembari melemparkan iPadnya ke atas meja.
Sontak bantingan keras Diego itu membuat semua klien dan karyawannya melihat ke arah Diego dengan tatapan terkejut. Diego lalu berdiri, mata biru laki-laki itu menatap mereka semua dengan tajam. Katherine--sekretaris Diego yang berdiri di sebelahnya menelan ludah--terkejut sekaligus bingung melihat bossnya yang terlihat sangat marah. Ada apa sebenarnya?
"Tuan? Anda mau kemana? Rapatnya belum-" perkataan Kath terhenti karena melihat Diego mengabaikannya dengan melenggang pergi ke arah pintu keluar.
Semua orang yang merupakan para petinggi itu pun mengerutkan alis mereka melihat Diego yang tiba-tiba pergi tanpa penjelasan.
"Batalkan meeting hari ini. Kau atur ulang jadi minggu depan." ucap Diego tegas tanpa menatap Kath, nada suaranya tak terbantahkan. "Beritahu mereka." Diego menutup meeting kali ini dengan kepergiannya yang tergesa. Semua ini karena Irene.
"Baik, tuan muda." ucap Kath.
"Wait! Kau mau kemana, Diego!" seru Sehun sebelum Diego benar-benar keluar dari ruangannya. Lelaki itu berlari mengejar Diego yang telah berhasil membuka pintu keluar, tapi tiba-tiba saja langkahnya terhenti ketika Kath menghalangi jalannya.
"Tuan Diego sedang marah. Jangan ganggu dia, Sehun!" ucap Kath ketus.
Sehun tidak mengindahkannya, malah dia kembali mengejar Diego seakan Kath tidak ada.
"Kalau kau melangkah sekali lagi aku tidak mau berbicara padamu lagi, Sehun."
"Okay.... aku tidak akan pergi." ucap Sehun cepat, melirik kesal pada Kath sebelum membenarkan posisi dasinya. "Kau memang bisa mengaturku seperti ini, Kath. Kau ini benar-benar..."
Kath tertawa kecil. "Masih belum move on dariku?"
Sehun mendengus. "Aku lebih baik darimu, Kath. Setidaknya aku tidak mengejar-ngejar seseorang yang sudah memiliki pasangan." sindir Sehun.
Kath berhenti tertawa, dia menatap Sehun. Mata birunya menatap kesal. Menghembuskan napas jengah, Kath mengambil satu langkah mundur, ingin bergegas meninggalkan Sehun, tapi cekalan Sehun menahannya. "Aku hanya ingin tahu, apa kau sudah mendengar berita tentang Diego?"
"Diego?"
"Kekasihnya sedang hamil." ucap Sehun. Kath hanya diam, tapi dia menerima ketika Sehun mengulurkan ponselnya. Layarnya menampilkan berita-berita fenomenal tentang Diego dan Irene. Kath menghembuskan napas keras.
"Yang di tampilkan disana masih belum semua. Diego juga berniat menikahinya," tambah Sehun. Kath memang tidak mengatakan apa-apa, tapi Sehun tahu Kath mendengarkannya. "Nama wanita itu Irene. Aku belum pernah bertemu dengannya, tapi di berita mengatakan kandungannya sudah memasuki dua bulan. Aku yakin Diego sudah menyiapkan pernikahannya tidak lama lagi."
Kath menatap Sehun terkejut, lalu mengembalikan ponselnya.
"Dua bulan?"
Sehun mengangguk. "Aku sangat mengenal Diego. Dia pria yang bertanggung jawab. Pernikahannya akan membuat semua media heboh, apalagi dia orang yang paling berpengaruh di dunia bisnis."
"Oh."
"Oh?!" sentak Sehun, tidak percaya. "Berita sebesar ini dan kau hanya merespon itu?"
"Lalu aku harus bagaimana? Menyerah mendapatkan Diego?"
Sehun menatap Kath horor. "Kau-"
"Sorry, lupakan saja. Kau tahu kan betapa aku mencintai Diego Alvaro?"
Sehun menggeleng. "Katherine... Katherine...," ucapnya. "Setelah semua pemberitaan ini menyebar, terlihat bersama Diego hanya akan membuatmu terkena cibiran! Semua orang di dunia tahu hubungan mereka! Kau mau membuat mereka berpikir kau perusak hubungan mereka?"
"Lalu kenapa? Apa pedulimu?" Kath tersenyum--meremehkan. "Kau bukan siapa-siapa ku lagi. Ini urusanku. Sebaiknya kau pikirkan hal yang bisa membuatmu mengerti jika aku tidak salah memutuskanmu, Sehun."
Sehun mendengus. "Apa katamu?!"
"Aku menyukainya karena banyak hal. Dia jujur, ketika dia mencintai seseorang, dia juga sanggup memberikan segalanya." ucap Kath, jemarinya memainkan untaian rambut pirangnya dengan gerakan sensual. Sehun menatapnya. "Yeah, paling tidak, Diego berbeda dengan seorang bocah lelaki di masa laluku." sindir Kath telak, lalu berjalan menjauhi Sehun dan membuka pintu--keluar darisana.
Sehun mengacak-ngacak kepalanya. Frustasi. Kesal. Ingin membunuh seseorang. Itu yang di rasakan Sehun. "KATHERINE!"
โขโขโข
At ALVAROS Mansion. Berlin--Germany. 12:20 PM.
Sebuah mobil Ferarri berwarna hitam mengkilap itu baru saja memasuki pekarangan mansion Alvaro, ada Christian dan Lucas yang berdiri di depan pintu utama. Menunggu atasan mereka datang--ternyata yang datang lebih dulu adalah Irene. Langsung saja Christian membukakan pintu mobil Irene.
"Nona..." sapa Christian dengan wajah ramah, tersenyum.
Sementara yang di sapa terlihat tidak merespon. Wajah cantik Irene tampak kusut, matanya juga memerah--seperti habis menangis. Wanita itu juga langsung masuk ke dalam tanpa mengatakan apa-apa. Tapi sebelum itu Lucas yang semula diam kini angkat bicara.
"Tuan Diego sedang dalam perjalanan kemari, nona." ujar Lucas.
Irene berhenti, lalu menoleh. Tersenyum tipis sembari mengangguk. Kali ini responnya juga sama. Setelah itu Irene bergegas pergi ke kamarnya.
Christian sendiri kini tengah mengambil barang belanjaan Irene dan membawanya ke dalam untuk di simpan di dapur. Tersenyum lebar ketika melihat belanjaan milik Irene. Ya Tuhan... wanita itu memang berbeda. Biasanya wanita suka sekali berbelanja pakaian bermerek, tas-tas mahal, sepatu, emas... dan masih banyak lagi. Tentu saja semua barangnya harus barang branded. Tapi Irene justru memilih untuk membeli bahan-bahan dapur untuk memasak daripada membeli hal semacam itu. Yeah, meskipun dia tahu barang-barang itu tentu sudah di dapatkan Irene karena statusnya. Kemewahan Diego juga di rasakan Irene selama tinggal disini. Tapi tetap saja... Irene itu berbeda.
Begitu sampai, Irene langsung menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Menatap langit-langit kamar yang di penuhi nuansa modern itu. Pikirannya kemana-kemana. Sial. Kenapa kepalanya di penuhi dengan kata-kata Raka?! Oh ini tidak benar...
Flashback on,
"Lepaskan!" Irene berteriak. Raka cukup terkejut. Karena itu dia langsung melepaskan pelukannya, kemudian mundur beberapa langkah--memberinya jarak.
"Jangan suka kepadaku." ucap Irene, pelan, seperti bisikan, tapi Raka bisa mendengarnya dengan jelas. Jalan ini begitu sepi.
"Jangan suka ataupun cinta kepadaku! Karena aku sama sekali tidak menyukaimu." itu kata Irene, cukup menusuk hati seorang Raka Mikhailova. "Kalau kau tanya apa yang akan aku lakukan... aku akan menjauhimu! Aku tidak mau bertemu denganmu lagi."
"Fine." Raka tersenyum sinis, tapi binar di mata hijaunya menunjukkan dia sangat marah kali ini. "Lakukan sesukamu. Kalau perlu menjauhlah sejauh-jauhnya dariku! Sebisamu! Pergi sejauh mungkin! Tapi ingatlah..." jeda Raka sembari melangkah mendekati Irene.
Selangkah demi langkah bagaikan ancaman untuk Irene. Irene ingin kabur, tapi dia malah terkurung dengan Raka dan mobil di belakangnya. Kedua tangan Raka berada di sebelah kanan dan kiri kepalanya.
"Kau tidak akan pernah bisa lari dariku. Dimanapun kau berada aku akan selalu ada... untuk mengintaimu. Lalu membawamu darinya. Dari pria yang kau cintai selain aku. Sampai mati akan tetap seperti itu!"
Air mata Irene jatuh, kakinya mendadak lemas. Irene tidak bisa berkata apa-apa. Ancaman Raka... benar-benar menakutinya.
Flashback off.
Irene buru-buru duduk, napasnya tiba-tiba sesak. Dia lalu mengambil air putih di atas nakas dan meminumnya dengan tergesa. Astaga... ada apa dengannya? Kenapa dia jadi seperti ini?
Oh Jesus.... Irene harus melupakan semua ini! Raka tidak ada! Kata-katanya juga tidak ada! Ancaman yang menghantui Irene bukanlah suatu yang harus Irene takutkan! Anggap saja pria itu sebuah khayalan semu. Yang tidak akan pernah hadir... apalagi sampai menakuti.
Irene harus mengabaikan Raka! Harus!
Irene ingin mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Dia lalu berdiri, hendak ke kamar mandi ketika ponselnya berbunyi. Satu pesan masuk, dari nomor tidak dikenal. Irene membukanya.
+49 30 885XXXX : Hai, Irene!
+49 30 885XXXX : Kau sudah di rumah? Apa disana nyaman?
+49 30 885XXXX : Ah, aku tidak yakin. Kau pasti tidak pernah merasa nyaman lagi karena ancamanku kan?
+49 30 885XXXX : Haha! Nikmati saja hidupmu, sayang... sebelum aku mengambilmu
+49 30 885XXXX : Karena setelah itu kau dan aku akan bersama. Selamanya.
Irene yang melihat itu membulatkan matanya. Siapa ini?! Kenapa pesan-pesannya terlihat aneh? Hell, Irene akan mematikan ponselnya sekarang juga! Dasar tidak jelas!
Tapi... setelah itu Irene tidak jadi mematikan ponselnya karena tiba-tiba saja ponselnya berbunyi lagi. Wait! Telepon? Dari nomor ini? Irene menggeser layar ponselnya, mengangkatnya.
"Halo?" sapanya.
Suara berat milik pria terdengar di seberang sana.
"Apa kau sudah siap untuk bersamaku, Irene?"
Glek. Irene menelan ludah. Langsung menjatuhkan ponselnya begitu saja--sangat terkejut. Itu suara Raka. Pria itu yang menelponnya.
To be continued.
HAYU GEH SPAM KOMEN! BIAR INA SEMANGATSSS๐