webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · Urban
Not enough ratings
91 Chs

Bab 88 Menghilangkan Gundah Gulana

Lusi menatap wajah sang suami yang kenapa terlihat lelah di mata nya, "Ada masalah mas, di Kampus," dengan bergelayut manja, Lusi berusaha mengerti kalo suami nya tampak lelah.

"Kamu peka banget sih, mas ada masalah nanti mas cerita deh kalo dah waktu nya, ok" Ardan mencoba tersenyum menenangkan hati sang pujaan hati. Namun tanpa disadari tarikan nafas panjang nya membuat istri penasaran.

Hemmm dak bisa deh nyembunyiin sesuatu dari bumil. waspada siaga dua. Bagaimanapun juga rasa khawatir Ardan akan kekecewaan Lusi seandainya tahu masa lalu nya, hal yang paling ditakutkan ditinggalkan istri tercinta yang saat ini lagi mengandung buah hati nya, Ardan sangat tahu emosi wanita hamil bisa berubah ubah, beruntung banget Lusi tidak separah istri temennya yang tiap hari bawaannya marah marah kalo minta sesuatu yang katanya ngidam Ndak dapat sesuai permintaan, bisa tidur di luar kamar, jadi pengungsi sementara setelah aksi sang istri melempar bantal dan guling ke luar, waw ekstrem memang, ada aja tingkah wanita hamil. yang Syah Syah aja menurut mereka dengan alasan sang jabang bayi yang punya keinginan.

"Huek....." Tiba tiba Lusi merasa perut nya diremas remas, dia berlari menuju kamar mandi, Ardan mengikuti sang istri dengan wajah yang amat kawatir, "Kenapa dik, ada salah makan dak tadi" Ardan mendekat dan memijit tengkuk Lusi dengan pelan berharap meringankan rasa sakit istrinya.

"Maaf mas, bau badan mas bikin adik mual," Lusi memandang Ardan penuh arti, Ardan tersenyum menyadari dirinya belum mandi karna baru dari luar rumah.

"Baiklah sayang, maaf ayah belum mandi bau ya ?" Ardan tertawa dan meminta Lusi menjauh sementara dirinya masuk ke kamar mandi bermaksud menghilangkan bau badan dan bisa ndak jejak masa lalu juga ikutan sirna, Ardan menggelengkan kepalanya teringat beban pikiran nya yang masih berat karna masih disimpannya sendiri, dasar pecundang.

Air dingin menembus kulit ardan, hemm namun tidak segalau hati ardan, "maaf, aku tak bermaksud membohongi mu, istriku" gumam ardan ditengah guyuran air dari sower yg terus mengalir diatas kepalanya.

Sudah lebih 30 menit ardan di dalam kamar mandi, tentu saja sang istri sedikit kawatir, Lusi mengetuk pintu kamar mandi.

tok tok tok

"mas Ardan" Lusi menempelkan telinganya di depan pintu, hanya terdengar bunyi air dari dalam, kemudian sunyi, sepertinya mas ardan mematikan kran air, batin Lusi.

Kenapa tidak ada sautan dari mas ardan ?

"Hemm" hanya deheman kecil dari dalam kamar mandi.

Perempuan hamil itu hanya menarik nafas panjang, " ada apa denganmu mas, ndak biasanya berlama lama di kamar mandi" gumam Lusi. Ia pun naik di atas kasur meletakkan tubuh lelahnya yg seharian membawa si debay dalam perutnya yg makin terlihat membesar.

Ardan ke luar dari kamar mandi dengan wajah segar, dan menyusul sang istri yang terlelap di kasur, nyaman, namun belum beban berat karna rasa bersalah pada tiga perempuan di hidupnya. Istri syahnya, Perempuan dimasa lalunya dan anak gadis hasil dari masa lalu. Kenapa saya ndak tanya sama bunda, saya yakin bunda pasti ngerti tentang Putri dan anak gadisnya, baiklah besok saya haris ketemu bunda, Ardan pun akhirnya ikut terlelap disamping lusi dengan memeluk erat perut istrinya.

"Mas subuh yuk sholat dulu," Lusi membangunkan Ardan dengan menggoyangkan tangan kekar yang melingkar di atas perutnya, 'apa yang kamu sembunyikan sih mas dariku berasa kayak orang lain, padahal kita udah saling janji untuk terbuka masing masing' batin Lusi.

Suaminya yang biasa rapi dak pernah tumbuh jambang meski sedikitpun, kali ini ada kumis tipis dan dagu yang mulai ditumbuhi jambang tipis meski mas masih terlihat ganteng.

Ardan bangun dan langsung ke kamar mandi untuk gosok gigi dan mengambil air wudhu. Istrinya sudah menyiapkan sepasang sajadah dan sudah memakai mukena menunggunya untuk dimami. Mereka berdua pun sholat dengan khusuk.

Setelah menunaikan ibadah, ardan rebahan di tempat tidur, lusi keluar menuju dapur untuk nyiapin sarapan.

"Dek kemana ? mau kemana, sini lo, mas libur santai aja, ndak usah nyiapin sarapan, jalan aja yuk nyari pecel, atau apa gitu yang adek pingin ?" Ardan menepuk nepuk kasur samping dia rebahan. Lusi mendekat, "Ok, kalo gitu adek siap siap ganti baju dulu ya mas, masak pake daster gini, malu maluin pak dosen nanti," ujar lusi sambil manyun ke arah suami tercintah yang melongo dengan ekspresi wanitanya. Padahal dia ingin bermanja dan mengelus perut buncit sang istri. yah gimana lagi yang bawa baby ndak peka malah tetap ngacir meninggalkan abang seorang.

Ardan sengaja ngajak jalan jalan pagi sambil nyari sarapan, sudah beberapa hari dia ndak merhatikan istrinya yang lagi hamil, menurutnya lusi pun ndak pernah ingin yang neko neko. Menurut orang tua sih istri hamil harus sering diajak jalan biar nanti lahirannya lancar, jalan dalam artian yang sebenarnya bukan jalan jalan ke mall mbak gaes.

"Ayok mas, kok masih rebahan keburu siang lo panas," Lusi udah siap dengan long dress dark grey dan hijabnya yang senada, "Wah istri cantik mas, bikin urung ke luar kamar, gimana kalo tawarannya diubah sayang, boleh ya ?" Ardan menghapiri lusi, mengerlingkan sebelah matanya dengan genit. Lusi jadi tersipu malu, mencubit mesra calon ayah satu ini lagi kumat bakat player nya.

"Ndak ada perubahan rencana ya, adek dah bayangin makan pecel dengan pekedel dan telor ceplok, ngiler nanti adek, " Lusi menarik tangan Ardan ke luar kamar, padahal dia deg degan juga kalo Ardan sudah menatapnya dengan mata sayu penuh makna, dasar.

"Tapi nanti sampe rumah dilanjut rencana ke dua ya dek, nolak dosa lo ya," Ardan mengikik melihat wajah songong istrinya, dia pun menoel hidung lusi, yang lagi cemberut, Ardan pun terbahak, asyik juga lama ndak menggoda lusi dengan sifat jailnya, bukankah candaan dapat sedikit menghilangkan kegundahannya. Kenapa juga dia terlarut memikirkan sesuatu yang belum terjadi, dihadapi apapun nanti reaksi lusi, ardan tetep harus mempertahankan rumah tangganya.

Ternyata di pagi hari jalanan dipenuhi dengan penjual makanan dan jajanan menggunakan rombong, mereka akan pindah tempat atau karna sudah habis jualannya jika agak siangan para penjual ndak ada.

Sepasang suami istri yang lagi mesra saling menautkan jemari tangannya erat, yang laki laki terus memandangi wajah ayu istrinya, "awas mas, " lusi sedikit menarik tangan ardan, hampir saja menabrak pejalan kaki lain.

"Apa sih yang di lihat, aduh," remaja belasan tahun yang hampir ditabrak Ardan ngedumel.

"Lo om Ardan, temen mama " Sapa si remaja tadi.

"...." Terasa ada yang nyangkut ditenggorokan.

jreng jreng sapa ya