Kring… Kring… Kring…
Suara bel sekolah kembali berbunyi tanda jam kegiatan belajar mengajar telah selesai. Banyak siswa yang berhamburan keluar sambil menenteng tasnya. Beberapa ada juga yang nongkrong di depan kelas terlebih dahulu ataupun kumpulan organisasi.
Kegiatan setiap orang memang beda-beda, sehingga sangat bervariasi. Bahkan ada yang bergerombol dan ada pula yang individu. Semua tergantung dengan keinginannya masing-masing dan tidak bisa dipaksakan.
"Kita mau langsung pulang atau jalan-jalan dulu nih?" Tanya Kliwon sambil memakai jaket berwarna hitam. Perpaduan warna kulit tubuh yang putih dengan jaket hitam membuat Kliwon semakin terlihat keren. Apalagi gaya rambutnya yang selalu mengikuti perkembangan zaman, sehingga membuatnya terlihat selalu eksis. Bukan tampilan semacam cowok cupu. Dia memang tinggal di desa, tapi bukan berarti tampilannya tidak modis.
Begitupun Ani, dia memakai jaket berwarna salem, di mana warna tersebut menjadi salah satu warna favoritnya. Dia lebih suka mengoleksi maupun membeli barang-barang yang berkaitan dengan warna kesukaannya saja, sehingga warna barang-barangnya kebanyakan warna yang di sukainya saja. Bukan berarti Ani fanatik terhadap warna lain, tapi dia tidak percaya diri saja jika mengenakan barang dengan warna yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Ani sempat terkekeh ketika mendengar pertanyaan Kliwon, sehingga dia hanya diam saja sambil beres-beres akan pulang. Dia tidak terlalu memperdulikan pertanyaan Kliwon tadi. Ada beberapa yang membuat Ani tidak yakin, yaitu kesehatan Kliwon.
"Kenapa diam saja?" Tanya Kliwon merasa dirinya dicuekin oleh Ani.
"Aku heran saja sama kamu. Di saat kamu sedang bersamaku, kapan sih kamu akan ingat mengenai kondisi tubuh kamu? Seakan kamu tidak peduli sama diri kamu sendiri," jawab Ani masih sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
"Aku peduli sama diriku kok, kamu jangan ngasal ngomong gitu deh. Lagian aku juga ingin melihat kamu bahagia. Lebih tepatnya mengenang masa kecil kita dulu."
Ani berhenti beres-beres. Dia menatap wajah Kliwon untuk mencari kebohongan dan keseriusan Kliwon terhadap hubungan pertemanan dirinya. Kedua sorot mata mereka bertemu membuat mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih. Tidak ada kebohongan yang Ani temukan dari sorot mata Kliwon. Dia pun tersenyum lalu melanjutkan kegiatannya.
"Bagaimana, Ni? Kamu mau kan?"
"Aku mau, tapi aku juga mikir-mikir kali," jawab Ani lalu tersenyum saat menggendong tasnya.
Kliwon mengerutkan keningnya. "Mikir-mikir? Kamu pikir aku akan menyakiti kamu gitu? Ingat ya, aku nggak seperti laki-laki di luar sana yang selalu menyakiti kamu."
Ani menghela napas dan tiba-tiba raut wajahnya terlihat murung. "Huft, selalu saja suka mengungkit masa lalu."
Ani paling tidak suka jika dirinya merasa tersinggung atas kejadian di masa lalu. Dia malu jika mengingat kejadian yang menimpa dirinya dulu. Dari sekian banyak laki-laki yang mendekatinya hingga menjadi pacaranya selalu saja berakhir memilukan. Ani selalu ditinggalkan oleh pacarnya, entah itu alasan karena cemburu terhadap hubungan Ani dengan Kliwon ataupun karena pacarnya tertarik kepada perempuan lain. Ani selalu mengadu kisah cintanya kepada Kliwon karena hanya Kliwon lah yang Ani percayai. Bukan berarti Ani tidak memiliki teman perempuan, hanya saja yang namanya cerita kepada seseorang itu menyangkut kepercayaan. Jika tidak percaya, maka jangan sekali-kali bercerita karena orang yang baik di depan belum tentu baik juga di belakang.
Satu hal yang dari dulu Ani takutkan jika salah bercerita adalah semakin menjadikan petaka. Masalah belum selesai malah bisa jadi timbul masalah lagi. Orang yang tidak suka terhadap seseorang tentu akan menusuk dari belakang. Mental Ani tidak kuat jika menghadapi hal tersebut.
"Cie diam saja, pasti tersinggung ya? Jadi orang kok baperan banget deh," kata Kliwon sambil menusuk-nusuk pipi Ani.
Ani langsung menepis tangan Kliwon. "Apaan sih?!"
"Loh kok apaan? Mental kamu lagi baper kan?"
Ani tidak menjawab tebakan dari Kliwon. Dia meninggalkan Kliwon begitu saja. Langkah kaki Ani juga lebih cepat dari biasanya. Hal itu memang sengaja dia lakukan untuk memperlihatkan kepada Kliwon bahwa dirinya sedang marah.
"Ani, tungguin aku dong!" Teriak Kliwon berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Ani. Namun, Ani masih saja tidak peduli, dia masih saja melangkahkan kaki.
Di saat langkah Kliwon hampir bersejajar dengan Ani, maka Ani semakin mempercepat langkah kakinya. Dia malah terlihat seperti was-was dan ketakutan. Kliwon saja sampai heran jika Ani sudah marah ataupun ngambek, pasti ada saja tingkahnya.
"Ni, jangan marah gitu dong. Kita beli es krim deh!" Ajak Kliwon.
"Nggak!"
"Beli burger?"
"Nggak!"
"Beli kebab?" Tawar Kliwon berusaha membujuk Ani.
Ani malah semakin mendelik kepada Kliwon. "Nggak!"
"La terus kamu maunya apa kok nggak mau semua? Itu kan makanan favorit kamu. Oh atau kita beli kentang goreng deh."
"Nggak aku nggak mau!" Tolak Ani sedikit meninggikan nada bicaranya.
"Terus kamu maunya apa Ani?" Tanya Kliwon berusaha untuk sabar. Menghadapi Ani yang sudah ngambek harus menyiapkan mental super sabar.
"Aku mau semua yang kamu tawarkan tadi," jawab Ani lalu nyengir seperti orang yang tidak punya salah.
"Hah?" Kliwon menganga tidak percaya.
"Kenapa? Kamu nggak mau nurutin? Hm, gini sih kalau memang dasarnya buaya. Padahal kamu sudah janji akan nurutin apa saja yang aku inginkan."
"Huft, untung sayang."
"Apa? Aku nggak salah dengar kan?"
"Nggak!" Sahut Kliwon lalu memakaikan helm Ani dilanjut memakai helm miliknya sendiri.
Ani tersipu malu ketika mendengar pernyataan Kliwon. Dia pun menggigit kukunya menahan senyum. Mau bagaimanapun dia selalu membahagiakan dirinya.
"Ayo, naik jangan senyum-senyum terus nanti kesambet!" Suruh Kliwon.
"Apaan sih!"
Mereka berdua meninggalkan halaman parkir. Sesuai dengan permintaan Ani. Kliwon membelikan apa yang Ani inginkan.
Di pertengahan jalan, Kliwon melihat sesuatu yang aneh. Dari arah kejauhan dia melihat samar-samar seperti warna putih berdiri di tengah jalan. Sosok tersebut menatap dirinya seperti memberikan sinyal.
Cit!
Kliwon mengerem mendadak meninggalkan bekas gesekan antara ban motor dan jalan. Hampir saja Kliwon menabrak hantu tersebut. Dia sangat kesal karena lagi-lagi harus bertemu dengan hantu. Tubuhnya begitu merinding ketika berhadapan dengan hantu tersebut.
"Kurang ajar!" Umpat Kliwon kesal. Dia pura-pura tidak melihat hantu tersebut dengan cara melihat ban depan motornya.
"Kamu yang kurang ajar! Kamu hampir saja membuat nyawaku melayang," omel Ani sambil memukul pundak Kliwon cukup keras.
"Ya maaf, yang penting nyawa kamu belum melayang kan?" Tanya Kliwon memastikan.
"Ya nggak gitu juga, lagian kenapa sih kamu ngerem mendadak seperti tadi? Untung saja di belakang nggak ada orang lewat. Kalau di belakang ramai pengendara bahaya tahu!"
"Iya-iya, maaf," ucap Kliwon.
Lagi-lagi Kliwon harus menahan diri ketika mencium bau hantu karena tubuhnya yang terlihat begitu busuk. Dia menahan napas, tapi malah terasa di bau mulutnya. Perut Kliwon benar-benar terasa mual dan tubuhnya semakin merinding.
"Huek!"
"Kamu kenapa, Kliwon?" Tanya Ani panik.