"Aku sangat bersyukur karena kau sangat baik pada Chenchen, tapi arloji ini benar-benar tidak cocok untuk Chenchen. Bahkan jika kau memaksa Chenchen untuk menerimanya, dia biasanya tidak akan berani memakainya. Jika kau benar-benar ingin memberi Chenchen hadiah, kau bisa memberikan yang lebih murah," kata Qiao Mianmian, "Lalu, kartu ini…" ia ragu-ragu sebelum melanjutkan, "Aku sekarang bisa menghasilkan sedikit uang sendiri, jadi aku—"
Sebelum Qiao Mianmian selesai berbicara, suara Mo Yesi yang dingin menyela, "Aku ambil kembali arloji ini. Tunggu hingga Chenchen bisa memakainya, aku akan kembali memberikan arloji ini padanya. Tapi, kau harus tetap memegang kartu ini."
"Aku…"
"Bagaimana jika orang lain tahu istri Mo Yesi masih harus bekerja sendiri untuk menghasilkan uang? Kau ingin membuatku malu?"
"Aku tidak—"
Mo Yesi mengangkat tangannya untuk memotong pembicaraan Qiao Mianmian lagi. Matanya menyipit dan berkilat-kilat, seiring dengan suaranya yang menjadi sedikit dingin. "Qiao Mianmian, apa kau juga sebelumnya menolak uang Su Ze seperti ini?"
Qiao Mianmian tetap terdiam dan mengerutkan bibirnya. Ia pernah menghabiskan uang Su Ze dan tentu saja ia tidak menolak jika Su Ze yang bertindak seperti ini. Namun, apakah ia bisa bersikap sama dengan Mo Yesi? Aku dan Su Ze sudah saling kenal selama bertahun-tahun, sedangkan dengan Mo Yesi... Kami baru mengenal satu sama lain belum sampai satu hari, pikirnya.
Keheningan Qiao Mianmian membuat Mo Yesi yang berada di sampingnya bersikap semakin dingin. Paman Li yang duduk di kursi pengemudi bisa melihat dari kaca spion bahwa atmosfer keduanya tampak tidak baik sehingga ia memberanikan untuk memanggil dan bertanya, "Tuan, Nyonya, ke mana kalian akan pergi?"
Qiao Mianmian masih merapatkan bibirnya erat-erat dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Ia takut dengan Mo Yesi sekarang dan Mo Yesi sedikit marah padanya. Namun, ia tidak berpikir bahwa ia salah. Jika mereka menikah, lantas mengapa? Mereka hanya baru saling mengenal. Bagi Qiao Mianmian, orang yang disebut sebagai 'suaminya' sekarang tidak berbeda dengan orang asing. Bagaimana ia bisa terbiasa menghabiskan uang orang asing dengan begitu cepat?
Ekspresi Qiao Mianmian tampak berbeda dari biasanya saat sedang marah. Matanya membulat dan ia juga suka memiringkan kepalanya ke satu sisi untuk mengabaikan orang lain. Ia terlihat canggung sehingga Mo Yesi langsung merasa amarah di hatinya menghilang seketika. Mo Yesi tertawa kecil pada Qiao Mianmian. Satu tangannya meraih bahu Qiao Mianmian dan menarik tubuh perempuan itu ke arahnya. "Marah?"
Qiao Mianmian merapatkan bibirnya erat-erat, menurunkan pandangannya, dan menolak untuk berbicara. Mo Yesi mengangkat alisnya dan senyuman di bibirnya menjadi lebih dalam. "Maaf. Aku minta maaf padamu. Itu hanya sikap burukku sehingga aku seharusnya tidak berbicara seperti itu kepadamu. Apakah itu membuatmu takut?"
Bulu mata Qiao Mianmian sedikit bergetar. Giginya yang putih menggigit bibirnya yang halus dan matanya masih melotot. Mo Yesi menatapnya sebentar, mencubit dagunya dengan jari, dan mengangkat kepalanya. Mo Yesi merendahkan suaranya dan menatapnya dalam-dalam. "Jangan marah padaku, ya, Mianmian? Kau harus mengerti apa yang baru saja kulakukan saat aku cemburu. Aku hanya... sedikit cemburu pada Su Ze."
Jari-jari dingin Mo Yesi menggenggam rahang Qiao Mianmian. Saat Mo Yesi semakin mendekat, aroma tubuhnya menembus hidung Qiao Mianmian dan Qiao Mianmian seolah-olah mendengar panggilan 'Mianmian' yang sangat lembut di telinganya. Akhir bisikan pria itu seperti sedang menggodanya hingga membuat jantungnya ikut bergetar. Wajahnya kembali memanas dan sekarang ia tidak ingat lagi bahwa ia sedang marah.
Qiao Mianmian mengangkat wajahnya dan matanya menatap cahaya yang dalam dari mata Mo Yesi. Jantungnya semakin bergetar dan wajahnya memerah. Wajah Mo Yesi terlalu tampan dan menawan dengan tatapan mata yang semakin menggodanya. Jika seseorang tidak hati-hati, ia akan jatuh ke dalam mata Mo Yesi.