webnovel

dialah istriku

Fatimah Azzahra namanya sering dipanggil Ara. ia gadis yang sangat cantik, lembut, sangat ramah. Ghibran Naufal Rizal, suami yang sudah di pertemukan oleh Oma Rizal sendiri. " Ara sayang. apakah kamu mau di khitbah oleh cucu ku?" pertanyaan yang dilontarkan Oma kepada Ara. Pernikahan pun dilalui keduanya. Kini Rizal sangat menyayangi Ara, namun di balik semua itu badai pun selalu menghampiri rumah tangganya.

Mha_Azzha · Sci-fi
Not enough ratings
15 Chs

#10

Mereka yang sudah sampai dirumah disambut oleh Oma yang begitu menghawatirkan cucu mantunya. Ara menjelaskan semuanya, sedangkan Rizal berlalu langsung kekamarnya.

" kamu harus sabar menghadapi cucuku sayang, lama-lama juga pasti akan jatuh hati sama kamu,," ucap Oma yang mengusap lembut tangan Ara.

" iya Oma Insya Allah aku akan sabar. Ara ke kamar ya Oma, sebentar lagi adzan maghrib. Apa Oma mau sholat bareng Ara?" tanya Ara yang diangguki oleh Oma. Ara segera membersihkan badannya dan menuju kamar Oma untuk menunaikan sholat maghrib bersama, Rizal hanya bersandar di sofanya yang empuk.

Ara berada di dalam do'a yang selalu ia harapkan dan semoga yang diharapkannya segera terwujud.

" Ya Allah, permudahkanlah urusanku, semoga hamba bisa mencairkan hati suami hamba yang sangat beku terhadapku. YaAllah selamatkanlah Hamba berserta keluarga hamba untuk bisa selalu dijalanmu." Ara mengusap wajah cantiknya dengan lembut. Oma begitu senang saat Ara mau mengajarkannya sholat, karena ini baru pertama lagi Oma merasakan kesejukkan setelah sekian lamanya Oma meninggalkan kewajiban yang seharusnya ditunaikan setiap harinya.

Ara pamit untuk kembali kekamarnya. Setelah masuk kamar, ia melihat suaminya sudah tertidur, Ara tidak berani membangunkannya, Ara pun beranjak ke meja yang berada di dekat lemari pakaiannya, dia mengambil tas nya dan mengeluarkan isi dari tas itu. Rizal yang terganggu dengan suara dari isi tas Ara terbangun dari tidurnya yang tidak begitu terlelap.

" sedang apa dek?" tanya Rizal menghampiri Ara.

" maaf mas, Ara berisik ya sehingga mas terbangun." ucapnya lembut. "Ara hanya merapihkan ini aja kok mas" senyum yang sangat malu ketika ia ketahuan barang miliknya dilihat suaminya.

" bambu? untuk apa? kamu membawanya setiap hari?" Rizal melihat beberapa bambu berukuran panjang 20cm sekiranya yang sudah diruncingkan Ara, namun tidak begitu runcing dibuatnya, sebab ia membawa pisau lipat juga untuk meruncingkannya kembali disaat ia membutuhkan benda itu.

" ini hanya untuk jaga jaga saja mas, takut dijalan ada apa apa" Ara membalikkan badannya dari hadapan Rizal dan memasukkan bambunya kedalam tas kembali.

" kamu tau ini bahaya? kalo sampai kena badan kamu gimana?" Ara hanya diam menatap tas yang dipegangnya." kalo kamu merasa takut diluaran sana biar aku siapkan pengawal untukmu" ucap Rizal, Ara segera membalikkan badannya.

" mas, ini bukan soal bahaya apa nggak nya. mas tau diluar sana pasti ada yang berniat jahat ke siapapun, aku hanya menggunakan ini untuk bisa membantu samampuku, aku gunakan ini hanya sebagai tombak kecil saja tidak lebih," jawab Ara menjelaskan maksud dari benda itu. Rizal berjongkok dan memegang kedua tangan Ara dengan tatapan nya yang mulai hangat. Rizal teringat saat istrinya menolong Oma dari jambret yang mengambil tas Omanya.

" Dek, mas percaya sama kamu, mas jadi ingat waktu kamu menolong Oma, waktu itu mas hanya mendengar tanpa memikirkan apa apa. mas hanya kaget ketika kamu mengeluarkan isi tas itu. mas kira itu untuk kamu buat pagar tanaman dikampusmu" Rizal mulai bisa bercanda di depan Ara.

"kkkkkk.. mas kok jadi lucu sih" Ara terkekeh kecil, Rizal hanya tersenyum. Entah sejak kapan dirinya merasa bodoh saat didepan istrinya. dia tidak menyadari bahwa Ara lah yang sudah membuat hatinya meleleh seketika.

Rizal menuntun tangan Ara menuju tempat tidurnya, Ara segera berbaring setelah Rizal menyuruhnya untuk tidur, Rizal pun menemani Ara di tempat tidurnya, namun ditengah keduanya sudah tersedia 2buah bantal, takutnya Rizal melakukkan hal yang menurutnya merasa sangat malu ketika ia menggelengkan kepalanya di dada Ara waktu itu. Rizal belum yakin bahwa dirinya sudah menjadi imam yang baik, sehingga ia belum memberi nafkah bathin kepada istrinya. Ara pun sudah mengerti dan ia akan selalu sabar menanti suaminya.