Matahari pagi mulai tersenyum riang, membuat hari-hari ku bersinar terang. Ya.. Jason bagiku laksana matahari pagi yang menyinari bumi, dan aku bagaikan kumpulan bunga yang membutuhkan sinarnya. Sejak hari itu, kami pun selalu pulang bersama. Aku pun segera melupakan semua rasa sedih dan kecewa ku terhadap papi. Sebenarnya, dia ingin menjemputku berangkat sekolah tapi aku selalu menolak nya. Papi ku adalah orang yang tegas dalam urusan mendidik anak, sehingga ada beberapa peraturan yang tegas dan tidak boleh dilakukan termasuk pacaran salah satunya. Setiap jason mengantarku pulang, kami selalu berhenti di ujung jalan komplek dan aku pun berjalan hingga ke rumah. Begitulah rutinitas kami sehari-hari. Jason pun sempat mengajakku ke bioskop beberapa kali. Film yang diputarpun mengalahkan setiap adegan kami dalam ruangan yang gelap itu. Hingga pada saat terakhir kami ke bioskop kemarin, itulah momen yang membuat diriku sulit untuk bisa tidur dengan nyenyak. "Gee, bibir kamu kok kering? kamu lagi merasa ga enak badan kah?" tanyanya lembut. Dia pun menyentuh keningku dengan bibir indahnya. Dan mulai mengecup bibir ku lembut. Jantung ku berdesir kencang seperti amukan angin yang meluluh-lantahkan pondasi di bumi ini. Tubuhku mulai macet seperti biasanya. Entah mengapa reaksi ini yang kudapatkan. Apakah sedasyat ini yang namanya ciuman pertama? hingga tiap senti tubuhku seperti dicabut ke akar-akarnya. Ini adalah ciuman kedua ku setelah hari itu. Perasaan bercampur aduk layaknya ®bimbibap (®Nasi campur korea yang makannya harus diaduk dan dicampur jadi satu sebelum dimakan). Rasa yang membuat ku menjadi seseorang yang berbeda. Hanya ada aku dan dia seorang, seakan - akan kami berpijak di planet Mars.
Tak terasa 8 bulan pun berlalu. Diantara hari-hari itu, tiada hari yang kita lalui dengan kesedihan melainkan kebahagiaan. Entah ini karena aku senang mendapatkan perhatiannya padaku atau kah hal lain yang belum sanggup aku ungkapkan. Hingga.. saat itu (yang terberat bagiku) datang. Pada akhir semester genap, perpisahan itu tiba. Karena jason berada di kelas 12 dan akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Waktu pun berjalan sangat cepat, angin berhembus perlahan dan perasaan tak enak pun mulai datang. Dan tak terasa kami nantinya, akan jarang bertemu. "Gee, kok ngelamun sih? kenapa..?" tanya Reva lembut seraya menghampiri ku. Dia pun duduk dibangku sebelahku. "Oh, kamu va. aku baik-baik aja kok ga ngelamun juga. hanya menikmati indahnya dunia yang diciptakan oleh Sang Pencipta kepada kita". jawabku tenang. "Besok acara ®pensi, kamu pakai baju apa? (®pensi adalah acara pentas seni yang digelar secara berkala untuk pelepasan murid kelas 12)" tanya reva. Kebetulan acara pensi tahun ini merupakan acara pensi yang terbesar dirayakan oleh sekolah kami. "Entahlah, aku ga tahu harus pakai apa. kalo kamu pakai baju apa?" tanya ku. "Gimana kalo kita pakai baju warna hitam? besok banyak yang pakai gaun lho. kamu punya gaun warna hitam kan Gee?" tanya Reva. "Ada seperti nya. lihat besok aja deh. hehehe.." ujar ku santai. Seketika itu, jason pun masuk ke dalam kelasku dan berjalan ke arahku. "Besok, saya jemput kamu dirumah ya? nanti sekalian sama Reva juga biar papi kamu ga marah." kata jason lembut. Aku pun mengangguk tanda setuju.
Reva pun terlihat sedih sekaligus bahagia untukku. Dia (reva) melihat ku dengan tatapan yang entah bagaimana caranya untuk ku menjelaskan sorot matanya itu. Seakan-akan dia tahu hal - hal yang ada di masa depan. Dia pun memeluk ku erat setelah jason meninggalkan ruangan kelas kami. "Gee, semoga besok adalah malam terindah buat kalian berdua ya dan ingat satu hal, aku selalu ada untukmu Gee, karena kamu sahabatku." ujarnya lembut. Apa akan ada sesuatu yang buruk terjadi? Apakah maksud dari kata-kata reva itu. Entah apa yang harus aku lakukan untuk mengartikan semua ucapan yang membuat hatiku tak tenang. Ah.. reva.. siapa sih kamu sebenarnya? Apa sih yang kamu tahu sebenarnya? Semua itu adalah pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati dan pikiranku saat ini.
Keesokan harinya, papi dan mami harus terbang ke luar kota untuk menghadiri acara keluarga besar dari papi ku. Entah suatu kebetulan atau tidak, reva pun menghubungi ku "Halo Gee, sibuk ya?" tanya suara yang familiar ditellinga ku. "Hi.. va.. Ga sibuk kok va, kenapa?" tanya ku balik. "Gee, sepertinya kamu harus berangkat sendiri dengan kak jason. badan ku sedikit demam sekarang." ucapnya sedih. "Jangan khawatir, aku doakan malam mu menjadi malam yang lebih indah,Gee. Ingat, aku selalu ada disini kalo kamu butuh aku. " ujar nya menambahkan. "Kamu sudah ke dokter, va? ya udah.. jangan dipikirin acara pensi nya. kamu istirahat yang cukup dan minum obat aja" ujar ku pelan. Kami pun hanya berbicara sebentar dan mengakhiri dengan cepat. Malam pun tiba, sebuah mobil Almaz berhenti tepat di depan rumah. Kebetulan orang tua ku tadi pagi berangkat ke luar kota, hanya tinggal aku dan bik ima dirumah. Aku pun segera keluar menyambutnya. Dia tampak sangat tampan memakai setelan jas biru metalik tanpa dasi. postur tubuhnya yang tinggi dan berisi sangat pas sekali dengan setelannya itu. Bak seorang model dengan wajah tampan nya dan senyuman hangat yang tersungging disudut bibirnya, dia pun menghampiri ku dan membuka pintu mobil nya. " Malam cantik, yuk kita berangkat". kata jason menyapaku hangat. Aku pun masuk ke dalam mobilnya yang sangat wangi dan bersih. Ada aroma yang familiar disitu. Membuatku lebih relax dan nyaman. Kami pun berangkat menuju lokasi pensi yang diselenggarakan di Hotel J (salah satu hotel berbintang 5 di kota S). Alunan lagu-lagu melow mulai bergema di ballroom hotel setibanya kami disana. Kami pun menyusuri germelapnya cahaya redup yang menyesuaikan alunan music nya. Saat kami sampai ditengah ruangan, jason pun berhenti dan berkata, " Tuan putri, maukah berdansa dengan saya?" ujarnya lembut. Aku pun mengangguk pelan. Tangan hangatnya mulai melingkar di area pinggulku, dan tangan satunya merengkuh tanganku. Kami pun berputar selama beberapa menit. Beberapa pasang mata pun memandang kami terkejut. Apalagi para penggemar jason. Mereka hanya bisa melihat dan saling berbisik saja. Senyum indahnya itu menghiasi wajah tampannya. Dan rasa haus pun melanda. Jason memutuskan untuk duduk disudut ruangan. Dia pun mengambil jus strawberry untukku. Tangan nya pun menggenggam erat tanganku dan menciumnya lembut. Tatapan yang intens membuat jantung ku berdetak kencang layaknya burung yang terbang dengan cepat. "Gea, kamu cantik sekali malam ini."bisiknya lembut. Jarinya pun mulai bergerak menyusuri wajahku. Tiba-tiba, wajahnya mulai mendekati wajahku. Ada aura panas yang memaksa bergejolak mengelilingi tubuhku. Dia pun mengecup kening ku, kemudian turun mengecup hidungku. Jantung ku seakan-akan berhenti seketika, saat bibirnya menyentuh bibirku. Deru nafasnya sangat cepat seperti kereta express yang melewati peron tanpa berhenti. Oh Tuhan, inikah rasanya ciuman ketiga. Semua indera ku berubah menjadi sensitif. Tiba-tiba, dia menarik tubuhku dan berjalan menyusuri ruangan yang gelap. Dan aku pun mengikuti nya. Hingga dia melihat ruangan disudut yang terbuka dan menarikku kedalam ruangan itu. "Cekllekk" suara kunci pintu yang diputar olehnya.
Tanpa aba-aba, dia mulai menciumku mesra dan meraih pinggulku dengan kedua tangannya sehingga tak ada jarak diantara kita. Kami pun mulai berciuman dengan intens. Bibirnya yang lembut, seperti sedang mengoyak bibirku yang tipis. Entah berapa lama kami berciuman diruangan gelap itu. Setiap kecupan nya bagaikan pistol yang diletuskan secara membabi - buta. Tanpa jeda. Hanya deruan nafasnya mulai meninggi dan suara-suara alunan bibir yang saling memagut. Ruangan dingin ini mulai terasa panas. Nuansa romantis yang tercipta bagaikan menghanyutkan kami ke sebrang lautan, hingga akhirnya dia pun berhenti dan menatap wajahku dengan intens. "Gea, saya akan kuliah di kota J. baru hari ini saya mendapatkan kabar dari pihak kampus tentang beasiswa saya. Dan saya akan berangkat besok lusa". ucapnya sedih. "Tapi saya tahu bahwa saya tak bisa menahan mu didalam hubungan jarak jauh itu. bisakah malam ini menjadi malam terindah untuk kita berdua?" ujarnya memohon. Aku pun terdiam, tak tahu harus berkata apa. Sangat sulit bagiku mencerna setiap kata - katanya. Layaknya layangan yang diangkat tinggi, tiba-tiba harus jatuh ke tanah. Apa yang harus aku lakukan? Bisakah aku menjalani semua ini? Air mataku pun menetes ke pipiku. Dia pun mengecupnya lembut dan berkata, "Maafkan saya Gea, ini jalan terbaik untuk kita berdua." Ujarnya sedih. Ditariknya tubuhku dalam pelukan hangatnya. Dada bidangnya yang selama ini aku lihat, kini bisa ku sentuh. Aroma tubuh maskulin nya pun memenuhi seluruh hidungku. Dan kami menghabiskan malam itu dengan penuh air mata dan juga rasa sayang yang mendalam. Inilah akhir cinta pertama ku yang menyedihkan.
Tak terasa kini, hari ku berjalan kembali di titik awal yang jenuh. Rasa sedih, gundah dan sakit pun menjadi satu. Kuhadirkan doa-doa untuk nya. Semoga dia bisa fokus kuliah disana dan bahagia bersama teman-temannya. Semoga dia mendapatkan yang terbaik untuk kisah cinta nya disana. Meski bukan aku, asalkan dia bahagia akupun rela. Dia lah yang pertama bagiku. Seseorang yang dihadirkan oleh Sang Pencipta untukku. Disaat permasalahan dalam keluarga ku membuat aku begitu sedih dan kecewa, dia datang seperti air yang sangat aku butuhkan. Dan kini, aku melepaskan mu Jason Hardian.
Sinar mentari pagi masuk melalui celah-celah jendela kamarku. Ku sapa pagi dengan senyum getirku. Lama juga aku tak mendengar sapa dari sahabatku reva. Ada apa ya dengannya. Ku tekan namanya dalam hp ku, tak ada nada sambung sama sekali. Perasaan ku tiba-tiba tidak enak. Akhirnya, aku memutuskan untuk berkunjung ke rumah sahabat ku itu. Dengan pak ujang sebagai penunjuk jalan, akhirnya kami sampai di alamat yang kucari. Terlihat rumah sederhana yang penuh dengan aneka bunga diteras depan. Beberapa kayu bekas karangan bunga pun diletakkan di pojok pagar. Pintu pagar terbuka sedikit, sehingga memudahkan ku untuk masuk ke dalam. Aku pun mulai mengetuk pintu. Dan kulihat sepasang mata yang lesu menatap ke arahku dengan heran. "Cari siapa nak?" tanya seorang wanita paruh baya itu seraya mempersilakan ku masuk. "Mari masuk nak. duduk sini sebelah ibu." imbuhnya. Aku pun masuk dan duduk tepat disebelah kursi nya. "Maaf bu, apa benar ini rumah Revalia Agatha?" Tanyaku. Terlihat semburan air mata menetes ke pipi nya. "Kamu temannya Reva di sekolah, nak?" tanya wanita itu. "Iya bu, saya teman reva di sekolah bu. nama saya Gea Putri bu." terangku. "Nak Gea, terima kasih banyak ya nak. Reva sering sekali bercerita tentang kamu, nak. " ujar wanita itu berlinang air mata yang tiba-tiba memeluk ku erat. "Kenapa bu? Apa reva ada dirumah bu?" lanjutku. "Apa ibu baik-baik saja?" tanya ku khawatir. Kutatap wajah teduh itu dengan lekat. wanita paruh baya itu pun menangis pelan. Dan mulailah ia bercerita segalanya tentang sahabatku reva. Tubuhku lemas seketika dan membuatku tak mampu bergerak. Tiba-tiba, ruangan itu menjadi gelap. Sesaat ku buka mataku, ada bau yang menyengat di sekitar hidungku. Apakah ini nyata? Kulihat wanita paruh baya itu penuh dengan rasa khawatir. Aku pun bangun dan berusaha duduk perlahan. tak terasa air mataku jatuh berserakan. Reva sahabatku kini telah sampai di perahu emas itu. Perjalanannya kini telah usai. Dadaku terasa sesak. Ada rasa sakit yang teramat dalam yang menghujam ke jantung ku. Wanita paruh baya tadi adalah ibu angkat sahabat ku Reva. Penyakit ganas yang di deritanya kini telah hilang bersama dengan malam yang memeluknya erat. Apa yang harus aku lakukan? Tuhan, jagalah ia disana. hingga suatu hari nanti, kami akan dipertemukan kembali. Aku pun berpamitan dengan ibu dari sahabatku. wanita yang selalu ada untuk sahabatku disisa hidupnya. Beliau adalah wanita yang hebat. Mencintai seseorang yang bahkan bukan darah dagingnya. Merawatnya dan membesarkan nya hingga ia menjadi sosok gadis yang cantik, pandai dan kuat. Pak ujang memapahku masuk kerumah. Bik ima pun terkejut, ia pun segera memapahku ke kamarku. "Non, bik ima ambilkan minum ya. sebentar ya non." ujar bik ima seraya meninggalkan ku sendiri dengan isak tangisku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kekasihku pergi meninggalkan aku demi masa depan nya. Satu-satunya sahabatku juga telah kembali ke Sang Pencipta. Dan kedua orang tua ku pun sedang berada jauh di rumah nenek. Sepi itu menghantuiku. Sakit itu menyiksaku. Aku ingin teriak tapi tak bisa. Dan aku pun berjalan ke arah kamar mandi. Kunyalakan shower itu dan aku duduk dibawahnya. Tangisku kini tak terlihat lagi. hanya butiran - butiran air yang menghujani tubuhku yang masih mengenakan pakaian. Nyaringnya suara sahabatku mulai terdengar lirih. Hari-hari saat bersamanya mulai muncul layaknya sebuah trailer film. Memori kami yang menyisakan pahit dan kata terakhirnya yang masih terngiang di kepalaku. Kini aku harus melepaskan dia. Sahabatku tercinta. Dia yang selalu ada untukku. Dia yang selalu mengisi kekosongan di dalam hidupku. Canda tawa nya, suara sopran nya, Paras cantiknya, kini tak ada lagi. Sekarang dia telah bahagia disana, Bertemu dengan kedua orang tua nya. Selamat Tinggal Revalia Agatha. Selamat jalan sahabatku.