webnovel

Bab 4

Ketika aku mengetuk pintu rumah kami, suara teriakan itu hilang begitu saja. Aku harus mencari tahu, ada apa sebenarnya yang terjadi di rumah ini?

Berbagai cara aku lakukan agar dapat mengintip keadaan dari dalam rumah. Nihil, tak ada celah lubang satu pun. Tapi, hanya ada ventilasi jendela saja.

"Aku harus naik. Tapi gimana caranya?"

Aku melihat dua buah balok kecil yang tidak begitu panjang ada di samping rumah. Segera ku ambil balok itu dan ku sandarkan tepat di samping pintu depan.

"Hmmmm.... Tak ada siapa-siapa."

Hening. Rumah ini seperti tidak berpenghuni. Tapi penuh barang-barang perabotan rumah tangga. Barang-barangnya pun sama persis tersusun seperti di rumah kami.

"Lah, inikan memang rumah kami. Xixixixiiiii.... Gila kamu, Ir." Bicara pada diri sendiri.

"Aduuuuhhhh.... Sakit...." Suara itu kembali terdengar. Sepertinya berasal dari kamar Mala.

Aku pun memindahkan dua balok kecil tadi dan menyandarkannya tepat di bawah jendela kamar Mala. Dengan pelan-pelan dan hati-hati aku menaiki balok tersebut. Aku melihat sosok perempuan sedang dibekap mulutnya oleh seorang laki-laki. Laki-laki itu seperti masih nampak muda.

"Bangsatttt...."

"Sakiiiiitttt..... Bangsaaatttt...." Teriak perempuan itu setelah si laki-laki melepaskan bekapan tangannya dari mulut perempuan itu.

Mendengar perempuan itu berteriak, laki-laki tersebut kembali membekap mulut si perempuan itu. Kali ini, laki-laki tersebut melakban mulut si perempuan itu. Setelah melakban mulut perempuan itu, ia mengambil sebuah tali jemuran berwarna hijau. Tali itu ia ikatkan ke kaki dan tangan perempuan itu. Kemudian si laki-laki tersebut dengan sesuka hati dan dengan puasnya ia menghajar perempuan itu.

Perempuan itu tak berdaya, ia hanya bisa menangis dan merintih kesakitan.

"Aku harus segera menolongnya."

"Kasihan dia"

Baru saja aku ingin berniat menolong perempuan itu. Tiba-tiba, laki-laki itu berdiri dan menghadap ke arah ku. Aku segera menundukan kepala ku agar tidak ketahuan oleh laki-laki tersebut.

Ketika aku ingin mengintip kembali, laki-laki itu sudah tidak ada di kamar tersebut. Aku hanya melihat perempuan itu sedang pingsan.

"Ini kesempatan buat aku. Aku harus menolong perempuan itu."

"Dbraaaakkkkk...." Balok yang ku pijak tak sanggup lagi menopang tubuh ku yang gendut ini. Akhirnya aku terjatuh.

"Siapa itu?????" Teriak laki-laki itu dari dalam rumah.

Sebelum ketahuan, aku segera bersembunyi dan meninggalkan rumah itu. Dari kejauhan aku mengintip, laki-laki itu membuka pintu rumah. Dia clengak clenguk mengecek sekitar rumahnya. Setelah dipastikannya bahwa tidak ada orang di sekitar rumahnya, laki-laki itu kemudian mengambil sapu yang ada di halaman teras rumah itu.

"Itukan sapu yang persis ada di rumah kami. Sapu yang kemarin kami buang tapi tiba-tiba kembali lagi."

"Sebenarnya apa hubungan sapu itu dengan perempuan itu?"

Aku ingin kembali lagi mengintip, tapi aku takut ketahuan. Maka ku urungkan niat ku dan aku akan mengintip lagi besok harinya.

*******

"A, bangun." Mala membangunkan ku.

Aku terbangun, ternyata aku bermimpi. Mimpinya seperti kenyataan.

"A, kok bengong?" Tanya Mala.

"Emmmm...." 

"Sudah jam 6 pagi, A. Buruan sholat subuh, nanti keburu habis waktu sholat subuhnya."

"Iya, bentar lagi deh. Aku benarin dulu badan ku. Rasanya capek banget."

"Badan ku terasa sakitan."

"Emang bekas kenapa, a?"

"Bekas jatuh."

"Kapan?"

"Tadi waktu dalam mimpi."

"Hahahahaaaa...." Mala tetawa gelak.

"Dah buruan sholat gih."

"Nanti sehabis sholat subuh baru ceritakan ke aku tentang apa yang terjadi di dalam mimpi aa."

"Oke." Aku pun beranjak dari tempat tidur dan segera mengambil air wudhu.

Sambil berwudhu pun aku masih teringat jelas tentang mimpi ku semalam. Benar-benar seperti nyata.

"Setelah sholat subuh aku segera ke kamar Mala. Siapa tahu ada petunjuk dan bukti-bukti yang ku temukan di kamar Mala."

******

Baru juga aku selesai salam. Mala sudah menanyakan tentang mimpi ku.

"Semalam Aa mimpi apa sih?" Tanya Mala.

Ku ceritakan semuanya ke Mala tentang mimpi ku itu.

"Astaghfirullah, A. Jangan-jangan memang kejadian itu terjadi di kamar ku?"

"Bisa jadi, La. Makanya, bentar lagi aku mau ke kamar mu. Siapa tahu ada bukti atau petunjuk yang di dapat di kamar mu."

"Ayok, A. Kita ke kamar ku." Ajak Mala.

"Tapi, bangunin Ima dulu. Suruh dia sholat subuh."

"Ima sudah sholat subuh, A. Tapi, dia tidur lagi sesudah sholat subuh."

"Owh.... Ya sudah, biarkan saja dia tidur."

"Kamu masih ingat tentang kejadian semalam, La?"

"Hmmmm.... Masih sangat ingat banget, A."

"Keknya tidak akan terlupakan seumur hidup ku, A."

Ketika memasuki kamar Mala.

"Kok berantakan sekali kamar mu, La?"

"Apa nggak kamu bersihin?"

"Perasaan sudah aku bersihin deh, A."

"Kok bisa berantakan lagi ya?"

"Padahal aku nggak tidur di sini."

"Iya juga ya. Kamar ini seperti barusan ada yang meniduri."

"Sarung kasurnya pun sangat berantakan seperti habis ada orang yang tidur di kamar ini."

"Jangan-jangan?" Mala mulai ketakutan.

"Jangan-jangan apa, La?"

"Jangan-jangan memang benar seperti yang ada di dalam mimpi aa."

"Maksudnya, La?"

"Di kamar ini tempat terjadinya pembunuhan, A."

"Hah?"

"Kita cari tahu aja deh dulu. Siapa tahu di kamar ini kita menemukan petunjuk apa gitu, La."

"Iya, A."

Kami pun membersihkan kamar Mala. Di rumah ini sebenarnya sudah lengkap perabotan rumah tangganya. Di setiap kamar pasti sudah tersedia kasur, ranjang, lemari, dan kipas angin. Untuk perlengkapan dapur pun juga sudah tersedia. Ada kulkas dan mesin cuci juga. Di ruang tamu dan di kamar Mala juga tersedia televisi tapi televisi zaman dulu yang masih bentuk tabung.

Jadi, pindah ke rumah ini kami tidak perlu repot membawa perabotan rumah milik kami sendiri. Kami cukup membawa badan dan pakaian.

"Sepertinya tidak ada apa-apanya di kamar kamu ini, La."

"Seluruh penjuru kamar mu sudah kita bersihkan tapi tidak ada satu bukti pun yang kita temukan, La."

"Iya juga sih, A."

Aku pun duduk sejenak di kamar mala tepat di bawah kipas angin yang bergantung di plapon. Kipas angin ini pun kipas angin zaman dulu banget.

Aku menongakan kepala ku ke atas. Ternyata masih ada sisa-sisa tali bekas si Sandy bunuh diri.

"La, coba lihat ke atas."

Mala pun menongakan kepalanya.

"Lihat itu, La. Itu sisa tali yang yang di gunakan Sandy bunuh diri."

"Arrrrrkkkkkkhhhhh...." Ima tiba-tiba berteriak seperti ke sakitan.

Kami pun segera ke kamar ku dengan berlari. Kami melihat ima sedang duduk di pojokan kamar dengan wajah ketakutan dan kesakitan. Dia memegang lehernya sambil menangis tertunduk.

"Ima, Ima, Ima." Panggil ku mendekatinya.

Ima pun mengangkatkan penglihatannya ke arah ku. Ia pun memeluk ku sambil menangis pecah.

"Aa....." Semakin pecah tangisnya.

"Iya, kenapa, Im?"

"Tadi pas Ima tidur, Ima melihat seseorang. Dia mencekik leher Ima."

"Astaghfirullah."

"Yang mencekik kamu seorang laki-laki atau perempuan, Im?"

"Laki-laki, A."

"Hmmmm...." Kami bertiga pun bengong.

Penghuni rumah ini mulai berani mengganggu kami dengan menyakiti salah satu dari kami. Tapi, siapa sosok laki-laki yang memcekik leher Ima?