webnovel

Chapter 01 : Sebuah Permintaan

6 Tahun Kemudian

Aku menghela napas panjang, menatap makhluk astral yang perlahan menghilang terpecah membuat secercah cahaya dingin. Dahiku agak mengerut kecil memikirkan apa yang baru saja aku lakukan seharian ini.

Sepulang sekolah tadi, aku tidak sengaja bertemu makhluk gaib atau bisa di sebut sebagai hantu ketika aku melewati sebuah jembatan kecil yang di bawahnya terdapat sungai dengan aliran arus tenang.

Kebetulan saja, mataku tak sengaja melihat hantu anak berusia sekitar 10 tahun yang menangis sedih bergumam ingin pulang. Sebenarnya aku ingin mengabaikan hantu itu, tapi, hantu lelaki yang selalu mengikutiku memaksaku untuk membantunya. Jadi, mau tak mau, aku pun memutuskan untuk membantunya.

Untungnya, permintaan hantu anak kecil itu tidak menguras otakku untuk berpikir, hanya tenagaku saja yang terperas mencari alamat rumah di hantu. Selain itu, permintaannya tidak berat juga, hanya ingin menyampaikan pesan pada orangtua, walau tadi aku sempat disangka gila dan kurang ajar, namun syukurlah berlangsung lancar.

Aku mendesah berbalik meninggalkan area tempatku mengantar hantu anak kecil itu. Aku harus segera pulang karena hari sudah menjelang maghrib, sayup-sayup, aku mendengar suara orang mengaji, tak lama lagi, pasti azan magrib akan mengumandang. Aku mengerutkan bibirku, agak kesal, karena pulang sangat terlambat.

"Mau sampai kapan kau mengikuti hm?" sinisku dingin, melirik hantu lelaki berpakaian seragam sekolah yang melayang di sampingku itu.

"Dan kau, mau sampai kapan kau mengusirku hm!" ejeknya kesal.

Aku berdecak, mengambil earphone dari saku blazer sekolahku dan memasangnya di telingaku. Aku lakukan ini, agar orang-orang disekitarku tidak menatapku aneh karena aku berbicara sendiri.

"Kau sudah mengikuti selama satu bulan lebih, tentu saja aku risih!" kataku melirik ganas. "Aku sudah muak melihat wajahmu!"

"Jangan begitu," ujarnya merengut, "ya mau bagaimana lagi, aku sendiri lupa tentang masa laluku! Nama saja, kalau bukan dari name tag ini," dia menunjuk papan nama di dada sebelah kirinya dengan santai, "aku tidak bakalan tahu!"

Aku berdesis sinis, mengusak belakang rambutku kasar, "Makanya, ajukan saja permintaanmu, kalau kau hanya berkeliaran di sekitaranku, mana mau aku membantumu!!!" sergahku dingin, menatap lurus ke depan, malas untuk melihatnya. "Aku tidak tahu harus melakukan apa, kalau kau sendiri tidak memberitahu!"

Hantu lelaki itu menggeleng main-main, lalu tertawa menggoda, melayang-layang memutar diriku. Wajah tampannya yang pucat, mengumbarkan rasa kesedihan dan putus asa yang jelas. Tapi, dia terlihat bersemangat sekali menggoda diriku.

" Ck, ck, ck, Shely, Shely," katanya main-main,"dengar ya, aku hanya punya satu permintaan, kalau aku buat asal-asalan, nanti aku menyesal! Makanya, harus aku pikirkan dengan matang, apa yang sebenarnya membebaniku!"

Aku diam tidak menjawab karena memang yang benar dia katakan. Kemampuan yang aku miliki ini tergolong unik, aku bisa membantu para hantu ketika mereka mengajukan permintaan tentang keinginan terdalam mereka, atau penyesalan yang ingin mereka selesaikan.

Aku hanya bisa membantu satu kali, jadi, ketika permintaan bukanlah keinginan terdalam si hantu, maka aku tidak bisa membantu lagi, cara terbaik yang bisa aku lakukan adalah, mengirim mereka secara paksa ke alam yang seharusnya dan itu membutuhkan energi tenaga dalam yang banyak.

Ketika aku menggunakan terlalu berlebihan, aku bisa bed rest selama lebih dari seminggu, tergantung juga, seberapa besar energi negatif si hantu tersebut. Paling parah bisa selama satu bulan.

"Tapi tenang saja, aku sepertinya sudah mulai mengingat detail kecil, soal apa yang aku inginkan!" lanjutnya santai tersenyum lebar.

Aku hanya melirik dingin, melangkahkan kakiku lebih cepat lagi, karena suara azan sudah terdengar. Mana jarak kerumahku masih cukup jauh, bisa-bisa sehabis maghrib aku baru sampai kerumah.

***

Aku mengempaskan tubuh kurusku di sofa ruang tamu rumahku. Tubuhku rasanya lelah sekali, maunya langsung tidur, tapi perutku terasa lapar, namun malas juga untuk bergerak, jadi aku hanya berdiam diri di sofa. Aku tiba di rumah setelah satu jam berjalan dengan langkah cepat, kakiku sedikit pegal juga.

Rumahku sepi, karena kedua orangtuaku bekerja dan belum pulang. Ketiga saudaraku yang lain, bersekolah di sekolah bersistem asrama, hanya aku yang sekolah di sekolah negeri.

Meski aku bilang sepi, tidak bisa juga aku bilang sepi, karena aku bisa melihat ada 6 makhluk gaib, hantu-hantu yang bersemayam dirumahku berkeliaran bebas di dalam rumah, mengabaikan diriku. Biasanya menganggu, tapi entah kenapa mereka sedikit tenang hari ini.

Keasyikan melamun mengistirahatkan tubuh, aku dikejutkan dengan getaran yang berasal dari ponselku, entah siapa yang meneleponku. Dengan malas aku mengambil ponsel pintarku di dalam saku blazerku.

"Hm," jawabku datar tanpa melihat siapa yang menghubungi.

"Shely Arian Xanzani!" teriak si penelepon dengan nada tertahan. Wajah si penelepon kesal dan marah.

Aku berdecak dalam hati. Mendengar suara manja kekanak-kanakan yang menahan marah terdengar lucu bagiku. Aku tahu siapa yang menghubungi, siapa lagi kalau bukan kekasihku. Ya, kekasihku, remaja yang aku pacari selama dua tahun ini.

"Aku tahu kau sedang menertawakan aku!" sungutnya sebal.

"Kenapa berteriak begitu?" tanyaku datar. "Apa ada yang salah?"

Lelaki di seberang telepon tercengang dengan pertanyaanku. "Sayang, sepertinya aku harus memukul kepalamu karena kau membuatku kesal!" katanya horor. "Kau meninggalkan aku! Bagaimana bisa kau pulang sendiri sih!"

Aku tersenyum dingin, menatap lurus pelapon rumahku, berguman tidak jelas. Aku memang pulang sendiri, karena malas menunggu kekasihku yang sedang ada kegiatan ekstrakurikuler sepak bola.

"Padahal aku berencana mau mengajakmu makan tadi," gerutunya.

Aku tidak menjawab karena aku tersentak kecil mendengar suara ribut-ribut para hantu yang mengoceh entah apa itu.

Kekasihku yang tidak mendapat jawaban mengerut kesal, tapi dia sudah biasa dengan keiritanku dalam bicara.

" Sayang?" panggilnya ragu-ragu.

"Aji, aku tutup dulu," bisikku dingin.

"A-ap..."

Sambungan telepon langsung aku putus. Tidak mendengar apa yang dikatakan kekasihku. Nan jauh disana, seorang lelaki berambut jabrik berteriak kesal menatap marah ponselnya.

Aku melempar ponselku kesembarangan dan berdiri cepat menghampiri para hantu yang sedang berdebat satu sama lain. Tampak mengerumuni sesuatu yang membuatku memiliki firasat buruk.

"Nona Shely, lihat itu," kata seorang hantu tua menunjuk ke depan. Wajah tua nan pucat itu terlihat ketakutan sekali.

Aku langsung membawa mataku lurus kedepan. Hantu lelaki yang selalu mengikutiku sebulan terakhir ini, terlihat sangat berbeda sekali. Hal ini, adalah pertanda buruk.

"Darmawan kau..." kataku dingin tak melanjutkan kata-kataku lagi karena saking syoknya aku.

Tanpa sadar aku memundurkan tubuhku, mengepalkan tanganku erat. Kondisi hantu lelaki itu sangat berbahaya sekali.

"She-Shely, apa yang terjadi padaku?" tanyanya bingung menatap kedua telapak tangannya. "Ke-kenapa aku berkeinginan untuk memakan bocah ini?"

Aku mendesah dingin, melirik hantu anak kecil yang dipeluk erat oleh kedua orangtuanya. Lalu melirik tiga hantu lainnya yang memasang sikap waspada. Keenam hantu dirumahku memang merupakan satu keluarga.

" Nona, anak ini... "bisik hantu lelaki dewasa menunjuk Darmawan." Sepertinya dia aura negatifnya semakin bertambah!"

Aku bergeming menatap Darmawan dengan pikiran penuh perhitungan. Sejak awal aku tahu dia bukan hantu sembarangan. Aku sudah curiga ada yang berbahaya darinya, tapi tak menduga kalau seberbahaya ini.

"Darmawan, kau di bunuh..." aku merinding ngeri melihat pekatnya aura negatif yang mengelilingi teman hantuku itu. Perlahan namun pasti, energi negatif itu, melahap energi positifnya. Jika dibiarkan, Darmawan akan berubah menjadi hantu jahat yang mengerikan.

Darmawan terkejut tidak percaya. Namun bukan itu yang ingin dia tahu, tapi kenapa dia merasa sangat ingin sekali memakan hantu lainnya.

Aku memejamkan mataku sebentar, lalu kubuka menatap dingin dan marah Darmawan. "Darmawan, katakan permintaamu,"ujarku tegas. "Kalau kau menundanya lebih lama lagi, aku terpaksa mengirimmu ke akhirat sebelum kau menjadi bencana."

Darmawan tersentak kaget, dia tidak mengerti, tapi nada bicaraku terdengar serius. Darmawan, mau tak mau harus mendengarkannya. Selain itu, dia merasa kalau dia tidak mengucapkan permintaannya sekarang juga, dia akan kehilangan akal sehatnya. Dia takut, akan membahayakan temannya itu dan para hantu di rumah ini.