webnovel

2. Berkumpul

"Nin, are you okay?"

Kalimat pertama yang terlontar dari mulut para sahabatku saat aku dan Risa baru mendudukkan bokong di sofa cafe.

"Yeah. I'm okay," jawabku sedikit ragu.

Perempuan mana yang akan baik-baik saja setelah mengalami masa sulit sepertiku? Tapi aku mencoba untuk terlihat biasa saja di depan mereka. Aku tahu mereka pasti merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Melihat bagaimana tatapan mereka. Melihat bagaimana ekspresi mereka. Dan melihat bagaimana mereka menyempatkan untuk meluangkan waktu bersamaku.

"Rasanya waktu tiga tahun itu cuma sia-sia," ujarku memecahkan keheningan di antara kami.

Aku tahu arti diam mereka. Mereka ingin aku yang membuka cerita lebih dulu. Aku melihat Fia mengembuskan asap rokoknya dengan kasar, kemudian ia menatap lurus ke arah ku.

"Jujur, Nin, gue sakit hati bukan sama lelaki bangsat itu aja. Tapi sama perempuan itu juga. Benar-benar gak nyangka gue, sumpah."

'Gue juga, Fi. Lebih dari rasa sakit hati. Lebih dari rasa kecewa,' batinku.

"Mungkin udah jodohnya mereka begitu," ucapku. "Gue butuh rokok beberapa batang, boleh?" lanjutku memandang bergantian para sahabatku. Aku tahu, aku yang seperti ini adalah aku yang paling mereka benci.

"Gak boleh!"

Aku sudah menduga. Mereka sangat kompak melarangku menyentuh benda itu. Hah!

"Rokok gak bakal menyelesaikan masalah lo," ucap Amel. Aku hanya mengangguk.

"Dugem?" tanyaku. Aku melihat mereka saling pandang kemudian mengangguk. Ah, begini lebih baik.

"Dugem gak pake one night stand!" seruku lagi. Mereka kompak mengangguk.

"Tenang aja. Ini malam khusus buat lo, Beb," sahut Tika.

Akhirnya kami memutuskan untuk ke kelab malam saja tanpa melakukan one night stand seperti yang selalu mereka lakukan. Aku hanya butuh waktu untuk menghilangkan semua bayang-bayang sang mantan dari pikiranku. Semoga saja dengan usaha yang aku lakukan ini, semua memori tentangnya akan lenyap tanpa sisa.

Kami menghabiskan waktu menjelang langit gelap di kafe ini dengan berbagi banyak cerita. Aku merasa terhibur dengan beberapa kali kelakuan konyol sahabatku. Mereka selalu saja membuat acara kumpul seperti menjadi heboh. Bahkan beberapa kali pengunjung akan menolah ke pada kami karena suara tawa yang menggelegar.

Memang benar, rasa sesakmu akan berkurang jika kamu punya teman untuk berbagi. Sama seperti yang aku rasakan saat ini. Setelah banyak masalah yang aku lewati, keempat sahabatku ini selalu menjadi tempatku berbagi cerita. Meski mereka tidak terlibat di dalamnya, setidaknya mereka selalu ada saat aku butuhkan. Tanpa diminta sekalipun, mereka akan menawarkan diri.

"Hahaha.... Iya, gue gak bakal lupa kalo soal itu. Anjir! Malu-maluin lo," ujar Fia sambil menepuk lengan Tika membuat gadis itu berseru tidak terima. Aku dan yang lain hanya tertawa saja melihat tingkah konyol keduanya.

Next chapter