webnovel

Devil into Angel

Jovanka Alexandra, seorang gadis yang beranjak dewasa tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswi fakultas hukum menjalani hidupnya yang penuh dengan ke normalan dan penuh kebahagiaan. Memiliki paras cantik dan kepribadian yang sangat riang namun pemalas tapi tetap disukai oleh banyak orang. Akan tetapi, semua hal-hal indah dan penuh kebahagiaan dalam hidupnya mendadak harus lenyap karena Jovanka mengalami suatu kejadian buruk yang menimpa dirinya. Dan sejak saat itu, kehidupan Jovanka berubah hanya dalam waktu sekejap. (Terdapat unsur-unsur kalimat 18+) [HIATUS]

Wassap29 · Fantasy
Not enough ratings
11 Chs

She Told Him

"How's the party? Seru?" Cerca Hans disaat Jovanka baru saja membuka pintu mobil SUV hitam miliknya.

"Apa yang lo harapin dari partynya bapak-bapak sama ibu-ibu? Lo berharap ada DJ? Lampu kelap-kelip? Kalo Alkohol si ada, tapi DJ dan lain sebagainya? Mau bikin jantungan massal lo di sana?" bales Jovanka sambil menatap Hans jengah, sementara yang ditatap hanya tertawa saja melihat ekspresi Jovanka saat ini.

"Lagian gue tu semalem terselamatkan banget sama makanan di sana, lo tau Hans gue gaboleh minum sama ayah. Jadi kerjaan gue cuman makan doang"

Lagi-lagi Hans tertawa dibuatnya, sembari tangannya terurai untuk mengusak rambut Jovanka gemas. "Ya tuhan… emangnya kalau boleh minum, lo bakal ambil champagne-nya?"

"Ya iyalah jelas!"

"Anak kecil gaboleh minum"

"Gue udah 20 tahun kalau lo lupa"

"Umur legal minum alkohol 21 kalau lo lupa"

"Sialan lo Hans" bales Jovanka sambil tersenyum, sementara Hans tertawa lagi. Lalu kemudian dirinya baru menancapkan gas mobilnya meninggalkan rumah milik Jovanka.

Ramainya orang berlalu-lalang membuat Hans risih dibuatnya, bahkan saat ini kepalanya sudah mulai pusing karena banyaknya orang di mall saat ini. Tapi dirinya tidak bisa kabur begitu saja, karena Hans sudah terlanjur janji kepada Jovanka untuk menemaninya berbelanja di hari minggu yang amat sangat cerah ini.

Ini memang bukan kali pertama Hans menemani sahabatnya itu berbelanja, tapi untuk kali ini Hans terlalu malas dibuatnya hanya karena pengunjung mall yang begitu ramai.

Sedangkan Jovanka yang sibuk memilah-milah baju, matanya sempat tak sengaja melirik ke arah Hans yang sedang menatap ke sekelilingnya dengan ekspresi wajah yang masam. Sebutlah Jovanka adalah sahabat yang pengertian, karena saat ini Jovanka menghampiri Hans lalu menepuk pelan bahu pria itu. "Lo mau balik mobil? Atau mau pulang? Ntar gue bisa minta jemput supir" ujar Jovanka dan Hans langsung menggelengkan kepalanya.

"Engga, gue kan udah janji.."

"Yaudah, lo duduk situ aja. Merem ke atau apa gitu terserah" saut Jovanka sembari menunjuk sofa yang ada di toko baju tersebut.

"Yaudah, gue diem di sana ya"

"Iya.."

Selepas Hans pergi, Jovanka kembali melanjutkan acara memilah-milah bajunya. Dirinya juga merasa kasihan melihat Hans barusan, lagipula ini hari minggu. Kenapa orang beramai-ramai datang ke mall? Padahal biasanya semua tempat selalu padat oleh orang-orang itu setiap hari sabtu.

Yasudahlah, lagipula Hans masih bisa hidup meskipun di mall ini sudah banyak sekali orang sampai tidak sanggup untuk berjalan sekalipun.

"Kemana lagi kita?" Tanya Hans sembari meraih tas milik Jovanka lalu dia sampirkan di bahu miliknya.

"Eum… udah, gue cuman mau beli baju doang. Lo ada yang mau dibeli?" Tanya Jovanka balik.

"Gue mau nyari sepatu bentar"

"Oke, ayo!"

Sesampainya di toko sepatu, Jovanka dan Hans langsung mencari sepatu yang dirasa cocok dengan gayanya Hans. Mereka berdua terpisah, karena menurut Jovanka kalau mencarinya bersama-sama nanti barang yang dicari tidak akan ketemu.

"Oh, dapet!" Gumam Jovanka saat matanya melihat salah satu sepatu yang menurut dia sangat pas dengan Hans. Namun sayangnya sepatu tersebut cukup tinggi. Fyi saja, tinggi Jovanka hanya sebatas 159cm saja. Dia bukanlah wanita yang memiliki tinggi badan menjulang.

Mata Jovanka menatap sekitar, apakah ada petugas tokonya atau tidak. Namun sayang, dia tidak mendapati siapapun di sini. Tokonya sangat luas, dan semua petugas toko berkumpul di areal di mana Hans berada. "Ah ga tinggi-tinggi amat lah" gumam Jovanka lagi.

Kemudian dirinya berjinjit dengan susah payah untuk meraih sepatu tersebut, tapi tiba-tiba saja sebuah tangan dari arah belakang meraih sepatu tersebut, sehingga membuat Jovanka langsung membalikan badannya.

Dirinya mendapati seorang pria yang sedang tersenyum ke arahnya, tapi Jovanka merasa tidak asing dengan wajah tersebut. Dirinya seperti pernah melihat pria di hadapannya saat ini tapi Jovanka lupa.

"Kita bertemu lagi Jovanka" ucap Pria itu, Jovanka langsung terkejut dibuatnya. Dan dirinya langsung ingat di mana dia bertemu dengan pria tersebut.

"Kamu yang di-"

"Yap, betul! Kita bertemu kemarin di pesta" potong pria itu langsung.

"Kamu ngapain-"

"Harusnya saya yang bertanya, kamu ngapain sendirian di tempat luas seperti ini hm? Kemana orang-orang yang selalu ada di sekitar kamu?" Jovanka kembali dibuat terkejut. Pasalnya, pria ini tau dari mana kalau Jovanka tidak pernah bepergian seorang diri.

Jovanka tidak menjawab ucapan pria tersebut, dirinya hanya menatap pria tersebut lurus tanpa ekspresi. Tipikal Jovanka sedang ketakutan.

"Saya sudah pernah bilang bukan? Kesalahan kamu adalah datang ke pesta tersebut. Jadi, sebaiknya kamu harus lebih hati-hati mulai sekarang. Jangan sampai-"

"anda siapa ya?" Sontak Jovanka langsung bernafas dengan lega dibalik punggung Hans. Jovanka bersyukur dengan sangat Hans tiba-tiba datang menghampiri dirinya.

Pria tersebut tersenyum kepada Hans, sementara Hans kembali menatap tajam dan penuh selidik kepada pria tersebut. "Saya tanya sekali lagi. Anda siapa?" Tanya Hans lagi.

"Jaga Jovanka baik-baik ya? Jovanka, saya pergi dulu. Oh iya, ini sepatunya" ucap pria tersebut sembari menyerahkan sepatunya kepada Jovanka kemudian dirinya pergi begitu saja meninggalkan Hans dan Jovanka.

"Lo gapapa?" Tanya Hans langsung dan Jovanka menggelengkan kepalanya.

"Oke. Kita balik sekarang…"

Mobil Hans terparkir dengan sempurna di depan rumah Jovanka. Tapi baik Jovanka dan Hans sendiri belum ada yang mau turun dari dalam sana.

Hans memutar badannya menghadap Jovanka, menatap perempuan itu lurus. Sementara Jovanka hanya terdiam, menatap kosong ke arah sesuatu objek di hadapannya sekarang.

"Jo…" panggil Hans pelan, hanya dengan sekali panggilan Jovanka langsung menolehkan kepalanya menatap Hans sambil tersenyum simpul. "Masih bisa senyum lo? yang barusan siapa?" Tanya Hans, to the point.

"Gue gatau Hans.. tapi gue sempet ketemu sama orang itu di pestanya ayah kemaren" jawab Jovanka.

"Dia ga ngenalin diri dia siapa?" Tanya Hans lagi dan Jovanka hanya menggelengkan kepalanya saja.

"Ayah lo tau soal ini?"

"Engga. Gue ga bilang, gue ngerasanyanya tu orang gajelas aja… tapi barusan gatau kenapa gue takut banget Hans, dia bilang sesuatu seolah-olah gue tu kaya lagi dibuntutin sama orang gadikenal" ungkap Jovanka yang membuat Hans langsung menatap Jovanka lebih dalam.

"Maksud lo?"

"Orang itu tau kalau gue gapernah pergi sendirian. Dan dia bilang juga, kalau kesalahan gue tu dateng ke pesta ayah kemaren.. dia bilang kalau gue harus lebih hati-hati. Barusan juga dia bilang sama lo buat jagain gue baik-baik kan? Maksud dia apa ya Hans?" Hans menghela nafasnya panjang, lalu dirinya mengusap wajahnya kasar.

"Hans…" panggil Jovanka.

"Lo mending bilang sama ayah lo, beliau tau apa yang harus dilakuin. Gue gabisa apa-apa, gue juga gabisa nebak-nebak dia siapa.. spekulasi gue saat ini cuman saingan bisnis ayah lo.. tapi daripada ambil resiko, mending lo bilang aja. Ok? Demi kebaikan lo juga Jo" Jovanka hanya menganggukan kepalanya saja, sementara Hans tersenyum sembari mengusap kepala Jovanka lembut.

"Yaudah, ayo turun. Kita hangout di rumah lo aja, kalau di luar gue rasa ga aman buat lo"