webnovel

Devil's Fault

Ketika iblis wanita jatuh cinta Kita tidak bisa memilih untuk terlahir sebagai apa atau siapa. Dan Amartha tidak menyalahkan takdir, jika pada akhirnya ia terlahir sebagai iblis. Tapi satu yang Amartha sesalkan. Kenapa ia harus jatuh cinta pada sesosok pemburu iblis yang harusnya ia hindari? "Aku tidak pernah menyalahkan takdir, kecuali untuk satu hal," Amartha. "Apa?" "Kita. Kenapa takdir memberikan cinta jika akhirnya memutuskan kita berjalan ke arah yang berlawanan?" Amartha.

riskandria06 · Fantasy
Not enough ratings
10 Chs

Arkais - Iblis Terkuat

Amartha terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa pusing setelah ia menyadari bahwa ia baru saja bermimpi aneh.

Ia menyapukan pandangannya ke segala arah, mencari sosok yang ada dalam mimpinya- Miguel.

Sepi dan gelap.

Hanya dua kata itu yang menggambarkan ruang tempatnya berada saat ini.

Mungkinkah Miguel sedang pergi? Ia pasti akan segera kembali kan?

Amartha melangkah keluar dari dalam bangunan tua yang ia tempati.

Senja, ia bisa merasakan energi biasan cahaya kemerahan itu ke dalam tubuhnya.

Ia menutup kelopak matanya dan menikmati lezatnya aroma energi di sekitarnya. Itulah yang ia butuhkan kini. Setidaknya energi senja bisa mengobati sedikit rasa laparnya.

Setelah cahaya jingga itu hilang, perlahan langit mulai gelap. Amartha duduk bersandar pada pohon yang ada di depan bangunan tua yang selama ini ia tempati.

Kepalanya terus menoleh kesana-kemari, mencari keberadaan Miguel yang tak kunjung datang.

Ia bahkan sampai lupa waktu. Tak tau sudah berapa lama ia menunggu. Hingga sang fajar mulai menampakkan dirinya, dan memaksa Amartha untuk masuk kembali ke dalam bangunan tua agar energinya tidak terbuang sia-sia.

Seharian, Amartha duduk di atas tempat tidur dan memperhatikan sebuah lilin yang cahayanya semakin meredup saat ia menyipitkan matanya.

Seolah api di atas lilin itu patuh pada perintahnya.

Pikirannya mulai berkelana dan menjadi tak tenang. Apakah yang ia pikir hanya bunga tidur itu adalah hal yang nyata?

"Apakah Miguel sudah benar-benar meninggalkanku?" Lirihnya.

Ting!

Api pada lilin itu padam. Namun kali ini bukan atas dasar perintah Amartha.

Amartha tersentak menyadari jikalau bukan hanya satu lilin saja yang mati, namun keduanya.

Dan benar saja, ada aroma yang sangat tak asing masuk ke dalam indera penciumannya.

Amartha mengepalkan tangannya. Bersiap atas segala serangan yang mungkin saja akan ia terima setelah ini.

Tring!!

Ssrrrttt!!

Amartha berhasil menangkap benda tajam yang hampir saja mengenai punggungnya.

Ia menggenggam belati itu erat, hingga tampak cairan hitam yang mengalir dari telapak tangannya.

Tring!!

Amartha segera membantingnya sehingga menimbulkan suara dentingan yang cukup nyaring.

Pelahan, ia bangkit berdiri dan membalikkan badan ke arah datangnya belati itu.

Ia tersenyum sinis. Sementara dua pria di depannya masih menunjukkan ekspresi datarnya.

"Dasar mesin," ejek Amartha.

Pasalnya, ia tau pasti jika dua makhluk di depannya itu adalah anak buah dari Sang Raja Iblis.

Satu diantaranya tertawa meremehkan setelah mendengar suara Amartha yang masih tak gentar.

"Pintar juga kamu dalam mencari tempat persembunyian," puji salah seorang diantaranya.

"Lama tidak bertemu, Amartha," sambung iblis lainnya.

Amartha berjalan mendekat dengan penuh keyakinan. Ia bahkan kelewat berani untuk menyentuh bahu iblis yang baru saja menyapanya.

"Hmm.. benarkah, Eden? Sepertinya belum genap satu purnama aku pergi dari wilayah kalian," sahut Amartha dengan nada angkuhnya.

Iblis lelaki itu- Eden, tersenyum lalu mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Seharusnya kau mendengar perkataanku tempo hari sehingga-"

"Aku tidak pernah menyesali keputusan yang ku ambil, Eden. Kau tau betul bagaimana sifatku bukan?" Potong Amartha dengan nada santai.

Oldi- iblis yang datang bersama Eden, sekaligus merupakan sepupu dari Eden tertawa menggelegar hingga memecah keheningan yang sempat terjadi.

"Ayolah, Eden! Kau tau dia iblis penggoda. Jangan terlalu lama membuang waktumu! Mari segera kita habisi saja dia!" Oldi.

Amartha tampak masih fokus menatap Eden, setengah menggoda pria itu, pria yang pernah mengejarnya, agar berbalik arah dan berpihak padanya.

Bahkan, Amartha berpura-pura tidak tau jika Oldi mulai mengeluarkan senjatanya yang lain untuk menghabisi nyawa Amartha.

"Yang jelas, jika aku mati, mungkin kau akan menyesal, Eden. Tidak akan ada lagi iblis secantik aku yang bisa kau dekati," goda Amartha.

Sring!!!

Tringg!!

Berhasil.

Eden menempis belati Oldi yang nyaris saja memotong leher Amartha. Dalam hati, Amartha tertawa penuh kemenangan.

"Eden! Kau gila?" Oldi.

"Tidak, hanya saja aku-"

"Apa? Ck. Dasar bodoh! Dia musuh kita sekarang," sambar Oldi yang tampaknya tak ingin terlalu banyak basa-basi.

Eden tampak memikirkan kata-kata sepupunya itu. Namun, Amartha dapat menangkap jika Eden mulai goyah, dan ini sangat berbahaya untuknya.

Sebelum semua berubah menjadi lebih parah, Amartha melesat kencang sembari mencengram leher Eden hingga iblis itu mendesis kesakitan.

"Ke.. kenapa-"

"Sudah ku katakan, aku tidak pernah menyesali apapun yang menjadi pilihanku. Dan kau-"

"Uhukk..." Amartha ikut terbatuk saat merasakan cengraman yang sama ada di lehernya.

Tanpa bertanya, Amartha pun tau jika pelakunya adalah Oldi.

Amartha melihat seringaian muncul di bibir Eden.

"Tampaknya kita akan mati bersama," ujar iblis itu. Amartha tersenyum meremehkan.

Lalu Amartha mengeluarkan kuku-kuku panjangnya. Hingga ringisan iblis lelaki di depannya semakin terdengar jelas. Dan cairan hitam mengalir deras melalui ujung kuku-kuku Amartha.

Amartha dapat merasakan jika Oldi akan melakukan hal yang sama. Maka, secepat kilat ia mengeluarkan sayap hitamnya dan mengempaskan Oldi dengan kekuatan penuh hingga iblis itu terlempar dan membentur dinding hingga retak.

Amartha tertawa puas. Eden telah mati. Dan ia dapat menyerap kekuatan iblis yang tergila-gila padanya itu melalui darah yang menetes di sekitar kukunya.

Ia menjatuhkan tubuh Eden dengan begitu santainya.

Dan...

Pias...

Tubuh bercucuran cairan hitam itu lenyap begitu saja saat bersentuhan dengan lantai.

"Arrrgghh!" Kini giliran Amartha yang mengerang kesakitan.

Sebuah benda tajam berhasil menggores lehernya. Meninggalkan luka yang cukup dalam, memperburuk bekas cengkraman yang dibuat oleh Oldi.

Amartha membalikkan badan. Dan matanya membolat sempurna saat melihat empat iblis lain yang sudah siap dengan senjatanya.

"Hh.. sekarang giliranmu untuk meregang nyawa, cantik," ujar Oldi yang kini telah kembali berdiri dan menatap Amartha remeh.

'Mana bisa aku mengalahkan mereka berlima?' Batin Amartha.

"Jangan asal bicara, Oldi! Dia tidak pantas mati sekarang. Ia harus mendapat banyak hukuman dulu karena telah bersekongkol dengan Arkais dan membuat banyak masalah di kerajaan," sambar satu iblis yang lain.

"Terserah apa katamu. Yang penting cepat tangkap dia!" Balas Oldi yang langsung melesat ke arah Amartha.

Serrttt...

Oldi bergasil menarik bagian bawah pakaian Amartha. Namun, Amartha terlalu gesit hingga akhirnya pakaiannya sobek.

"Aarrgh!" Erang Oldi penuh emosi.

Tringg!!

Tringg!!

Mereka mulai melemparkan senjatanya ke arah Amartha. Dan semakin lama Amartha pun merasa kewalahan karenanya.

Tapi, ia tidak bisa pergi. Mereka menutup satu-satunya akses keluar dari bangunan tua ini yang Amartha ketahui.

'Miguel, kembalilah! Ku mohon tolong aku!' Batinnya sembari terus melesat menghindari lemparan benda tajam itu.

Tringg!

Tringg!

"Arrrgghh!" Sebuah belati berhasil menembus perut Amartha. Membuat iblis perempuan itu jatuh ke lantai yang dingin.

Tak cukup sampai situ, Oldi dan keempat iblis yang lain segera menghampirinya.

"Aarrrgghh!" Amartha terus meringis kesakitan. Namun ia berusaha bangkit dan menendang satu iblis yang berjarak paling dekat dengannya.

'Tidak! Kamu tidak bisa, Amartha! Keluar atau mereka akan menangkapmu dan menjadikanmu umpan,'

Takkk

Salah seorang iblis itu menendang tulang kering Amartha hingga gadis itu kembali terjatuh.

Dan sekuat tenaga, Amartha menarik kaki lawannya itu hingga ia pun ikut terjatuh.

Takk

Kali ini Oldi. Ia menendang Amartha. Membuat iblis perempuan itu benar-benar dilumpuhkan.

Amartha hanya dapat meringis kesakitan dan meringkuk memegangi perutnya yang terluka parah.

Tenaganya sudah benar-benar terkuras.

Tringg!!

Amartha kembali membolatkan matanya ketika melihat salah satu lawannya menggelepar di depannya.

Semua menoleh ke arah datangnya benda tajam yang berhasil bersarang tepat di area jantung iblis yang kemungkinan besar sudah mati itu.

Amartha tersenyum dengan bibir pucatnya. Dia, sosok yang sangat ia rindukan, akhirnya datang juga.

"Kak Arkais,"

***

Bersambung ....

Jangan lupa beri bintang dan review kalian terhadap cerita ini😊