webnovel

If You Died I'm Died

Karena posisi nya menjaga Dev, Ara memasang alarm untuk bangun lebih dulu.

Kring!!

Kring!!

Masih dengan mata tertutup Ara merabah untuk mematikan alarm dari ponselnya.

" Eungh... " Ia perlahan membuka matanya dan melihat jam di layar ponselnya.

" Hah?! " Pekik Ara melihat saat ini pukul 10 pagi. Apakah ia salah memasang alarm semalam?

" What the... "

Ara melihat ke brankar pasien dan Dev tidak ada disana.

" Waduh! Dev! " Ara mengetuk pintu kamar mandi. Satu-satu nya ruangan yang ada disana.

" Dev.. are you dare? "

Ara menempelkan telinga nya di pintu kamar mandi. Samar terdengar suara gemercik air.

" Dev... "

Tok

Tok

Tok

" DEVEN! LU ADA DI DALEM GAK?!! "

Teriakan Ara terasa bergetar di dalam ruangan itu.

" Ya, Ra!!! " Jawaban yang di tunggu-tunggu Ara.

" Dasar! Ganteng-ganteng budek " celotehnya. Kalau ia mengatakan itu depan Dev sudah pasti di cubit pipi nya.

" Wah... Ini gua bangun kesiangan anj.... Duh mana laper banget. Martabak semalam abis lagi. Apa gua ke kantin dulu ya? " Ara kembali mendekat ke kamar mandi dan sedikit berteriak.

" Dev! Gua ke kantin dulu ya! "

" Iyaa! "

Ara mengambil dompetnya dan keluar dari kamar. Aroma masakan yang lezat langsung menyambut hidung nya saat itu juga.

" Kalo begini gua sendiri yang susah " Ara melihat kanan dan kiri. Semua makanan nya terlihat enak.

Namun ada satu banner makanan yang membuat makanan lain seperti hilang sekejab.

" Bang, mau pangsit basah yang isi ayam satu terus yang isi sayuran satu ya "

" Siap, mbak. Total nya jadi 35 ribu "

Setelah membayar Ara duduk di kursi untuk menunggu pesanan nya.

" Aduh! Lupa bawa hp " celetuk nya.

Menunggu tanpa bermain ponsel akan terasa lebih lama. Hal yang Ara lakukan hanyalah melihat sekeliling kantin.

Dan yang sering muncul di matanya adalah para ibu hamil dan bayi. Ara bingung kenapa di dominasi oleh mereka, apa hari ini adalah hari khusus untuk pemeriksaan ibu anakatau apa? Atau dia hanya berkhayal?

" Mbak, pesanan nya udah siap "

" Eh? Iya "

Ara bangun dari duduk nya mengambil pesanan.

" Mas, ini... Kenapa banyak orang hamil sama anak bayi ya? Emang ada hari khusus untuk pemeriksaan mereka gitu? "

" Enggak mbak. Kan di sebelah sana memang bagian ibu dan anak jadi yang lewat banyak ibu hamil dan bayi " tunjuk penjual tersebut ke arah plang yang ada di dinding.

" Oh... Iya, yaudah makasih ya bang "

" Sama-sama, mbak "

Ara kembali berjalan menuju ruang inap Dev.

" Dev... Gue... " Kalimat Ara terpotong ketika melihat ada perempuan yang duduk di sofa.

Ara melirik Dev yang menyelimuti tubuh nya dengan selimut rumah sakit dengan rambut yang basah juga.

Perempuan yang duduk di sofa membelakangi Dev.

" Eh? Pagi... " Sapa perempuan berpenampilan rapih itu. Ia menggunakan celana bahan dan juga baju batik.

Ara tersenyum kakuk. Ia menatap Dev dengan arti meminta penjelasan.

Seperti mengerti tatapan Ara, perempuan di hadapannya pun langsung bicara lebih dulu.

" Maaf, saya datang terlalu pagi. Saya Feli karyawan di bidang IT di perusahaan pak Hariz "

" Lalu? "

" Saya di tugaskan membantu Dev untuk menyelesaikan kasus kemarin dan kedatangan saya kesini hanya ingin menjenguk dan berpamitan untuk kembali ke Canada " Ara melirik Dev lagi dengan tatapan kematian nya.

" Oh? Gitu... Udah bicara sama Dev? "

" Sudah, saya sudah berpamitan dan ada sedikit buah untuk Dev dan juga mbak " Ara memasang senyum palsu nya.

" Ya... Ya, terimakasih "

" Kalau begitu.. saya permisi. Dev, saya pergi dulu semoga cepat sembuh " Dev mengangguk sambil tersenyum.

" Mari... "

Feli keluar dari kamar inap dan ketika pintu sudah tertutup ini lah waktu yang menentukan keselamatan Dev.

" Ekhem " Dev berdehem.

" Kenapa? Gatel tenggorokan nya? " Ucap Ara sinis.

" Itu ngapain lagi selimutan kaya gitu. Terus rambut kenapa basah? " Terdengar ada nada kesal di sana.

" Kan aku habis mandi Ra... Aku juga belum pakai baju maka nya aku selimutan " mata Ara langsung membulat dan mendekat ke arah Dev.

" Oh... Gitu ya, ada perempuan lain malah gak pake baju maksud nya apa? "

" Ya... Aku minta bantuan kamu bantuin aku buat pake baju " Dev melepas selimut nya dan terpampang jelas dada bidang nya.

Ini kali pertama Ara melihat tubuh bagian atas Dev tanpa pakaian.

" Aku nungguin kamu dari tadi kedinginan Ra... "

" Lah itu pake celana bisa kenapa pake baju gak bisa? " Ucap nya masih galak.

" Kan tangan aku di infus harus di bantuin. Lagu pula... Emang mau bantuin aku pake celana...? "

Ara langsung membulatkan mata nya lagi sambil menahan malu. Untuk menutupi rasa malu nya itu Ara menarik telinga Dev.

" Dasar buaya... Lagi sakit masih gombal aja "

" Aduh... Sakit Ra " Ara melepaskan jeweran nya dan alhasil telinga Dev memerah.

" Aku pasien loh disini kamu malah nyiksa aku "

" Bodo amat! Pake baju aja sendiri! Huh! " Ara membalikkan badan nya dan berjalan ke arah sofa dengan menghentakkan kaki nya ke lantai.

Dev yang melihat sikap kekanak-kanakan Ara terkekeh kecil. Jika ia ketahuan tertawa mungkin bisa-bisa ia mati karena omelan Ara.

Ara memunggungi Dev dan membuka bungkusan makanan nya sambil terus menggerutu.

" Cepet sembuh ya... Saya mau berpamitan... Cih! " Selagi Ara mendiami Dev, ia memikirkan cara bagaimana memakai pakaian nya sedangkan infus harus terus berada di atas.

" Ra... " Panggil Dev sekali tidak ada jawaban.

" Ara... " Ara masih tetap asik mengunyah pangsit nya.

" Honey... Please help me "

Suara berat itu berhasil membuat Ara berhenti menyuap makanan nya.

" Shit! Shit! Ni laki bener-bener ya. Tau aja kelemahan gua! " Batin Ara.

Dengan wajah kesal Ara membalikkan badan dan seketika ia melihat Dev layaknya anime-anime yang di belakang nya ada cahaya terang.

Bagian dada nya terekpos begitu saja, rambutnya yang berantakan setengah basah serta ekspresi Dev yang membuat jantung Ara semakin berdebar.

" Apaan?! " Ucap nya menyembunyikan rasa malu nya.

" Bantu aku... "

Dengan tekad yang bulat dan pendirian yang di perkokoh Ara bangkit dan berjalan mendekat ke arah Dev.

" Hmmm... Yaudah sini " Ara mengambil kemeja inap itu dari tangan Dev. Karena posisi infus berada di tangan kanan nya maka memakai kan lengan pakaian itu dari kanan lebih dulu.

Dengan perlahan ia memasukan pakaian itu melewati jarum infus dan berhasil. Dan yang kedua baru masuk dari tangan kiri Dev.

Selama Ara memakaikan pakaian untuk nya, Dev bisa melihat wajah perempuan yang ia cintai sangat dekat. Dev tersenyum manis sambil terus menatap mata indah Ara.

" Ngapain liatin gue mulu sih? "

" Terhipnotis sama mata kamu " Ara melirik mata Dev lalu menyentil pelan kening nya.

" Lu kalo sakit bener-bener nyebelin ya Dev. Gak mau dah gua temenin lu lagi kalo kaya gini "

" Ululu... Nyebelin atau... Malu... "

" Dev... " Dev tertawa. Mungkin Ara menahan nya tapi dari mata, Dev bisa melihat bahwa Ara tersipu malu.

Setelah membantu Dev memakai pakaian nya Ara mengeringkan rambut Dev dengan hairdryer yang sudah tersedia.

Lagi dan lagi Dev menatap mata hijau Ara sambil tersenyum. Perempuan yang dikenal banyak orang sebagai gadis yang keras, kasar, dingin, berisik.

Tapi Dev melihat sisi lain dari Ara. She's Angel. Ara memang bukan tipe perempuan yang menunjukkan rasa sayang nya secara langsung. Tapi jika di perhatikan sebenarnya banyak hal spesial yang Ara lakukan untuk Dev.

Contoh nya saat ini, Ara merawat dan melayani Dev dengan baik. Tidak cerewet seperti biasanya. Tatapan juga berubah, bahkan nada suara nya juga berubah.

Ara adalah perempuan istimewa sepanjang hidup Dev. Tidak ada yang bisa menjadi seperti Ara dan tidak ada yang bisa menggantikan Ara di hatinya.

Setelah ibu dan adik nya Ara adalah satu-satu nya perempuan yang akan menjadi cinta terakhirnya.

" Ra, aku ada pertanyaan "

" Apa? " Dev mendekatkan wajah nya lebih dekat dengan Ara.

" Can you stay with me forever? " Dev menggunakan suara berat nya sambil menatap Ara tulus.

Sebelum menjawab Ara menyuapi Dev pangsit ke mulutnya.

" No... "

" Why? You have another home? " Ara terkekeh kecil.

" Tidak, kecuali disini... " Ara memegang dada sebelah kiri Dev tepat di jantung nya.

Ara dapat merasakan detak jantung sang kekasih dengan jelas. Dan entah mengapa itu membuatnya sedih.

" Lo dan gue hanya manusia biasa Dev, And God of all. Someday... Kalau gue yang pergi lebih dulu rasa gue ke lo gak akan pernah habis. Gua akan tetap ada disini " Ara masih terus memegang dada sebelah kiri Dev.

" Dan... Gue gak akan larang lo mau izinkan siapapun untuk isi hati lo lagi. Tapi... Gua akan tetap disana karena tempat ternyaman gua sampai saat ini adalah lo "

" Why you said that? Kamu suruh aku buka hati untuk orang lain jika kamu pergi. Lalu, kamu sendiri? Apa kamu akan buka hati untuk orang lain ketika aku pergi? "

Sekarang tidak ada mangkok yang membuat jarak antar mereka berdua. Dev sudah memegang tangan dan pinggang Ara. Jarak keduanya sangat dekat

" Enough Dev... " Ara menahan air mata nya agar tidak terjatuh.

" No... Answer me. Kalau kenyataan nya aku yang pergi duluan bagaimana dengan kamu? "

" Gua gak mau jawab "

Entah apa yang Ara fikirkan sampai bicara seperti itu. Tapi Dev sungguh tidak menyukai nya. Untuk membayangkan nya saja menakutkan apalagi dipaksa untuk memutuskan.

Dev langsung membawa Ara kedalam pelukan nya. Dan saat itu juga tangis Ara langsung pecah.

" If you die, i'm die Dev " jawaban Ara dari pertanyaan sang kekasih melalui benak nya.

Dev mengelus lembut rambut Ara memberikan nya ketenangan. Sambil menenggelamkan wajahnya di leher Ara. Semerbak harum rambut Ara tercium oleh Dev. Harum yang sama seperti pertama kali ia memeluk Ara.

Next chapter