webnovel

Terjadi Pembunuhan

"Saya akan pindah kamu ke dalam tim detektif di markas besar kota ini. Kamu akan saya kirim untuk membantu para detektif di sana dalam menyelidiki kasus-kasus pembunuhan dan kekerasan yang terjadi di kota ini. Kamu siap kan?" kata Gunawan sebagai kepala kepolisian di kantor ini.

"Siap Pak! Dengan senang hati," jawab Azara dengan tegas.

"Bagus. Sekarang kamu boleh pulang, dan kamu punya waktu seminggu untuk beristirahat dulu di rumah sambil mempersiapkan diri untuk pindah ke sana," lanjut Gunawan dengan senyuman yang ramah.

"Siap Pak! Terimakasih. Permisi," Azara beranjak dari tempat duduknya dan keluar meninggalkan ruangan itu.

Di luar, terlihat Rama sudah menunggu Azara dari tadi.

"Kamu di sini?" tanya Azara melihat ke arah Rama.

"Kamu menerima pemindahan itu?" tanya Rama dengan raut wajah yang sedih.

"Apa seorang bawahan seperti aku ini bisa menolak perintah atasan?"

"Tapi aku pasti akan sangat kehilangan kamu," kata Rama sambil meraih tangan Azara yang sedang sibuk membereskan barangnya.

Azara segera melepaskan tangan Rama.

"Jangan lebay! Jadi polisi itu nggak boleh lemah. Harus strong!" kata Azara melirik ke arah Rama.

"Tapi kamu tahu nggak kalau di sana itu sangat berbahaya. Apalagi kamu perempuan kan," kata Rama dengan wajah yang sangat cemas.

"Tugas polisi itu sama. Nggak memandang genre laki-laki atau perempuan. Jadi kamu harus ingat jangan pernah libatkan gender ke dalam tugas polisi!" lanjut Azara sambil melanjutkan membereskan barangnya lalu membawanya keluar.

Rama sangat merasa bersalah atas apa yang tadi dia ucapkan kepada Azara.

Dengan cepat Rama mengejar Azara dan membawa mobil patroli untuk mengantarkan Azara pulang ke rumah.

"Maafkan aku, aku bukan bermaksud untuk menyinggungmu tadi," kata Rama menghentikan langkah Azara.

"Nggak papa. Kamu ngapain bawa mobil ini?"

"Mau ngantar kamu lah. Ayo masuk!" sahut Rama sambil membukakan pintu mobilnya untuk Azara.

Tanpa berpikir panjang, Azara masuk ke dalam mobil dan membiarkan Rama untuk mengantarnya ke rumah.

Sesampainya di rumah, Rama segera pamit untuk kembali bertugas ke kantor.

"Kamu semangat ya," kata Rama sambil tersenyum.

"Iya. Terimakasih, kamu juga hati-hati." Azara melambaikan tangannya dan berjalan masuk ke rumahnya.

Ketika baru sampai di depan pintu, Azara menjatuhkan semua barangnya ketika ia melihat ayahnya sudah terkapar di lantai rumahnya.

Matanya melotot dengan mulut yang terbuka lebar.

Azara melihat badan ayahnya sudah lemas tak berdaya dengan bersimbah darah.

Azara segera menghubungi ambulance untuk datang ke rumahnya.

"Ayah... Sadar Ayah... Jangan tinggalkan aku..." tangis Azara pecah ketika mendapati Candra sudah mulai tidak sadarkan diri.

"Ayah... Siapa yang melakukan ini padamu? Bertahanlah! Sebentar lagi ambulance datang untuk membawamu."

"Ayah akan menyusul ibumu. Kamu jaga diri baik-baik ya. Jangan pernah melawan orang ini, ayah nggak mau kamu terluka. Dia adalah orang yang sangat kuat. Ayah mencintaimu dan akan selalu mengingatmu," kata Candra sebelum akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir.

"Ayah..." teriak Azara mengguncangkan badan Candra yang sudah tak bernafas lagi.

Ambulance datang beserta mobil polisi yang dengan sigap segera ke alamat tujuan ketika mendengar ada korban pembunuhan.

Azara hanya bisa menangis, tubuhnya lemas mendapati ayahnya yang sudah tidak bernyawa lagi.

Rama datang kembali ke rumah Azara ketika ia mendengar berita ini.

Rama segera memeluk Azara yang sangat terpukul. Dia tak peduli keramaian yang terjadi di rumahnya saat ini, tatapannya kosong dengan berurai air mata yang membasahi wajahnya.

Rama segera membawa Azara untuk pergi ke rumah sakit menyusul mobil ambulance yang sudah lebih dulu membawa ayahnya ke sana.

Di rumah sakit, tubuh Azara semakin lemas. Rasanya dia ingin pingsan, tapi Rama hampir tak mau melepaskan pelukannya dari tubuh Azara.

Terlihat Lisa juga datang ke rumah sakit setelah mendengar berita ini.

Lisa adalah teman sesama dokter di rumah sakit tempat Candra bekerja.

Lisa yang sangat menyukai Candra sudah sejak lama ini merasa begitu sedih dan terpukul atas kepergian Candra yang begitu mendadak.

Sementara pihak polisi sedang sibuk menyelidiki kasus ini.

Termasuk Azka, seorang detektif muda yang selalu berhasil mengungkap kasus pembunuhan seperti ini.

"Apa sudah ditemukan sidik jari pelaku?" tanya Azka kepada rekannya, Arya.

"Belum ada. Belum ada kabar dari badan forensik," jawab Arya pelan.

"Sudah cek CCTV?"

"Sudah. Tapi tidak ada CCTV yang menyala pada saat kejadian itu," jawab Arya lagi.

"Sial! Ini pembunuhan berencana!" gumam Azka geram sambil mengepalkan kedua tangannya.

"Gue harus pergi sekarang!" lanjut Azka segera meninggalkan Arya sendirian.

"Hei... Mau kemana lo?" teriak Arya memanggilnya lagi.

Dengan cepat Azka segera menuju ke rumah korban. Di sana sudah terpasang tanda kuning yang mengelilingi rumah Azara.

Azka masuk ke ruang tamu dan mencoba untuk mencari sesuatu yang bisa dia jadikan bukti untuk kasus ini.

Namun Azka tak berhasil menemukan apapun di sana.

Rumah itu sama sekali tidak menampakan tanda tanda yang mencurigakan.

Azka lalu berjalan menuju ke ruangan dimana tempat korban tadi tergeletak.

Namun di sana juga tak ada sesuatu yang mencurigakan.

"Sial! Beraninya dia melakukan pembunuhan di sini. Lalu bagaimana bisa dia menusuk korban tepat mengenai bagian jantungnya? Dan dia juga memotong jari kaki korban dan dibawanya pergi. Sepertinya pelaku bukan orang sembarangan. Aku yakin dia sudah pernah melakukan pembunuhan sebelum ini," ucap Azka mulai berspekulasi sendiri.

Azka keluar meninggalkan ruangan itu, lalu dia menemukan kartu nama korban yang tergeletak di halaman rumah.

Azka segera mengambil plastik dan sarung tangan untuk memungutnya.

"Semoga ini bisa dijadikan bukti kecil nanti," gumam Azka pelan sambil melanjutkan langkahnya keluar dan meninggalkan rumah itu.

Di rumah sakit, sudah nampak dua orang detektif muda yang juga merupakan rekan satu tim dengan Azka. Mereka adalah Arya dan Angga.

Mereka berniat untuk menjadikan Azara sebagai saksi. Karena Azara adalah satu-satunya orang yang ada di tempat kejadian pada saat itu.

"Apa Anda bisa ceritakan apa yang Anda lihat tadi?" tanya Angga menatap tajam mata Azara yang bengkak.

"Saya pulang dan saya sudah mendapati ayah saya bersimbah darah. Apa masih belum diketahui siapa pelakunya?" sahut Azara dengan keadaan masih lemas.

"Kami masih berusaha untuk menyelidiki kasus ini. Apa mungkin Anda mencurigai seseorang?"

"Saya tidak tahu. Tapi tadi ayah masih sempat sadarkan diri dan dia bilang, jangan melawannya karena ayah tidak mau aku terluka. Dia orang yang sangat berbahaya katanya. Tapi saya tidak tahu maksud ayah apa," jawab Azara lirih.

Setelah mendengar keterangan dari Azara, Arya dan Angga pergi dari tempat itu dan meninggalkan Azara yang masih sangat merasa kesal kepada pelaku yang sudah tega membunuh ayahnya.

"Siapa yang sudah tega melakukan ini pada ayah? Kenapa dia mengambil jari kaki ayah dan membawanya pergi?" tanya Azara pelan pada dirinya sendiri.

Next chapter