webnovel

Bab 4. Rahasia Yanti

Rahma berlari ke kamar. Menutup wajah yang memerah dengan tangannya. Tubuhnya yang masih basah bersandar di daun pintu, mengatur nafas yang tersengal.

Deg... deg....

"Apa Dimas menyukaiku? Atau hanya ingin mempermainkan aku saja? Laki-laki itu semua sama," dengusnya pelan.

Sementara itu di kamar Dimas.

"Apa? Kamu suka sama bocah ingusan itu? Ayolah, kamu nggak serius kan?" tanya Yanti dengan tangan di pinggang.

Dimas yang duduk di tepian ranjang hanya tersenyum penuh arti. Membuat Yanti bingung.

"Ayolah, Dim.

Lalu Yanti pun memberanikan diri duduk di pangkuan suaminya.

"Sayang, besok ulang tahunku. Aku mau merayakannya dengan teman-teman kuliahku. aku mau menginap di hotel dekat puncak ?"

Dahi Dimas mengkerut, kebiasaan Yanti menghambur- hamburkan uang tak bisa di kendalikan lagi. Tak cukup dengan aneka krim-krim wajah, bonding rambut dan spa di salon tiap minggunya, Yanti berdalih semua itu demi dia. Tapi Dimas tak bisa menolaknya.

"Ya, sudah. Kamu aku izinkan," ucap Dimas pelan.

Yanti bersorak kegirangan. Mengecup pipi Dimas, lalu berlari kecil ke arah lemari untuk membereskan pakaiannya.

"Ini cantik nggak?" Dim... Cantik nggak?" tanya Yanti sambil mengeluarkan koleksi dressnya yang cantik.

"Terserah kamu aja!" ucap Dimas tanpa menoleh.

***

Hari sudah sore, Rahma menggenjot sepeda tukang kebun yang di pinjamnya secara paksa. Tanpa sepengetahuan Dimas, ia kembali ke rumah untuk mencari Abah.

"Assalamualaikum, Abah Abah!"

Tak ada jawaban, setelah menaruh sepeda di pelataran, Rahma melangkah masuk menuju kamar. Nampak Abah berbaring menghadap dinding. Rahma memperbaiki selimut Abah. Lalu menanyakan keadaannya.

"Abah, sudah makan ?"

"Abah, sudah minum obat?"

Masih senyap tak ada satupun pertanyaan Rahma yang di jawab Abah. Rahma terdiam, takut menggangu tidur Abahnya.

Rahma menuju dapur membuat kopi hitam kesukaan Abah lalu menaruhnya di meja dekat ranjang.

Posisi tidur Abah yang tak berubah membuat Rahma heran. Bahkan tak terdengar suara batuknya sekalipun. Rahma menyentuh pundak Abah Lalu menelentangkannya. Ada darah yang sudah membeku di sisi mulut Abah. Dan, membekas di bantal.

"Abah... Abah!!!"

Rahma panik. Ia pun menggoyang-goyangkan badan Abah menyuruh bangun. Tapi nihil. Sekujur tubuh Abah dingin bagai es. Ternyata Abah meninggal.

***

Dulu, keluarga Rahma bahagia, ada Abah dan Ibu. Tapi di saat Rahma berumur 15 tahun, Ibu tergiur ingin menjadi tenaga kerja ke luar negeri. Seperti bu Delis dan bu Deji, teman Ibu yang sukses menjadi juragan sayur. Yang hanya berawal menjadi TKW ke luar negeri. Mereka mengumpulkan uang dari gajinya sebagai pembantu. Sedikit demi sedikit uang di tabung lalu membeli tanah untuk di tanami sayuran di desa. Kini bu Deji dan bu Delis telah sukses dan menetap di desa.

Berbeda dengan Ibu, susah payah Abah mencarikan uang untuk memberangkatkan Ibu ke luar negeri. Hingga berhutang ke Pak Bayu. Itulah awal malapetaka.

Bulan berganti bulan hingga tak terasa hampir 2 tahun. Tapi Ibu tak kunjung pulang. Hingga suatu hari bu Delis berlari ke rumah, katanya ada telepon dari Ibu.

Abah dan Rahma berlari tergopoh-gopoh menuju rumah bu Delis lalu meraih gagang telepon.

"Rat, kapan pulang?" tanya Abah terbata. Mengharap suara di seberang sana juga merindukan dirinya.

"Aku ndak mau pulang, Bah. Di sini aku hidup enak, semua terjamin. Aku Cuma mau bilang, tolong ceraikan aku. Sebulan lagi aku mau menikah sama sopir juraganku. Sama-sama orang indonesia, Tolong ceraikan aku!"

Gagang telepon terlepas dari tangan Abah, wajahnya berubah merah padam. Tanpa berkata sepatah kata pun Ia berlalu di hadapan bu Delis. Terlihat dari raut wajah abah bahwa suara di seberang sana membuatnya kesal.

Rahma yang penasaran langsung menyambar gagang telepon.

"Bu, apa kabar ? Kemana saja ibu selama ini. Ini Rahma bu. Rahma kangen. Kapan ibu pulang? ada apa ? Kok, Abah marah ? rentetan pertanyaan Rahma untuk orang yang di sayanginya.

"Ibu mau menikah, Ibu menyuruh Abahmu mengurus surat cerai. Ibu sudah hidup enak di sini. Semua serba ada. Semua cukup. Ibu nggak mau balik lagi ke kampung, Ibu sudah bosan hidup susah," ucap Ibu gamblang.

"Terus hutang ke Pak Bayu gimana, Bu ? Ibu tega ," ucap Rahma nyaring.

"Hidup ini pilihan Rahma! Ibu nggak mau selamanya kerja nanam padi di sawah. Ibu juga pengen hidup enak, dan abahmu tidak bisa mewujudkan keinginan Ibu. Disini Ibu cuman kerja ngurus nenek tua. Tapi gajinya bisa beli emas dan beli motor," ucap Ibu sombong.

"Terus kenapa Ibu nggak mengirimkan uang sedikit pun untuk menyicil hutang ke Pak bayu?"

Tuttuttut....

Telepon di tutup. Rahma mulai terisak, tak terasa air matanya menggenang.

Sejak itu Abah bertekad, andai Ibu kembali suatu saat nanti. Abah akan membunuhnya.

***

Jenazah Abah telah di kebumikan. Tiba- tiba hujan turun dengan derasnya seakan ikut berduka atas meninggalnya Abah. Satu per satu warga pulang meninggalkan Rahma yang masih berjongkok memeluk nisan bertuliskan nama Abah.

Sebuah payung berwarna merah muda terang menaungi Rahma. Membuat Rahma menoleh kepada pemiliknya.

Itu Dimas. Pria itu seperti ikut merasakan kesedihan Rahma.

Dimas berusaha mengajak Rahma pulang. Rahma menggaguk tapi ia meminta pulang kerumahnya saja. Rasanya ia sekarang ingin mati saja.

***

Di puncak.

Ulang tahun Yanti di rayakan dengan mewah. Semua temannya hadir dengan pasangan masing-masing. Kecuali Dimas. Entah kenapa suaminya tak ingin ikut hari itu. Padahal ini acara penting. Tapi Dimas... Biarlah. Yang penting Yanti bahagia.

Suara musik yang berasal dari putaran cd seorang Disk jockey dan di tambah lampu kerlap-kerlip membuat suasana semakin meriah.

Yanti yang sedari tadi tak sabar, bolak- balik menatap jam tangannya. Menunggu seorang tak kunjung datang.

Yanti memakai dress berwarna hitam ketat diatas paha. Kakinya yang jenjang dengan hells 5 cm membuat penampilannya mudah di kenali karena ia tampil paling cantik malam ini.

"Maaf, sayang. Aku terlambat," ucap orang itu sembari melingkarkan tangan di pinggang Yanti.

"Danu , dari mana aja sih !"

"Ada urusan dikit," ucap Danu dengan senyum khasnya.

Yanti tersenyum bahagia. Ia mengajak Danu bergabung dengan teman-temannya. Bergoyang bersama di bawah lampu dan musik yang menggema.

Tepat jam 12 malam pesta selesai, Danu dan Yanti saling berkejaran menuju kamar. Satu persatu pakaian mereka terlepas dan larut dalam buaian kemesraan. Ya , kenikmatan duniawi.

Di saat dinginnya sikap Dimas terhadap Yanti, ada Danu yang datang siap menghangatkannya. Hingga Yanti terbiasa berbagi dan bercerita sebagai teman curhat. Saat Danu masih menjadi sopir tak jarang Yanti melayani nafsunya Danu. Tak ada cinta tapi untuk bersenang-senang saja.

Malang nya Dimas tak tahu sedikitpun keliaran Isterinya. Ternyata kepercayaan Dimas menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.

Pernikahan Dimas dan Yanti awalnya juga demi Papanya, agar bisnis Pak Bayu semakin berkembang. Karena Ayahnya Yanti seorang Owner koperasi simpan pinjam. Yanti sudah terbiasa hidup mewah, pergaulannya pun bebas, biarpun Dimas melarangnya tapi Yanti tetap melakukannya.