2 Mengejar Impian

La Toule de Music Academy, salah satu sekolah musik terbaik di Jakarta, tempat di mana Agnes menimba dan mengasah keterampilan musiknya. Salah satu alat musik yang ia kuasai adalah biola dan cello.

Memiliki darah seni dari sang ibu yang merupakan warga negara Perancis dan Brazil membuat Agnes semakin menggilai dunia musik, terutama musik klasik. Tak jarang, Agnes harus berlatih selama lima jam hanya untuk belajar menggesek biola dan cello dengan benar dan juga sempurna, karena semua itu ia lakukan demi menyenangkan hati sang ibunda yang menuntut kesempurnaan dari setiap latihan Agnes. Sedangkan sang ayah, George Laurel, adalah seorang pengusaha di bidang logistik yang sangat sukses. Namun karena kesibukan kedua orang tuanya, Agnes jarang di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat latihan, menuangkan segala emosinya ke permainan biolanya yang terkadang membuat sang guru, Odele Naida khawatir dan cemas."

Hari ini tak pulang lagi, ya?" tanya Odele menepuk pelan bahu kanan Agnes.

Agnes hanya tersenyum simpul, melanjutkan kembali permainannya.

Nona Odele hanya menarik nafas panjangnya dan tak mengganggu Agnes.

"Saya lelah, boleh saya istirahat dulu?" dengan nafas tersengal dan jari gemetar, Agnes menghentikan latihannya.

"Istirahatlah, Nes. Kamu kelihatan sangat lelah. Apa sekolahmu baik-baik saja?"

Agnes mengangguk. "Ya, semua berjalan baik, bahkan terlalu baik."

Bukannya sang guru tak tahu dengan kondisi keluarga Agnes, akan tetapi ia tak ingin ikut campur dalam urusan orang lain, apalagi ibunda Agnes adalah investor terbesar di La Toule de Music Academy ini, jadi mana mungkin ia berani mengusik Agnes.

"Mami kamu apa lagi ke luar negeri, Nes?" tanya Nona Odele pelan duduk di sebelah Agnes.

"Mami mana pernah ada waktu sih, Bu buat aku? Aku bisa lihat dia pulang aja udah bersyukur. Makanya, aku ga pernah berharap banyak dari mami, karena ...." Agnes menundukkan pandangannya.

"Karena apa, Nes?" semakin penasaran Odele.

"Karena aku bermain musik demi membahagiakan mereka yang telah mendukungku, terutama mami. Meski jarang bertemu, tapi mami selalu beri aku dukungan, jadi aku harus bisa mencapai apa yang aku inginkan, bukan Nona Odele?" senyum Agnes tiba-tiba mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Odele Naida.

"Kamu punya semua itu, Agnes. Jangan menyerah demi masa depanmu, ya." Odele menepuk pundak Agnes sembari tersenyum.

***

Di tempat lain, sebuah rumah besar dengan pagar putih menjulang tinggi serta beberapa mobil Eropa memenuhi garasi luas bangunan yang mungkin bisa disebut mansion. Halaman yang luas, serta sebuah taman mini dengan air mancur yang berada tepat di tengah lapangan yang luas itu.

"Selamat datang, Tuan Claudio. Apakah Anda ingin dibuatkan teh hangat dengan perasan lemon?" Seorang pria dengan pakaian butler membawakan tas Claudio dan jas seragam sekolahnya.

"Tidak, Paman Berry. Aku sedang tak haus, siapkan saja pakaianku. Dia pasti sudah menungguku."

Tanpa berlama, Berry, sang kepala pelayan segera menyiapkan pakaian Claudio dan sebuah tas warna coklat kecil-panjang.

"Apa dia sudah datang?" tanya Claudio merapikan pakaiannya.

"Sudah, Tuan. Beliau ada di dalam, menunggu Tuan." Bungkuk Berry.

"Hmm, baiklah."

Claudio memasuki sebuah ruangan yang cukup luas di kediaman kedua orang tuanya. Ruangan yang khusus digunakan Claudio untuk berlatih mengasah kemampuannya bermain biola, flute, cello, dan piano.

"Selamat sore, Nona Agatha. Maaf, membuat Anda menunggu lama." Claudio membungkukkan badannya, memberi hormat.

"Selamat sore, Tuan Claudio. Tak apa, Anda kan juga harus sekolah, saya memakluminya." Sahut wanita berumur 25 tahun yang dipanggil Agatha itu.

"Jadi, kita mulai sekarang?"

"Baik, Tuan Claudio. Silakan."

Claudio Alfredo Regazka, anak dari Daniel dan Donna Sebastian Regazka. Kedua orang tuanya adalah pebisnis dan fashion designer. Ayah yang seorang pebisnis dan ibu pemilik butik ternama di Jakarta, membuat Claudio tak jauh beda nasibnya dengan Agnes, lahir dari keluarga kaya raya, namun sering ditinggal pergi orang tua.

Hari itu, Claudio seperti biasa berlatih dengan guru musik pribadinya, Agatha. Pergelangan yang lentur serta jemari panjang miliknya telah lihai memainkan alat musik di ruangan pribadi Claudio berlatih, namun secara tiba-tiba ia langsung terjatuh dan pingsan. Agatha segera memanggil Jhon, kepala pelayan kediaman Regazka dan terlihat terkejut. Segera ia memanggil dokter pribadi keluarga Regazka dan memeriksanya dengan teliti.

"Kenapa Tuan Claudio bisa sampai pingsan, Nona Agatha? Apa Anda memintanya berlatih keras?" tanya Jhon Berry sedikit tegas.

"Tidak! Sama sekali tidak, Kepala Pelayan! Tuan Claudio tiba-tiba saja jatuh pingsan saat masih latihan," sahut Agatha meyakinkan.

Tak lama, dokter keluarga Regazka keluar kamar Claudio dan segera diinterogasi oleh Jhon.

"Bagaimana, Dokter? Apa yang terjadi dengan Tuan Claudio?"

"Sepertinya beliau mengalami kelelahan yang teramat sangat, apa Tuan Claudio banyak kegiatan akhir-akhir ini?" tanya sang Dokter.

"Kegiatan? Saya rasa tidak, selain sekolah dan musik," sahut Jhon.

"Baik, saya mengerti. Saya telah memberinya cairan penambah tenaga dan juga obat untuk Tuan Claudio. Jika beliau masih seperti ini, segera bawa ke rumah sakit, dan katakan pada Tuan Claudio agar ia lebih banyak istirahat."

"Baik, Dokter. Akan saya sampaikan, terima kasih. Mari, saya antar." Jhon membuka tangannya lebar, mengantar kepergian dokter pribadi keluarga Regazka. Sementara itu, Agatha yang masih berada di luar kamar mendengar suara lenguhan Claudio yang mulai tersadar. Tanpa pikir panjang, Agatha masuk ke kamar Claudio dan melihat matanya mulai terbuka sedikit demi sedikit.

"Tuan Claudio, Anda sudah sadar." Ucap Agatha mendekati Claudio.

"M-mataku! A-ada apa dengan mataku!?" panik Claudio mengangkat tangan kirinya, namun hanya berupa bayang samar.

"T-Tuan Claudio, ada apa? Kenapa mata Anda?" panik Agatha.

"N-Nona Agatha, a-apakah itu Anda? Di mana Anda sekarang?" tanya Claudio meraba-raba sekitar.

Agatha tentu saja shock melihat kondisi Claudio yang tiba-tiba tak bisa melihat! Ia mulai panik dan menggenggam jemari Claudio sembari berkata, "Saya di sini, Tuan. Saya berdiri di di samping Anda." Agatha menahan isak tangisnya.

"S-saya takut, Nona Agatha. Kenapa mata saya jadi tak bisa melihat? Apa ... apa ada yang salah dengan saya? Bagaimana saya bisa mengejar impian saya jika saya tak bisa melihat, Nona?" Claudio mulai panik dan gusar.

"Nona Agatha! Apa yang sedang Anda

lakukan di kamar Tuan Claudio? Lancang sekali Anda main masuk begitu saja!" Jhon marah melihat Agatha memeluk Claudio.

"M-maafkan saya, Tuan Kepala Pelayan. S-saya hanya ... hanya ...." Claudio menggenggam tangan Agatha tiba-tiba. Ia menggelengkan pelan kepalanya seolah memberi tahu jangan sampai kepala pelayan tahu karena ia pasti akan menyampaikan langsung pada kedua orang tuanya. Jhon melirik sekilas ke arah Agatha, sedikit mengangkat alisnya dan berkata, "Nona Agatha, karena Tuan Claudio sudah sadar, beliau perlu istirahat, jika Anda tahu apa yang saya maksud."

"Oh, b-baiklah, Tuan Kepala Pelayan. Saya mengerti maksud Anda." Agatha mengangguk. Claudio yang masih kehilangan penglihatannya secara tiba-tiba juga masih menggenggam tangan Agatha, Jhon lagi-lagi berkata, "Tuan Claudio, ada apa dengan Anda? Apa Anda baik-baik saja?"

Sebenarnya, Agatha ingin sekali memberitahukan keadaan Claudio pada kepala pelayan. Namun, ia tahu resiko apa yang akan ditanggungnya jika ia berkata jujur, tak akan ada yang percaya, juga dirinyalah yang akan disalahkan oleh kedua orang tua Claudio yang memiliki pengaruh kuat dan orang terkenal.

"Nona Agatha, Anda masih di sana? Tuan Claudio harus istirahat. Apakah Anda akan tetap memaksanya bermain?" tanya Jhon dengan suara sedikit tinggi.

"O-oh, tidak ... tidak, Tuan. S-saya mengerti." Agatha langsung melepaskan genggaman tangan Claudio dan berkata, "Tuan Claudio, saya permisi dulu, latihan kita akan dilanjutkan hingga Anda sembuh, Tuan."

Agatha bersiap berdiri, namun tetap ditahan oleh Claudio. "T-Tuan?" terkejut Agatha karena Claudio menariknya kuat-kuat.

"Tuan Claudio!" kejut Jhon.

"Lalu, bagaimana jika aku tak sembuh, Nona Agatha? Apakah aku bisa masuk ke sekolah musik yang aku inginkan? Anda bilang, Anda akan membantu saya bukan? Lalu, sampai kapan aku berlatih? Jemariku sudah cukup mampu untuk menunjukkan kemampuanku!" Claudio menggenggam erat tangan Agatha dan hal itu membuat Jhon Berry, sang Kepala Pelayan sedikit marah.

"Tuan Claudio! Tolong jaga sikap Anda! Bagaimana mungkin Anda bisa bicara dan bersikap seperti barusan?"

Namun Claudio tak mengindahkan ucapan kepala pelayan yang juga baby sitter-nya ketika ia masih kecil. Tubuhnya direbahkan kembali dan memunggungi Jhon juga Agatha.

"Keluarlah, aku ingin sendiri." Ucap Claudio membenamkan dirinya dalam bantal dan selimutnya.

Agatha meninggalkan Claudio dan keluar kamar. Jhon menutup pintunya dan berkata saat Agatha ingin turun dari lantai satu kediaman Regazka.

"Tuan masih sangat muda dan tak pernah keluar rumah. Akan ada banyak orang yang memanfaatkannya demi harta dan juga ketenaran."

"Maksud Anda, Tuan Jhon? Saya mengajar Tuan Claudio demi ketenaran dan mengejar harta?"

"Dalamnya laut bisa diselami, tapi dalamnya hati, Nona Agatha ... siapa yang mampu menyelami?" sahut Jhon menatap curiga.

avataravatar
Next chapter