webnovel

Trauma

Janur kuning melengkung dengan indahnya untuk menyambut kedatangan pengantin pria. Tenda serta kursi tersusun rapih untuk para tamu undangan. Hanya tinggal menunggu beberapa jam saja Jocelyn Indira Gunawan akan resmi menjadi istri Matheo Dimitri.

Namun sayangnya Tuhan berkehendak lain, saat semua tamu undangan sudah menempati tempat duduk yang sudah di sediakan. Tiba-tiba muncul notif pesan di ponsel Celyn.

Matheo : "Maaf aku tidak bisa menikah dengan mu."

Seketika tubuh Celyn luruh ke lantai, ia menangis berteriak sejadi-jadinya sampai mengundang banyak perhatian. Pernikahan yang selalu di impikan oleh Celyn hancur dalam sekejap.

"Celyn makan dulu nak, sudah tiga hari kamu tidak makan mamah suapi ya."

Desi menurunkan bokongnya di tepi ranjang Celyn, ia kemudian memberikan segelas air minum untuk Celyn. Perlahan Celyn mengangkat gelasnya kemudian meminum air yang berada di dalam gelas hingga tandas.

"Hiks, hiks."

Celyn kembali menangis, ia melepar gelas yang ada di tangannya hingga pecahan berserakan.

"Pah, tolong pah!" teriak Desi.

Celyn mengambil pecahan gelas yang runcing, menyayat tangannya sendiri. "Argh, Celyn berhenti nak mamah mohon."

Desi menyingkirkan pecahan kaca yang ada di tangan Celyn lalu memeluk tubuhnya dengan erat. Tak lama Toni datang, ia bergegas mengangkat tubuh Celyn membawanya ke rumah sakit.

Celyn terus meronta-ronta ketika di obati, bahkan dia terus berteriak yang mengharuskan dokter memberinya obat penenang.

"Maaf pak sebaiknya anda membawa putri anda ke Psikiater, sepertinya ia mengalami trauma."

"Anak saya tidak gila dokter." Toni mengepalkan tangannya menatap dokter yang berada di hadapannya. Desi memegang erat tangan Toni, menenangkannya agar tidak melakukan kesalahan.

"Tidak pak, putri anda tidak gila. Dia hanya trauma, ada sesuatu hal yang membuatnya sakit hati, sedih dan kecewa akan sesuatu hal. Saya sarankan anda membawa putri anda ke Psikolog atau Psikiater untuk membantu pemulihan traumanya."

"Baik Dok, terima kasih atas sarannya," ucap Desi.

Toni terlihat begitu sedih menatap putri bungsunya yang terbaring lemah di ranjang pasien. Ia merutuki kebodohannya yang percaya dengan ucapan Matheo, pria yang sudah meghancurkan masa depan Celyn.

Ceklek

"Kau sudah bangun nak," ucap Desi saat melihat Celyn tengah duduk di tepi ranjang.

"Kau membutuhkan sesuatu?"

Celyn hanya menggelengkan kepalanya. "Mah maafkan Celyn karena sudah membuat mamah dan papah malu."

Suara isakan kembali terdengar, Desi kemudian memencet bel yang berada di samping ranjang Celyn lalu mencoba menenangkannya.

"Tidak apa-apa nak, ini bukan salah mu. Semua ini terjadi karena memang sudah jalannya."

"Ta, tapi ini semua salah Celyn. Celyn yang sudah menghancurkan semuanya."

Desi memegangi kedua tangan Celyn, memeluknya dengan erat karena Celyn terus meronta-ronta. "Apa yang kamu lakukan sayang?" Celyn menarik infusannya, mencoba melepaskan pelukan Desi. Ia kemudian berjalan ke balkon kamarnya berniat melemparkan tubuhnya sendiri dari atas balkon. Desi Memegangi kaki Celyn berharap putrinya tidak melompat. Untung saja beberapa suster serta Dokter datang lalu menyuntikan obat penenang.

***

Disinilah Celyn sekarang, di sebuah ruangan terapi untuk menyembuhkan traumanya. Dokter mengatakan butuh proses panjang untuk menyembuhkan trauma yang di alami oleh Celyn.

"Hai Celyn kau sudah bangun, bagaimana kalau kita berjemur?"

Selama perawatan Celyn di awasi oleh Sera, seorang psikolog yang di khususkan untuk mendampingi Celyn selama masa penyembuhan. Perlahan Sera mencoba mendekatkan diri, membuat Celyn nyaman agar bercerita seperti temannya sendiri.

"Nyaman sekali di sini." Celyn membiarkan angin menerpa rambut panjangnya.

"Bagaimana jika kamu memotong rambut mu? Kudengar memotong rambut bisa membuat kita melupakan masa lalu." Celyn hanya diam tak merespon ucapan Sera.

"Kau tidak perlu menyesali apa yang sudah terjadi. Kau hanya perlu jadikan masa lalu mu sebuah motivasi agar kau lebih baik lagi dari sebelumnya."

"Aku sudah membuat orang tua ku malu dan kecewa," Celyn menundukan kepalanya.

Sera memegang tangan Celyn. "Kau adalah hal terindah untuk orang tua mu, mereka tidak pernah kecewa kepada mu. Percayalah kepada ku, kau pasti bisa melewati semuanya."

"Aku mencintaimu Celyn, menikahlah dengan ku. Argh.. argh.."

Celyn berteriak menutup kedua telinganya, bayangan wajah Matheo kembali teringat membuatnya semakin kacau. Sera memeluk Celyn menepuk pundaknya agar ia lebih tenang.

Gedung M&D

"Semuanya sudah di persiapkan dengan baik nyonya, tuan Matheo juga sudah di pindahkan."

"Baiklah, awasi dia jangan sampai dia kembali ke Indonesia."

"Baik nyonya."

Seorang wanita paru baya mematikan panggilan sambil menatap gedung bertingkat dari ruang kerjanya.

Tok, tok, tok.

"Maaf nyonya tuan Marcel sudah datang."

"Putraku akhirnya kau datang juga nak. Kau lihat kursi kosong itu, dia membutuhkan seorang pemimpin."

Marcel melepaskan pelukannya dari Laras. "Dimana Matheo, dia lebih berhak berada di sana."

"Berhenti di situ Marcel! Kau lebih berhak berada di sana."

"Mah, aku sudah memiliki usaha dari keringat ku sendiri jadi berhentilah menyuruh ku untuk berada di sana karena itu bukan kursi ku."

Tanpa mendengar ucapan Laras, Marcel keluar dari ruangan tersebut. "Berhenti di situ Marcel, dasar anak tidak tau di untung!" teriak Laras yang masih terdengar oleh Marcel.

***

Matheo Dimitri merupakan pengusaha muda yang telah berhasil memimpin M&D Grup, perusahaan yang bergerak di ekspor impor Kopi dan Karet. Pertemuan Celyn dan Matheo terjadi saat Celyn magang di anak perusahaan M&D.

"Dia cinta pertama ku," Celyn menceritakan semua tentang Matheo kepada Sera.

Untuk pertama kalinya Celyn terbuka kepada Sera tanpa ragu.

"Apa kau sangat mencintainya?"

"Dulu, sekarang aku sangat membencinya. Aku berharap tidak akan pernah bertemu lagi dengan dia."

"Tapi dunia ini sangat sempit, jika suatu saat kau bertemu dengan dia apa yang akan kau lakukan?"

Hening seketika. "Aku akan membuatnya terluka, sama seperti apa yang dia lakukan kepada ku."

Sera tersenyum, apa yang dia lakukan selama ini rupanya membuahkan hasil. Belum satu bulan namun perkembangan pengobatan Celyn begitu cepat.

"Apa yang akan kau lakukan setelah keluar dari sini?" ucap Sera sambil membantu Celyn membereskan peralatan yang sudah mereka gunakan.

"Aku ingin kembali bekerja dan mungkin aku akan melakukan banyak hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya."

Celyn kembali melangkah, tanpa ia sadari selembar foto jatuh dari buku bacaan yang ada di tangannya.

"Apa dia Matheo?" desis Sera.

Ia terkejut saat melihat di belakang foto yang bertuliskan, "Aku akan membuat perhitungn denganmu."

Sambil menatap punggung Celyn, ada rasa kekhawatiran di hati Sera. Ia takut pasiennya akan berubah menjadi manusia yang pendendam dan tidak berperasaan.

"Celyn tunggu, kau menjatuhkan ini?"

"Ah buang saja aku sudah tidak membutuhkannya, semua tentangnya masih terakam di sini." Celyn menyeringai, berlalu meninggalkan Sera.