webnovel

Dear Adam (Indonesia)

Khadijah Putri Ayaas, perempuan yang melanjutkan S2 Universitas ternama di Seoul. Ia memiliki saudara kembar laki-laki bernama Hasan. Namun, kehidupan Khadijah tidak sesempurna yang orang bayangkan. Ia memiliki sebuah luka dalam hatinya. Ia harus kehilangan ayahnya akibat kecelakaan pesawat. Saat dinyatakan ayahnya meninggal. Khadijah tidak percaya, karena ia yakin kalau ayahnya masih hidup. Meskipun, ia sudah memiliki ayah tiri yang sangat menyayanginya. Tapi, dia tetap menyayangi ayah kandungnya. Ketika di masjid kampusnya, ia mendengarkan lantunan indah surah AL-Mulk yang begitu mengetarkan hatinya. Ia merasakan jatuh hati kepada pemilik suara syahdu, bagaikan angin surga yang menyejukkan hati. Ia pun menamainya dengan sebutan Adam. Siapakah dia? Mungkinkah gadis itu merupakan tulang rusuk dari pria yang selalu dia kagumi, bahkan selalu ia rapal namanya dalam setiap sujudnya?

Riska_Vianka · Urban
Not enough ratings
416 Chs

Hari ini karenamu

Di sebuah pameran lukisan terlihat Sera sangat senang sekali. Dia mulai menemui sosok Dahlia yang sudah dianggap sebagai saudaranya sendiri. Kemudian dia melihat Dahlia yang sedang menatap sebuah lukisan. Lalu dia mulai berteriak.

"Dahlia!"

Sera berteriak sambil Melambaikan tangan kanannya ke arah Dahlia lalu dia melihat dari yang menoleh. Kemudian Dahlia menghampiri Sera dengan kursi rodanya begitu juga dengan Sera hingga bertemu di tengah.

"Wow! Ini sangat amazing sekali!" kata Sera penuh dengan ekspresi bahagia sambil menatap wajah Dahlia. Sementara Dahlia hanyalah tersenyum ketika Sera memujinya.

Kemudian Dahlia menunjukkan sebuah lukisan favoritnya kepada Sera. Lalu dia menjelaskan tentang isi lukisan itu. Lukisan yang memiliki arti luka yang begitu mendalam terhadap sosok ayah dalam kehidupannya. Dia memang seorang anak yang tidak pernah diinginkan terlahir di dunia ini.

Sebenarnya ada sebuah rahasia besar yang telah disimpan oleh Dahlia dan ibunya. Rahasia di mana dia adalah sepupu dari Sera sebenarnya. Karena Paman dari Sera telah menghamili ibunya.

Dahlia tidak ingin mengatakan rahasia besar mengenai dirinya kepada Sera. Dia memilih untuk diam lalu mengemasnya secara rapi dan manis.

Sera hanya tahu jika Dahlia ditinggalkan oleh ayahnya yang tidak pernah menerimanya. Namun dia tidak pernah mengetahui bahwa Dahlia adalah sepupunya.

" Apapun Yang Terjadi walaupun dunia ini tidak pernah menginginkan aku terlahir. Tapi aku akan tetap berjuang untuk kehidupan ku kedepan. Semua itu karena ibuku yang memiliki peran baik dalam kehidupanku selama ini. " Dahlia meneteskan air matanya. Bahkan dia kadang berharap ingin sekali dipeluk oleh ayah kandungnya. Namun semua itu hanyalah semu dan sebatas harapan yang tidak akan pernah mungkin bisa terwujudkan. Dia hanya mampu untuk tersenyum walaupun tidak sanggup.

" aku tahu apa yang telah kamu rasakan saat ini Dahlia. Semuanya memang berat tapi percayalah Semua akan indah pada waktunya. "Kata Sera menatap Dahlia.

" Bagaimana jika kamu tahu bahwa Ibuku lah penyebab dari kematian ibumu? "Dahlia menggumam dalam hati kecilnya karena dia juga pernah membaca buku catatan harian dari ibunya mengenai rasa bersalahnya terhadap ibunya Sera." Aku tahu semua ini akan berat untukku tapi aku takkan pernah menyerah untuk satu hal. Aku ingin membuat Ibuku bahagia dan tersenyum kepadaku untuk selamanya. "

Sera langsung menarik nafasnya begitu sangat berat sekali. Dia merasa merindukan sosok ibu yang bisa memeluknya bahkan mendengarkan semua ceritanya. Tapi semua itu tidak akan pernah mungkin terjadi karena dia dan Ibunya sudah berada di alam yang berbeda.

"Aku tahu apa yang kamu rasakan begitu berat sekali. Tapi kamu harus bisa untuk menghadapi duniamu sendiri. Karena hanya kamulah sendiri yang bisa mengalahkan duniamu bukanlah orang lain. Sebaiknya kamu harus bisa membuktikan dengan segala kekuranganmu saat ini. Aku yakin kamu bisa Dahlia untuk menaklukkan dunia mu. "Sera langsung memeluk Dahlia dengan penuh kasih sayang seperti seorang kakak terhadap adiknya.

Dahlia hanya bisa tersenyum. "Apa mungkin kamu akan membenciku setelah mengetahui semua kebenarannya Sera?" Dia menggumam dalam hati kecilnya. Dia terlalu takut jika kebenaran itu akan membuat hubungan persahabatannya dengan Sera akan putus.

*

Pagi ini Khadijah berangkat ke kampus untuk menyelesaikan tesisnya yang sempat terbengkalai. Dia ingin melakukan bimbingan dengan Mr. Lee walaupun dosen killer itu sangat susah untuk ditemui.

"Sialan Kenapa harus mendapatkan dosen killer Mr. Lee?" Dia mulai menggerutu dalam hati kecilnya sambil mengaduk-ngaduk mie ramen yang ada dihadapannya."Dosen killer yang hampir kayak jalangkung hanya datang ketika tak diinginkan dan ketika dibutuhkan malah menghilang! "Dia mendengus dengan sangat kesal sambil menambah bubuk cabe pedas ke dalam mangkok mie ramen nya lalu mengaduknya kembali.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam...." sejenak Khadijah terdiam dan membisu ketika mendongakkan kepalanya ke atas. Dia melihat sosok pria idamannya yang ada di dekatnya. Detak jantungnya semakin kencang sekali."apa aku cuman mimpi saja bisa disapa dengan cowok idamanku?" Dia menggumam dalam hati kecilnya sambil menahan rasa gugup.

Rumi mencoba berbatu kecil-kecil untuk membangunkan kadijah yang sedang melamun.

"Hah?" Khadijah mulai terbangun dari lamunannya ketika Rumi mencoba untuk kembali mengucapkan salam.

Khadijah hanya mampu menelan salivanya sendiri sambil merasa gugup di hadapan seorang Rumi. Dia merasakan jika detak jantungnya berdebar semakin kencang hingga aliran darahnya mengalir semakin deras dari ujung kepala hingga ke kakinya. Ia merasakan sensasi dari roller coaster.

" Maaf saya harus mengganggumu sebentar. Tapi ini sudah menjadi tugas dari Mr Lee untuk mendampingimu dalam masalah tesis kedepannya. Karena beliau sedang sibuk dengan beberapa  pekerjaannya. Apakah kamu tidak keberatan, jika saya yang menjadi dosen pembimbingmu?" Rumi menatap wajah Khadijah yang terlihat sangat gugup sekali.

Khadijah berusaha untuk melawan rasa gugupnya dihadapan pria idamannya selama ini. Lalu dia berkata dengan nada yang sedikit terbata-bata," iya. Aku tidak masalah jika kamu menjadi dosen pembimbing untuk menggantikan Mr. Lee. "Jawab Hadijah dengan nada yang sangat tegas namun terlihat cukup sekali. Dia merasa Jika Allah mengirimkan sosok Rumi dalam sebuah tugas khusus. Dia tidak menyangka jika Mr. Lee menugaskan sosok Rumi untuk menjadi dosen pembimbingnya. Dia merasakan hatinya ingin sekali bersorak gembira. "Apa ini mungkin rencana dari Allah agar aku bisa dekat dengan pria idaman ku selama ini?" Dia menggumam dalam hati kecilnya. " Kamu harus tenang Khadijah!" Dia berbicara dalam hati kecilnya.

"Khadijah, Apakah bisa dimulai dari sekarang? " Rumi mulai bertanya kepada Khadijah yang sedang tertegun dalam lamunan. Lalu dia melihat Khadijah hanya menjawabnya dalam satu anggukan.

" Bagaimana kalau kita mulai bimbingannya di perpustakaan kampus, Apakah kamu tidak keberatan? " tanya Rumi kembali sambil menatap kedua sorot mata dari Khadijah.

Khadijah hanya menjawab dalam satu itu anggukan kepalanya, ia seolah setuju saja,"Apa ini yang dinamakan jodoh,"pikirnya sambil tersenyum-senyum sendiri.

Rumi melambaikan telapak tangan kanannya di depan wajah Khadijah, tapi tetap saja tidak dihiraukan, karena gadis itu sedang terbang dalam lamunannya.

" Khadijah?!"

"Hah? Sorry aku tadi tidak mendengar Apapun. "Kata Khadijah menggaruk-garuk kepalanya padahal tidak gatal. Dia terlihat sangat gugup sekali ketika berhadapan dengan sosok Rumi yang membuat dunianya jungkir balik.

*

"Gila, tuh anak nggak kelihatan sama sekali,"geram Sera penuh penekanan.

Fabian tiba-tiba datang merangkul pundak Sera. "Sera, kenapa tuch muka kayak uang lecek?"

Sera hanya menyengir.

"Apa kamu ketempelan setan di kelas barusan," ucap Fabian sambil menerka-nerka.

"Setan?!"

"Iya, Sera. Setan yang nempelin kamu, masa baru jam segini galak amat,"cetus Fabian.

"Fab, kamu bisa nggak sih lepasin tanganmu dari pundakku?"

Fabian hanya mengelengkan kepalanya. Lalu, Sera menginjak kaki Fabian.

"Gila, sakit dodol!" Fabian Meringis kesakitan ketika ia terinjak sepatu kets milik Sera.

"BODOH!" ketus Sera, lalu meninggalkan Fabian.

Fabian bingung dengan sikap Sera akhir-akhir ini, jadi ketus kepadanya. Dan, sedikit menjauh.

"Tuh, anak kesambet setan apa sih?" Fabian mengaruk-garuk kepalanya, meskipun tidak gatal.

*

"Aku merasa tidak percaya, kalau Allah memberikan jarak sedekat ini," batin Khadijah.

"Lah, kok bengong kamu?" tanya Rumi,"Apa ada yang salah?"

Khadijah hanya tersenyum.

"Baiklah, kalau gitu aku akan jadi membimbingmu mulai besok,"putus Rumi,"Kalau begitu aku harus balik dulu."

"Okay, baiklah," balas Khadijah.

"Assalamualaikum," ucap Rumi, lalu beranjak dari tempat duduknya.

"Walaikumsalam," Khadijah membalas salam Rumi, lalu ia menatap bayangan Rumi hingga tidak terlihat lagi. "Semoga saja dia jodohku, hoamsss" pikirnya.

"Woeee!" teriak Fabian tepat di telinga Khadijah.

"Fabian," dengus kesal Khadijah.

Fabian duduk di sebelah Khadijah, "Tumben kamu sendiri aja, mana tuh temen baikmu seperti ingus ?"

"Maksud kamu, aku?" sahut Sera, ia kesal sadari dari tadi dengan Fabian.

"Opsss," Fabian menahan tawa melihat wajah kesal Sera.

"Nggak usah nahan tawa, aku tahu kamu tertawa," sindir Sera, lalu duduk di sebelah Khadijah dengan tampang cemberut, muka seperti kertas lipet.

Fabian melirik Sera, ia tahu kalau perempuan itu lebih galak dari pada macan atau singa, "Yaelah kamu galak amat, emang kamu lagi dapet?"

"Heeem," gumam Sera.

"Fabian," Kiena datang, lalu memeluk lengan kanan Fabian.

"Ganjen, lebay!" umpat Sera.

"Yee, emang ya kalau jomblo itu bawaannya syirik," sindir Fabian.

"Siapa yang syirik, cuman enek, dan bikin mual dadakan," dengus Sera.

"Siapa bilang Sera jomblo, dia udah resmi, jadi calon istriku potong Suho.

"Kalau gini ceritanya, aku ngerasa jadi lalat," sindir Khadijah, "Kalau gitu aku ke perpustakaan aja dech," Khadijah membereskan beberapa buku di mejanya, lalu beranjak pergi.

Fabian mencekal tangan Khadijah,"Kamu mau kemana sich?"

"Udah ku bilang aku mau ke perpustakaan,"ucap Khadijah, lalu menepis tangan Fabian dan beranjak dari tempat duduknya.

"Loh, sayang kamu mau kemana?" tanya Kiena.

"Ke toilet, mau ikut?" jawab Fabian, lalu beranjak.

"Ih," dengus kesal Kiena, "Pasti bohong, pasti mau ngejar dia."

"Suho, lepasin aku," pinta Sera.

"Duduklah, kita kan jarang duduk bareng sayang," Suho menyelipkan anak rambut Sera ke telinga belakang.

Kiena pun juga pergi meninggalkan mereka berdua.

*

Keesokan harinya,

Khadijah harus kembali lagi ke perpustakaan. Dia mulai mencari beberapa bahan materi untuk tesisnya yang sempat terbengkalai dalam kurun waktu beberapa bulan lalu. Kemudian kedua matanya mulai berhenti dalam satu bidikan. Di atas terpukau dengan ketampanan seorang pria yang mampu membuat dia jatuh hati untuk yang pertama kalinya.

"Dia terlalu tampan sekali bahkan seperti bidadara yang tak bersayap turun ke bumi." Khadijah mulai menggumam dalam hati kecilnya ketika menatap sosok Rumi di kedua matanya yang terlihat begitu sangat tenang sekali namun membuat hatinya mulai bergejolak akan sebuah cinta yang terpendam.

Khadijah mencoba untuk menghampiri Rumi lalu dia mulai melangkahkan kedua kakinya. Karena sebenarnya dia akan melakukan sebuah cara untuk bisa dekat dengan pria idamannya selama ini.

" Assalamualaikum, Rumi. " Khadijah berusaha untuk mengumpulkan keberaniannya agar bisa menyapa seseorang Rumi yang selalu ada dalam isi kepalanya. Ia bahkan selalu dibayangi oleh sosok Rumi, setiap kali dia melamun.

"Walaikumsalam," balas Rumi.

"Boleh, aku duduk di sini?" tanya Khadijah sambil berdehem.

"Boleh, ini kan tempat umum," jawab Rumi.

"Makasih," balas Khadijah, lalu menarik kursi, lalu duduk sambil meletakkan tasnya di belakang kursinya.

Rumi terlihat tenang, sedangkan Khadijah mencuri pandang ke Rumi.

"Masyaallah, di dekatnya hatiku terasa sejuk, semoga saja Allah mempertemukan kita pada lembaran yang sama," batin Khadijah dalam lamunannya.

Rumi masih sibuk membaca bukunya, sedangkan Khadijah gagal fokus.

"Khadijah," Fabian tiba-tiba nongol kayak jailangkung.

Khadijah mulai membuang muka, karena lelaki itu datang di waktu yang salah.

"Eh, Khadijah. Aku punya cerita lucu banget ini soal dosen kepala botak itu," canda Fabian.

Suara deheman dari beberapa penghuni perpustakaan.

"Yaelah, ahem ahem mulu kalian," protes Fabian.

Khadijah melotot ke Fabian,"Kalau kamu berisik, mulut kamu aku lakban!"

Fabian hanya meringis memberikan tanda, kalau dia bersedia mengunci mulutnya, namun sayangnya sikap Fabian membuat Khadijah risih.

"Fab, kamu pilih aku yang pergi atau kamu yang pergi?" bisik Khadijah.

"Khaidijah, kita akan calon suami istri, ke mana pun kamu pergi, ya aku ikutlah,"balas Fabian.

"Gila!" umpat Khadijah dengan kesal, ia pun nggak peduli dengan tingkah Fabian yang menyebalkan. Tanpa disadari lelaki yang di sampingnya menghilang. "Sebenarnya kamu itu kerasukan setan apa sih? Bukanya kamu sudah punya keina?"

Fabian hanyalah tertawa ketika Khadijah mengatakan bahwa dia dan keyna. Padahal dia hanyalah bermain-main saja dengan perempuan itu. Semua itu dia lakukan hanyalah sebatas status sosial saja.

Khadijah hanya diam, ia sudah tidak beta berada di dekat lelaki itu.

"Nggak usah kamu cari, karena aku ada di sini," ucap Fabian.

Khadijah mengemasi buku-bukunya, lalu hendak beranjak pergi.

"Kamu mau ke mana, Khadijah?" Fabian berusaha menahan Khadijah.

"Bukan urusanmu!" ketus Khadijah, lalu meninggalkan perpustakaan dengan perasaan dongkolnya.

*

Di Cafe ujung kota, Mawar bersama dengan Farhan, ia terlihat gelisah sambil menunggu seseorang.

Farhan bocah kecil yang sangat pintar, bahkan ia tidak rewel sama sekali. Ia cukup diam saat diberikan kue coklat kesukaannya.

"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam,Rumi."

Lelaki itu adalah Rumi, ia sudah beberapa kali menemuinya.

"Silahkan duduk, Rumi."

Rumi menarik kursinya, lalu duduk saling berhadapan.

"Ada apa kamu memintaku ke sini?" tanya Rumi.

"Rumi, sebaiknya pesan minuman dan makanan dahulu," kata Mawar.

Mawar memanggil pelayan cafe untuk memberikan menu makanan dan minuman. Pelayan cafe itu segera datang, lalu memberikan buku menu.

"Mbak, saya Kopi latte saja satu,"ujar Rumi.

"Heem, ada tambahan lain?" tanya pelayan perempuan itu.

"Sepertinya itu saja cukup," balas Rumi.

"Baiklah, silahkan ditunggu dalam waktu lima menit,"kata pelayan perempuan itu, lalu melangkah meninggalkan mereka.

*

Khadijah mencari cafe yang tidak begitu ramai, ia hanya ingin fokus terhadap tesisnya. Apalagi kalau dosen bimbingan utamanya Mr. Lee, bikin mampus setengah amsyong.

Cafe Ujung Kota, pilihan favorit Khadijah di Seoul, karena tempatnya begitu nyaman. Bahkan, bikin konsentrasi tingkat dewi.

Khadijah memasuki cafe ujung kota.

"Selamat sore," ucap pelayan cafe.

"Sore,"balas Khadijah dengan melingkarkan senyum di bibirnya bak bulan sabit.

Khadijah berjalan menuju meja no 7 dekat dengan jendela cafe, saat melewati meja no 4, ia melihat lelaki idamannya bersama seorang perempuan cantik dan balita berjenis kelamin laki-laki.

"Apa Rumi dan perempuan itu?" pikiran Khadijah mulai mengambang dan terbang, ia merasa hatinya sungguh galau. Lalu, ia duduk di meja no 7 dengan tatapan kesal.

Pelayan perempuan cafe  menghampiri Khadijah sambil membawa buku menu.

"Selamat sore, mbak. Ini buku menu makanan dan minuman, jika ada yang dipesan, silahkan hubungin saya Alexa,"ucap pelayan Cafe yang memperkenalkan namanya.

"Saya pesan hot coffee latte dengan less sugar dan double shoot expresso,"ucap Khadijah.

"Baiklah, saya ulangi lagi ya mbak, satu hot coffee latte dengan less sugar dan double shoot expresso,"ulang pelayan cafe,"Silahkan ditunggu dalam waktu sepuluh menit."

"Terima kasih,"ucap Khadijah.

"Sama-sama,"balas pelayan cafe, lalu membalikkan badannya segera melangkah menyiapkan pesanan Khadijah.

Khadijah mengeluarkan notebooknya, "Semangat, Khadijah. Kamu harus fokus," Namun, sayangnya sorot mata Khadijah tertuju pada mereka.

Sepuluh menit kemudian secangkir coffee latte telah datang disajikan oleh pelayan cafe,"Silahkan dinikmati."

"Terima kasih," ucap Khadijah.

"Sama-sama," balas pelayan cafe itu.

Secangkir cafe latte telah Khadijah nikmati, lalu ia berusaha fokus mengerjakan revisi tesisnya demi gelar S2.

*

"Rumi, aku mau pamit?" ucap Mawar sambil memangku putra kecilnya.

Rumi hanya diam sambil menikmati kopinya yang sudah mulai dingin.

"Aku mau balik ke Jakarta nanti malam," lanjut Mawar.

Rumi masih saja diam sambil meneguk kopi dingin.

"Rumk, maafin aku. Mungkin ini sudah tidak penting lagi buat kamu, tapi satu hal mas, aku merasa rindu saat kita bersama," ucap Mawar. "Bisakah kita mulai kembali kisah kita?"

"Maaf, Mawar. Keadaan sudah berbeda, mungkin kita harus menjalani hubungan masing-masing,"balas Rumi.

"Tapi..."

"Maaf, Mawar. Aku sudah mencintai perempuan lain, kalau hubungan kita sebagai teman, mungkin aku menerimanya," tolak Rumi.

"Baiklah, Rumi. Aku takkan memaksamu, " balas Mawar. "Jika, mas berubah pikiran tolong bilang ke aku."

Rumi sejenak terdiam,"Kamu tahu, Mawar. Semenjak tiga tahun lalu aku sadar tentang siapa aku, dan hubungan kita."

"Maksud kamu, Rumi," selidik Mawar.

"Hubungan kita hanya sebatas kakak adik, meskipun kita tidak ada satu ikatan sedarah," Rumi berusaha menjelaskan tentang perasaannya.

Mawar sejenak terdiam, seakan dia harus mundur, karena memang dia tidak pantas untuk lelaki sebaik Rumi.

"Rumi, aku pamit dulu, karena pukul 7 nanti aku harus ke bandara Icheon," ujar Mawar, lalu ia melihat Farhan tertidur dalam pangkuannya.

"Aku akan mengantarmu,"ucap Rumi.

"Terima kasih, Rumi. Kamu memang lelaki yang baik, semoga saja Allah mempertemukanmu dengan perempuan yang baik juga," ujar Mawar.

"Sebaiknya, aku yang mengendong Farhan," ucap Rumi.

"Terima kasih, Rumi."

Rumi mengantar mereka hingga mendapatkan taksi di depan, namun sepasang mata sedang mengawasi mereka dengan tatapan cemburu.

*

Di Kafe Jingga, Khadijah kehilangan moodnya setelah melihat Rumi bersama dengan perempuan lain. Dia merasa terbakar oleh sebuah api cemburu. Walaupun dia berusaha untuk menepiskannya. Dia bahkan kehilangan konsentrasinya ketika mengerjakan sebuah tesis.

Khadijah mengurungkan niatnya hari ini untuk mengerjakan tesisnya. Dia memilih untuk menutup notebooknya. Dia langsung pergi dari Cafe setelah menghabiskan Secangkir Kopi latte.

Khadijah mendengus dengan sangat kesal sekali. Ia seolah tidak memiliki sebuah harapan untuk cinta pertamanya. Dia merasakan kebimbangan dalam hatinya.

" Kenapa cinta datang kepada orang yang tidak tepat sama sekali? "Khadijah mulai mengeluh dalam hati kecilnya lalu dia segera untuk beranjak dari tempat duduknya. Dia mulai melangkahkan kedua kakinya sambil membawa tasnya.

Ketika Khadijah keluar dari kafe mendadak hujan deras. Lalu dia mencoba untuk menghubungi saudara kembarnya agar segera untuk menyusunnya. Dia sangat kesal sekali hari ini.

Di ujung sana Khadijah melihat sosok Rumi bersama dengan perempuan itu terlihat sangat mesra dan kompak. Bahkan hatinya mulai terbakar api cemburu yang begitu membara.

Terdengar suara klakson mobil dalam waktu beberapa menit kemudian. Khadijah langsung menoleh dan melihat sosok yang ada di dalam mobil.

 "Syukurlah kalau kamu sudah datang," Khadijah langsung masuk ke dalam mobil. Dia sebenarnya ingin segera pulang agar kedua matanya tidak menatap pemandangan yang membuat hatinya sedikit sakit. Ia merasa jatuh cinta untuk yang pertama kalinya lalu dipatahkan begitu saja.

Hasan mulai menyalakan mesin mobilnya. Lalu Khadijah segera untuk memakai sabuk pengamannya.

Mobil sedan hitam melaju begitu sangat cepat sekali dengan dikendarai oleh Hasan. Suasana tampak hujan deras menyapu seluruh jalanan kota Seoul.

Sepanjang perjalanan di dalam mobil Khadijah hanyalah diam saja tanpa bersua. Dia terus memikirkan Rumi yang sedang bersama dengan seorang perempuan cantik. Sementara dirinya bukanlah siapa-siapa Karena dia hanyalah gadis biasa. Dia juga tahu kalau perempuan itu adalah seorang model papan atas yang kini selalu wajahnya ada di seluruh papan baliho perkotaan.