webnovel

Pertemuan Pertama

"Mas, kamu dimana?"

Dealova mencoba menghubungi Aksara-kekasih sekaligus calon suaminya yang tak kunjung datang kebutik dimana mereka janji akan bertemu. Hari ini mereka sudah sepakat bertemu untuk melakukan fitting baju pernikahan untuk yang terakhir kali sebelum acara minggu depan.

Dealova jenuh menunggu dan memutuskan untuk menghubungi kekasihnya itu.

"Sayang, maaf. Aku sepertinya bakalan terlambat datang. Pekerjaanku benar-benar menumpuk. Kamu coba dulu gaunnya nggak papa kan?" Suara Aksa terdengar serak. Pria itu mencoba memberi pengertian pada Dealova agar gadisnya itu tak marah padanya.

Sudah beberapa hari tak bertemu dengan Delova pula karena alasan yang sama. Aksa selalu berdalih bahwa dirinya selalu sibuk dan Dealova selalu saja percaya dengan ucapan calon suaminya itu.

"Memangnya kamu enggak bisa ijin langsung sama Papa? Kamu kan calon mantunya, masa Papa nggak bisa bantu. Kita mau menikah minggu depan lho. Kamu selalu aja sibuk dengan urusan kantor. Aku dicuekin." Dealova yang sudah tak sabar dengan keterlambatan Aksa terus mengomeli pria itu.

Tentu saja Delova juga sedih karena perubahan Aksa. Dulu pria itu selalu mmeberi perhatian lebih pada Dealova. Jika Dealova meminta Aksa untuk mengantar jemput dirinya dikampus, pria itu selalu menyanggupi.

Tapi akhir-akhir ini, Aksa berubah. Jarang ada waktu untuk sekedar makan malam bersama. Selalu berdalih untuk masa depan mereka jika Dealova menanyakan alasan kenapa Aksa selalu memaksakan diri untuk lembur.

Namanya juga Dealova, apapun yang diucapkan Aksa selalu saja percaya. Sekali bertanya dan mendapatkan jawaban, Dealova tak akan bertanya lagi saat itu, meski dikemudian hari tak janji tak mengulang hal yang sama.

"Nggak bisa, sayang. Mentang-mentang aku calon menantu Papa kamu, lalu aku seenaknya bisa ijin gitu? Ya enggak dong." Aksa yang sejak tadi berbicara dengan napas terengah mencoba menetralkannya dengan menghela berkali-kali.

"Are you oke, sayang?" tanya Dealova menangkap sebuah keganjilan dari napas Aksa. Pria itu bukanlah tipe orang yang suka dengan olahraga. Tubuhnya sedikit gemuk dengan bagian perut yang tampak sedikit membulat. Namun karena tinggi, jadi jika Aksa berdiri, maka perut buncit itu tak terlihat.

Dealova tidak terlalu pemilih untuk urusan fisik, yang penting pria itu baik maka bagian fisik bisa mengikuti menurut Dealova.

"Ehem, i'm oke. Udah dulu ya. Nanti aku kabari lagi kalau mau kesana. Dah sayang..."

Aksa memutus sambungan telefonnya tanpa mau mendengar ucapan Dealova setelahnya.

"Padahal udah janji mau datang. Masih saja sibuk. Dasar penggila kerja. Tapi aku sayang."

Dealova terkekeh dengan dialognya sendiri. Ia tak habis pikir, kenapa dirinya bisa sepercaya itu pada Aksa. Pria itu adalah salah satu karyawan perusahaan sang papa.

Awal bertemu saat perusahaan itu meresmikan gedung baru yang akan digunakan sebagai kantor cabang. Aksa yang disanjung sebagai karyawan teladan mampu menarik perhatian Dealova.

Belum lagi Papa Dealova-Abimana Kusuma, sangat mendukung hubungan keduanya hingga sampailah kejenjang yang lebih serius. Namun akhir-akhir ini setelah Aksa dipromosikan sebagai kepala bagian keuangan perusahaan Abimana, membuat pria itu sering mengabaikan janjinya pada Dealova, seperti hari ini contohnya.

"Tante, sepertinya Dea harus menunda fitting bajunya. Calon suami Dea belum bisa datang. Kalau ganti dilain waktu bisa, Tan? Nanti sore atau besok gitu?"

Pemilik butik-Alina Sutedja adalah teman akrab Almarhum sang Mama sudah menganggap Dealova seperti anaknya sendiri. Bagaimanapun ia pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk Dealova.

"Dea, kamu ini bicara seperti sama siapa. Tentu saja bisa, sayang. Tinggal kamu hubungi Asisten Tante kalau mau datang ya. Kami akan selalu menerimamu dengan senang hati."

Alin memeluk Dealova dan mengusap punggung gadis itu. "Jangan panik gitu, De. Menjelang pernikahan biasanya selalu ada aja kerikilnya. Yang penting sabar. Jangan stres. Nanti malah jelek hasilnya."

Dealova tersenyum, Alina selalu mampu membuatnya tenang setiap kali ia berada disisi wanita itu.

"Terima kasih ya Tan. Dea nggak tahu apa jadinya kalau nggak ada Tante Alin." Dealova melepas pelukannya dan menatap wajah Alin sendu, seolah melihat ibunya sedang ada disana. "Dea pamit dulu ya, Tan."

Alina mengangguk dan melambaikan tangannya sebagai salam perpisahan.

Dealova masuk kedalam mobilnya dan menghela napasnya pelan. Bagaimanapun juga ia cukup merasa kesal dengan tingkah Aksa yang membatalkan janji seenaknya saja.

Dirabanya tas yang baru saja ia letakkan dikursi kosong sebelahnya. Mencari cincin pemberian Aksa saat pria itu melamarnya dulu.

"Hah? Dimana cincinnya?" Dealova panik dan terus mencari cincin itu namun tak ditemukannya benda itu disana.

"Aduh, dimana sih? Perasaan sudah aku taruh didalam tas tadi," ucap Dealova sembari mengingat dimana terakhir kali ia meletakkan cincin itu jika memang tidak ada ditasnya.

"Tadi pagi aku ke Apartemen Mas Aksa, Aku sempat cuci piring dulu dan... Ah ya, Aku melepaskannya disana. Aku harus ke Apartemen dulu sebelum kekantor Papa. Kalau Mas Aksa tahu cincinnya aku lepas, bisa marah besar dia."

Dealova membawa mobilnya dengan kecepatan sedang menuju Apartemen Aksa. Tak membutuhkan waktu lama bagi Dealova untuk sampai disana, karena memang jarak butik ke Apartemen Aksa tidaklah terlalu jauh.

Dealova berjalan melewati lorong menuju Apartemen Aksa yang terletak dilantai 15. Ditekannya password yang sudah sangat ia hapal diluar kepala. Saat Dealova berada didalam Apartemen, Ia langsung menuju wastafle dimana cincinnya berada.

"Nah, ini dia. Untung saja ketemu." Diraihnya benda mungil itu dan langsung disematkan kembali kejari manisnya.

Saat Dealova masih asyik mengamati jarinya, tiba-tiba ia mendengar suara yang aneh dari dalam kamar Aksara. Seperti suara orang sedang mendesah.

Dengan gerakan lambat dan sedikit rasa takut, Dealova mendekati pintu kamar dan ternyata pintu itu tidak tertutup sempurna sehingga Dealova bisa melihat siapa yang ada didalam sana.

Sayup-sayup terdengar pembicaraan dua orang yang salah satu suaranya sangat Dealova kenali. Mengeluarkan suara erangan dan desahan nafas yang begitu kentara disela pembicaraannya.

"Jadi kita main backstreet gini terus walaupun kamu udah nikah?" suara seorang wanita terdengar dari dalam sana. Begitu manja dan menggoda lawannya didalam sana.

"Sabar sebentar, sayang. Aku akan menikahi gadis bodoh itu, lalu akan aku ambil alih semua aset berharga yang mereka miliki. Setelah itu aku akan menceraikan dia dan kembali padamu," jawab seorang pria yang tak lain adalah suara Aksa. Memanggil wanita itu dengan panggilan sayang selain kepada Dealova, dengan mudahnya mengatakan akan mengambil seluruh kekayaan keluarga Dealova dan menyebut sang gadis dengan panggilan bodoh.

Mendengar ucapan itu membuat hati Dealova teriris. Bagaimana mungkin pria yang begitu dicintainya serta sangat ia percaya bisa melakukan penghianatan tepat satu minggu sebelum pernikahan mereka berlangsung?

"Janji ya, kamu akan meninggalkan Dealova itu dan kembali kepadaku." Wanita yang berada dalam pelukan Aksa memainkan jemarinya diatas dada sang pria, menuliskan sesuatu dengan gerakan melingkar.

"Janji sayangku. Cintaku hanya untukmu."

Aksa kembali melumat bibir wanita yang sudah membuatnya mengeluarkan segala yang ia tahan jika bersama Dealova. Saat Dealova menelfonnya tadi, ia sedang dalam keadaan terbakar hasrat karena permainan dari kekasih simpanannya itu.

Dan saat ini ia akan kembali melancarkan aksi keduanya. Setelah itu barulah menemui Dealova. Pekerjaan hanyalah alasan semata. Karena sejak ia dikabarkan akan menikahi putri dari pemilik perusahaan tempatnya bernaung, banyak tangan yang datang membantunya sehingga ia tak perlu repot-repot menangani secara langsung.

Sejak awal, memang Aksa sudah menjalin hubungan dengan wanita lain dan diam-diam keduanya bersekongkol untuk menjadi seseorang yang bergelimang harta secara instan. Dan Dealova yang memang dengan tulus mencintai Aksa tak mencium sedikitpun kecurigaan kepada kekasih pengkhianatnya itu.

"AKSARA..." pekik Dealova ketika melihat Aksa tengah bergumul dengan seorang wanita diatas ranjang dalam keadaan tanpa busana. Emosinya sudah kepalang mendidih dan tidak dapat dikendalikan lagi.

Ingin rasanya Dealova langsung mencabik-cabik wajah wanita yang berada dibawah Aksa. Keduanya benar-benar tanpa sehelai benangpun saat Dealova memergokinya.

"Sa-sayang..." Aksara terperanjat kaget melihat Dealova sudah berdiri didepan pintu kamarnya yang terbuka lebar. Salahnya pula tadi tak mengunci dengan rapat pintu tersebut karena sudah tak tahan untuk memadu kasih dengan kekasihnya itu.

Tanpa kata, Dealova melepas cincin yang baru saja kembali melingkar manis dijari manisnya. Dilemparnya kearah Aksara yang saat ini tengah berusaha bangkit dari atas kekasih simpanannya itu dan berusaha menggapai Dealova.

Dengan sekuat tenaga Dealova pergi meninggalkan Apartemen Aksara, tidak perduli dengan namanya yang terus disebut oleh pria itu. Ia hanya ingin segera pergi menjauh dari tempat terkutuk itu.

Dealova memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi tanpa perduli dengan sekitarnya. Sampai kejadiaan naas terjadi, ditengah jalan Dealova yang sedang tidak fokus menabrak seorang pengendara motor.

Braaakk...

Pengendara motor terjatuh akibat tersenggol mobil yang dibawa Dealova.

Dealova terkejut dan langsung menepikan mobilnya. Sebelum turun, ia mengusap airmata yang sejak tadi mengalir dipipinya.

"Astaga..." Dealova melihat seorang pemuda berusaha berdiri dari duduknya. Terlihat kesakitan.

"Mas nggak papa?" tanya Dealova berusaha bertanggung jawab atas perbuatannya.

Dengan sorot mata tajam, pemuda itu menatap Dealova tanpa perasaan.

"Kamu nggak lihat saya luka-luka begini?" ucapnya dengan ketus.

"Maaf mas, maaf. Saya tidak sengaja. Saya akan bertanggung jawab atas perbuatan saya." Dealova mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu dan menyerahkan pada pria yang ditabraknya tadi.

"Saya nggak butuh uang kamu. Orang kaya dimana-mana sama saja."

Masih dengan nada ketus pria itu beranjak pergi dari hadapan Dealova dengan kaki yang terpincang-pincang.

Melihat penolakan pria yang ditabraknya membuat Dealova sakit hati. Ia mulai menangis maratapi kepergian pria itu.

"Hei, Mbak. Saya yang ditabrak, kok mbaknya yang nangis?"

To Be Continue...

Selamat datang dibuku pertamaku, Readers. Semoga kalian suka dengan cerita ini.